Surat al-Qashash Ayat 23-28: Kisah Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Syu’aib

Sabtu, 19 Maret 2022 - 15:35 WIB
loading...
A A A


Atas bantuan Nabi Musa as, kedua perempuan yang ditolong merasa kagum. Mereka melaporkan bantuan tersebut kepada ayah mereka. Hal ini disebut dalam ayat 25:

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ


“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” Ketika (Musa) mendatangi ayahnya dan dia menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”

Al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an menggambarkan perempuan yang datang kepada Nabi Musa as dengan berjalan menunduk dan menutup wajahnya dengan baju yang dikenakan karena saking malunya perempuan itu. Kemudian masih menurut al-Thabari, sosok ayah dari kedua putri bernama Layya dan Shafura masih diperdebatkan.

Riwayat dari Abu Mu’awiyah mengatakan bahwa ayah mereka bernama Yatsrun, keponakan dari saudara laki-laki Nabi Syu’aib. Sedangkan menurut keterangan dari al’Ala bin Abd al-Jabbar, namanya adalah Yatsra, pemuka Madyan yang tidak ada kaitan dengan Nabi Syu’aib. Sedangkan keterangan lain dari Ibn Basyar mengatakan bahwa sosok ayah yang disebutkan dalam ayat adalah Nabi Syu’aib as.

Berbeda dengan al-Thabari yang meriwayatkan banyak keterangan terkait sosok ayah kedua perempuan dalam ayat, al-Qusyairi dalam Lathaif al-Isyarat secara tegas mengatakan bahwa sosok yang dimaksud dalam ayat adalah Nabi Syu’aib as.

Lebih lanjut al-Qusyairi menerangkan bahwa ketika itu Nabi Syu’aib dalam kondisi kurang penglihatannya. Hal ini menurut al-Qusyairi karena Nabi Syu’aib terlalu banyak menangis. Tangisannya tersebut dipicu oleh rasa kerinduan Nabi Syu’aib as kepada Allah SWT.



Pada tiga ayat berikutnya dijelaskan pada akhirnya Nabi Musa as menikah dengan salah satu dari dua perempuan tersebut. Allah SWT berfirman:

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ


“Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ[aranClose]

Dia (Syekh Madyan) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.”

قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا الْأَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ


“Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”

Menurut al-Thabari, perempuan yang menikah dengan Nabi Musa as adalah Shafura, bukan Layya. Kemudian sebagaimana tertera dalam ayat, Nabi Musa as bekerja dengan Nabi Syu’aib untuk memelihara ternak hingga sepuluh tahun. Setelah selesai masa kontrak sepuluh tahun, Nabi Musa bersama istrinya berangkat dari Madyan menuju Mesir. Wallahu A’lam.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1917 seconds (0.1#10.140)