Kisah Khalifah Abu al-Abbas: Orang yang Gemar Menumpahkan Darah

Rabu, 30 Maret 2022 - 16:00 WIB
loading...
A A A
Setelah menyampaikan pidato dan janji politiknya di hadapan masyarakat Kufah, Abu al Abbas segera beristirahat di istana gubernur Kufah. Kemudian saudaranya, Abu Ja’far, ditunjuk untuk mewakilinya mengambil sumpah dari masyarakat hingga larut malam.

Segera setelah selesai dilantik, Abu al Abbas As-Saffah langsung menunjuk anggota keluarganya menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Dia lalu memilih beberapa jenderal yang ditugaskan untuk menaklukkan dan menguasai sejumlah wilayah, mulai dari Mesir, Irak, Suriah, Hijaz, dan semua wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Adapun Abu Muslim al Khurasani, ditetapkan sebagai gubernur Khurasan, sekaligus penasehat utama Abu al Abbas As Shaffah.

Pemberontakan
Imam Suyuthi mengutip Adz-Dzahabi berkata, “Dengan munculnya Daulah Abbasiyah, kaum Muslimin terpecah-belah dan banyak yang berontak. Pemberontakan menyebar dari Tahar, Thibnah, Sudan, dan kerajaan-kerajaan kecil di Andalusia. Negeri-negeri itu kemudian memisahkan diri dari khilafah.”

Terkait dengan sejumlah pemberontakan ini, As-Saffah dan para jenderalnya merespon dengan cara kekerasan yang sama dengan yang mereka lakukan pada anak keturunan Umayyah.

Sebagaimana di kisahkan oleh al Maududi, ketika terjadi pemberontakan di Kota Musil, As-Saffah segera memerintakan saudaranya yang bernama Yahya untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya kemudian mengumumkan di kalangan rakyat, “Barang siapa yang memasuki Masjid Jami, maka akan dijamin keamanannya.”

Mendengar ini, beribu-ribu orang secara berduyun-duyun memasuki masjid. Kemudian Yahya memerintahkan anak buahnya agar menutup pintu masjid, lalu dihabisilah semua orang yang datang mencari perlindungan tersebut.

Tak kurang dari 11.000 orang yang tewas dalam peristiwa tersebut. Di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang suami-suaminya terbunuh hari itu, lalu dia pun memerintahkan pembunuhan atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari kota Musil digenangi oleh darah penduduknya.



Dermawan
Meski terkenal mudah menumpahkan darah, As-Saffah memiliki sifat baik yang cukup terkenal. Salah satunya adalah sifat kedermawannya. Ash-Shuli mengatakan bahwa As-Saffah adalah seorang dermawan. Tak pernah dia menunda apa yang telah dijanjikannya dan tak pernah dia bangkit dari duduknya sebelum memberikan apa yang dijanjikannya.

Abdullah bin Hasan Marrah pernah berkata kepadanya, “Aku pernah mendengar jumlah sejuta dirham, tapi belum pernah melihatnya sama sekali.” As-Saffah lantas memerintahkan seseorang untuk mengambil uang sejumlah itu lalu dihamparkannya di hadapan Abdullah bin Hasan dan disuruh membawa pulang ke rumahnya.

Demikian itu beberapa sisi lain As Saffah. Menurut Imam al-Suyuthi, As-Saffah adalah sosok yang dermawan, meskipun mudah menumpahkan darah. Sayangnya, perilaku ini banyak diikuti oleh pejabat-pejabatnya di Timur maupun Barat.

As-Saffah wafat pada tahun 136 H, akibat penyakit cacar yang dideritanya. Dia memerintah sebagai khalifah selama empat tahun. Pada masa ini, pusat kekuasaan Dinasti Abbasiyah terletak di Ambar.

Sebelum wafatnya, As-Saffah mengangkat saudaranya, Abdullah Abu Ja’far sebagai putra mahkota, serta mewasiatkan bahwa khalifah setelah Abu Ja’far akan diduduki oleh paman mereka yang bernama Isa bin Musa. Abdullah Abu Ja’far bin Muhammad kelak dikenal dengan julukan “al Manshur”.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2435 seconds (0.1#10.140)