Kisah Khalifah Abu al-Abbas: Orang yang Gemar Menumpahkan Darah
loading...
A
A
A
Abu al-Abbas adalah khalifah pertama Dinasti Abbasiyah . Ia berjuluk 'As-Saffah' yang bermakna 'orang yang menumpahkan darah'. "Bersiap-siaplah, sebab aku adalah as-Saffahul Mubih (si penumpah darah yang membolehkan) dan ats-Tsairul Mubir (si pembalas dendam yang mewujudkan tekadnya)," ujar Abu al-Abbas dalam khutbahnya begitu ia dibaiat sebagai khalifah di di Masjid Jami Kufah.
Imam Al Suyuthi dalam "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah" menjelaskan nama lengkapnya, Abdullah Abu al Abbas bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al Abbas.
Dia dilahirkan pada tahun 104 H di Al-Humaimah, sebuah tempat di dekat Al-Baiqa’ (sekarang wilayah Suriah). Adapun ibunya, bernama Raithah Al-Haritsiyah. Abu al Abbas tumbuh dan berkembang di Al-Humaimah, sampai dia dibaiat sebagai Khalifah pertama Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M, di Kufah (Irak).
Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecil dan pertumbuhannya. Tapi menurut riwayat yang dirujuk Imam Al-Suyuthi, Rasulullah SAW sudah pernah meramalkan tentang kehadiran sosok ini.
Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata bahwa awal mula khalifah Bani Abbas adalah saat Rasulullah SAW memberitahukan kepada Abbas, pamannya, bahwa khalifah akan dipegang oleh anak cucunya. Sejak itu Bani Abbas menunggu-nunggu datangnya khalifah tersebut.
Imam Ahmad, di dalam Musnadnya, dan Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Akan muncul penguasa dari kalangan keluargaku pada suatu zaman yang carut-marut dan penuh fitnah. Dia disebut As-Saffah. Dia suka mendermakan harta dalam jumlah banyak.”
Rusydin bin Kuraib menceritakan bahwa Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin al Hanafiyah pergi ke Syam. Dia bertemu dengan Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas lalu berkata:
“Paman, aku punya informasi untukmu. Ku harap engkau memberitahukan hal ini kepada siapa saja. Sesungguhnya, perkara yang diperebutkan manusia (khilafah) akan berada di tangan kalian (Bani Abbas).”
Muhammad berkata, “Aku sudah tahu tentang hal itu. Karena itu, ku harap kalian tidak memberitahukan hal tersebut kepada siapapun.”
Khutbah
Pada tahun 132 H, ketika semua prasyarat sudah terkumpul, Abu al Abbas dilantik sebagai khalifah di Masjid Jami Kufah.
Imam al Suyuthi meriwayatkan isi khutbah khalifah pertama Abbasiyah ini, sebagai berikut:
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Islam sebagai pilihan bagi diri-Nya. Dia agungkan, muliakan, dan pilihkan bagi kita. Dia kukuhkan kita dengannya dan menjadikan kita sebagai pemeluknya. Allah telah menjadikan kita sebagai gua, benteng, dan penyangga, serta tiangnya.”
Berikutnya disebutkannya kemuliaan nasab keluarga-keluarga mereka hingga dia berkata;
“Setelah Allah memanggil Nabi-Nya, para sahabatnya memegang khalifah. Namun, setelah itu Bani Harb dan Bani Marwan menunggangi kekuasaan dengan cara kejam dan zalim. Allah membiarkan kekuasaan itu di tangan mereka untuk beberapa waktu hingga akhirnya mereka membuat Allah murka. Allah lalu membalas kejahatan mereka dengan perantara tangan kami. Allah kembalikan hak kami, agar lewat tangan kamilah Dia selamatkan orang-orang yang dipinggirkan dan dilemahkan di muka bumi. Allah menutup khalifah ini dengan kami sebagaimana Dia membukanya. Tidak ada taufik bagi kami sebagai Ahlul Bait, kecuali dari Allah.”
“Warga Kufah sekalian, kalian adalah pelabuhan cinta kami dan rumah idaman kasih kami. Karena itu, janganlah kalian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan itu, jangan pula kalian tergoda dengan tindakan para pembangkang."
"Sesungguhnya, kalian adalah orang paling bahagia dengan adanya kami di antara kalian. Kalian adalah orang paling mulia di mata kami dan kami telah memberi jaminan pembagian harta seratus persen. Karena itu, bersiap-siaplah, sebab aku adalah as-Saffahul Mubih (si penumpah darah yang membolehkan) dan ats-Tsairul Mubir (si pembalas dendam yang mewujudkan tekadnya).”
