Sejarah Kue Apem: Apa Hubungannya dengan Sunan Gunung Jati?

Selasa, 22 Maret 2022 - 17:09 WIB
loading...
Sejarah Kue Apem: Apa Hubungannya dengan Sunan Gunung Jati?
Sejarah kue apem dan hubungannya dengan Sunan Gunung Jati bukanlah sesuatu yang mengada-ada. Foto/Ilustrasi: pingpoint
A A A
Sejarah kue apem dan hubungannya dengan Sunan Gunung Jati bukanlah sesuatu yang mengada-ada. Khusus di Cirebon Jawa Barat, ada tradisi saban tahun dengan melibatkan kue apem dilakukan sejak zaman Sunan Gunung Jati. Tawurjiyakni tradisi warisan Sunan Gunung Jati yang diperingati setiapbulan Safar, misalnya, selalu melibatkan kue apem.

Warga Cirebon mengklaim kue apem adalah kue khas daerahnya. Hanya saja, hampir di seluruh Jawa bisa didapati kue jenis ini. Di Jawa Timur, pada saat menjelang Ramadhan seperti saat ini nama kue apem akan menjadi buah bibir. Selain menyambut bulan puasa, kue apem seringkali ada mulai dari acara syukuran, hingga kematian.



Laman Wikipedia bahkan menyebut, kue apem berasal dari India. Di India sendiri, kue ini disebut "Appam", hampir mirip penyebutannya di Indonesia.

Kue ini diyakini bermula dari Ki Ageng Gribig, yaitu keturunan Prabu Brawijaya yang kembali dari perjalanan ke tanah suci dengan membawa kue apem. Kue yang kemudian dibagi-bagikan ke masyarakat ini kemudian menjadi budaya dan sesuatu kebiasaan di saat syukuran.

Ada yang bilang kata apem sendiri diyakini berasal dari bahasa Arab yaitu "afuan" atau "afuwwun" yang berarti pengampunan. Orang Jawa menyederhanakan penyebutannya sebagai "Apem" sehingga dalam filosofi Jawa, kue apem merupakan simbol pengampunan atau mohon ampun dari berbagai kesalahan.

Megengan
Masyarakat Jawa Timur mempunyai tradisi megengan dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi ini menjadi tradisi selamatan jelang bulan yang dinanti-nantikan tersebut. Jenis kue khas dalam tradisi megengan ini adalah kue apem. Penganan lainnya yang disajikan adalah pisang raja.

Ada makna di balik dua penganan itu. Kue apem dan pisang raja jika digabungkan akan membentuk payung, yang dimaknai sebagai perlindungan dari segala hambatan ketika menjalankan ibadah puasa.

Ada juga yang berpendapat bahwa kue apem ini sebenarnya adalah ungkapan permintaan maaf secara tidak langsung. Karena kata apem berasal dari kata afum yang artinya adalah meminta maaf dan memberi maaf.

Kegiatan megengan biasa dilakukan di masjid, tapi banyak juga yang menyelenggarakan di rumah. Mereka mengundang kerabat dan tetangga dekatnya untuk berdoa dan santap makan bersama. Menurut ceritanya, tradisi megengan ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat penyebaran agama Islam di Jawa.



Tragedi Karbala
Sementara itu, di Jawa Barat, khususnya Cirebon, kue apem hanya muncul pada tanggal 1 hingga 30 Bulan Safar. Kue Apem bentuknya ada beberapa jenis, ada yang kotak, dan ada yang bentuknya setengah bulat, adapun rasa kue ini adalah tawar, oleh karena itu kue apem biasa dimakan dengan gula merah yang dicairkan sebagai celupannya.

Laman historyofcirebon.id melansir, bentuk kue apem yang terdiri dari dua jenis, yaitu kotak dan bulat menggambarkan jika kue apem diciptakan untuk memperingati syahidnya Husain RA, cucu Nabi Muhamad yang wafat dimutilasi oleh Pendukung Muawiyah sebagai pada Perang di Karbala (Iraq).

Kue berbentuk bulat melambangkan kepala, sementara kue yang berbentuk kotak bermaksud badan adapun yang terpisah dari kepalanya. Adapun gula merah cair yang menyertai kue apem dianggap sebagai darah dari cucu Nabi tersebut.

Pembuatan Apem juga digunakan sebagai ajang saling minta maaf antartetangga, sebab dalam kepercayaan tradisional orang Arab dahulu, bulan Safar adalah bulan bencana, sehingga untuk menolak bala perlu usaha saling maaf memaafkan antar sesama.

Keraton yang ada di Cirebon, baik Kasepuhan, Kanoman, Kaprabonan dan Kacirebonan juga membuat kue apem pada bulan Safar tersebut.

Adapun mengenai kapan pertama kalinya kue apem dibuat di Cirebon tidak ada yang tahu pasti, hanya saja budayawan dan sejarawan Cirebon meyakini jika pembuatan kue Apem di Cirebon sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2609 seconds (0.1#10.140)