Dari sinilah dia kemudian dikenal dengan julukan “As-Saffah” (orang yang menumpahkan darah).”
Imam Al Suyuthi dalam "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah" menjelaskan nama lengkapnya, Abdullah Abu al Abbas bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al Abbas.
Dia dilahirkan pada tahun 104 H di Al-Humaimah, sebuah tempat di dekat Al-Baiqa’ (sekarang wilayah Suriah). Adapun ibunya, bernama Raithah Al-Haritsiyah. Abu al Abbas tumbuh dan berkembang di Al-Humaimah, sampai dia dibaiat sebagai Khalifah pertama Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M, di Kufah (Irak).
Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecil dan pertumbuhannya. Tapi menurut riwayat yang dirujuk Imam Al-Suyuthi, Rasulullah SAW sudah pernah meramalkan tentang kehadiran sosok ini.
Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata bahwa awal mula khalifah Bani Abbas adalah saat Rasulullah SAW memberitahukan kepada Abbas, pamannya, bahwa khalifah akan dipegang oleh anak cucunya. Sejak itu Bani Abbas menunggu-nunggu datangnya khalifah tersebut.
Imam Ahmad, di dalam Musnadnya, dan Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Akan muncul penguasa dari kalangan keluargaku pada suatu zaman yang carut-marut dan penuh fitnah. Dia disebut As-Saffah. Dia suka mendermakan harta dalam jumlah banyak.”
Rusydin bin Kuraib menceritakan bahwa Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin al Hanafiyah pergi ke Syam. Dia bertemu dengan Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas lalu berkata:
“Paman, aku punya informasi untukmu. Ku harap engkau memberitahukan hal ini kepada siapa saja. Sesungguhnya, perkara yang diperebutkan manusia (khilafah) akan berada di tangan kalian (Bani Abbas).”
Muhammad berkata, “Aku sudah tahu tentang hal itu. Karena itu, ku harap kalian tidak memberitahukan hal tersebut kepada siapapun.”
Khutbah
Pada tahun 132 H, ketika semua prasyarat sudah terkumpul, Abu al Abbas dilantik sebagai khalifah di Masjid Jami Kufah.
Imam al Suyuthi meriwayatkan isi khutbah khalifah pertama Abbasiyah ini, sebagai berikut:
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Islam sebagai pilihan bagi diri-Nya. Dia agungkan, muliakan, dan pilihkan bagi kita. Dia kukuhkan kita dengannya dan menjadikan kita sebagai pemeluknya. Allah telah menjadikan kita sebagai gua, benteng, dan penyangga, serta tiangnya.”
Berikutnya disebutkannya kemuliaan nasab keluarga-keluarga mereka hingga dia berkata;
“Setelah Allah memanggil Nabi-Nya, para sahabatnya memegang khalifah. Namun, setelah itu Bani Harb dan Bani Marwan menunggangi kekuasaan dengan cara kejam dan zalim. Allah membiarkan kekuasaan itu di tangan mereka untuk beberapa waktu hingga akhirnya mereka membuat Allah murka. Allah lalu membalas kejahatan mereka dengan perantara tangan kami. Allah kembalikan hak kami, agar lewat tangan kamilah Dia selamatkan orang-orang yang dipinggirkan dan dilemahkan di muka bumi. Allah menutup khalifah ini dengan kami sebagaimana Dia membukanya. Tidak ada taufik bagi kami sebagai Ahlul Bait, kecuali dari Allah.”
“Warga Kufah sekalian, kalian adalah pelabuhan cinta kami dan rumah idaman kasih kami. Karena itu, janganlah kalian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan itu, jangan pula kalian tergoda dengan tindakan para pembangkang."
"Sesungguhnya, kalian adalah orang paling bahagia dengan adanya kami di antara kalian. Kalian adalah orang paling mulia di mata kami dan kami telah memberi jaminan pembagian harta seratus persen. Karena itu, bersiap-siaplah, sebab aku adalah as-Saffahul Mubih (si penumpah darah yang membolehkan) dan ats-Tsairul Mubir (si pembalas dendam yang mewujudkan tekadnya).”
Dari sinilah dia kemudian dikenal dengan julukan “As-Saffah” (orang yang menumpahkan darah).”