Kisah Khalifah Abu al-Abbas: Orang yang Gemar Menumpahkan Darah

Rabu, 30 Maret 2022 - 16:00 WIB
loading...
Kisah Khalifah Abu al-Abbas:...
Abu al-Abbas adalah khalifah pertama Dinasti Abbasiyah. Ia berjuluk As-Saffah yang bermakna orang yang menumpahkan darah.. Foto/ilusttrasi: Ist
A A A
Abu al-Abbas adalah khalifah pertama Dinasti Abbasiyah . Ia berjuluk 'As-Saffah' yang bermakna 'orang yang menumpahkan darah'. "Bersiap-siaplah, sebab aku adalah as-Saffahul Mubih (si penumpah darah yang membolehkan) dan ats-Tsairul Mubir (si pembalas dendam yang mewujudkan tekadnya)," ujar Abu al-Abbas dalam khutbahnya begitu ia dibaiat sebagai khalifah di di Masjid Jami Kufah.



Imam Al Suyuthi dalam "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah" menjelaskan nama lengkapnya, Abdullah Abu al Abbas bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al Abbas.

Dia dilahirkan pada tahun 104 H di Al-Humaimah, sebuah tempat di dekat Al-Baiqa’ (sekarang wilayah Suriah). Adapun ibunya, bernama Raithah Al-Haritsiyah. Abu al Abbas tumbuh dan berkembang di Al-Humaimah, sampai dia dibaiat sebagai Khalifah pertama Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M, di Kufah (Irak).

Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecil dan pertumbuhannya. Tapi menurut riwayat yang dirujuk Imam Al-Suyuthi, Rasulullah SAW sudah pernah meramalkan tentang kehadiran sosok ini.

Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata bahwa awal mula khalifah Bani Abbas adalah saat Rasulullah SAW memberitahukan kepada Abbas, pamannya, bahwa khalifah akan dipegang oleh anak cucunya. Sejak itu Bani Abbas menunggu-nunggu datangnya khalifah tersebut.

Imam Ahmad, di dalam Musnadnya, dan Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Akan muncul penguasa dari kalangan keluargaku pada suatu zaman yang carut-marut dan penuh fitnah. Dia disebut As-Saffah. Dia suka mendermakan harta dalam jumlah banyak.”



Rusydin bin Kuraib menceritakan bahwa Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin al Hanafiyah pergi ke Syam. Dia bertemu dengan Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas lalu berkata:

“Paman, aku punya informasi untukmu. Ku harap engkau memberitahukan hal ini kepada siapa saja. Sesungguhnya, perkara yang diperebutkan manusia (khilafah) akan berada di tangan kalian (Bani Abbas).”

Muhammad berkata, “Aku sudah tahu tentang hal itu. Karena itu, ku harap kalian tidak memberitahukan hal tersebut kepada siapapun.”

Khutbah
Pada tahun 132 H, ketika semua prasyarat sudah terkumpul, Abu al Abbas dilantik sebagai khalifah di Masjid Jami Kufah.

Imam al Suyuthi meriwayatkan isi khutbah khalifah pertama Abbasiyah ini, sebagai berikut:

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Islam sebagai pilihan bagi diri-Nya. Dia agungkan, muliakan, dan pilihkan bagi kita. Dia kukuhkan kita dengannya dan menjadikan kita sebagai pemeluknya. Allah telah menjadikan kita sebagai gua, benteng, dan penyangga, serta tiangnya.”

Berikutnya disebutkannya kemuliaan nasab keluarga-keluarga mereka hingga dia berkata;

“Setelah Allah memanggil Nabi-Nya, para sahabatnya memegang khalifah. Namun, setelah itu Bani Harb dan Bani Marwan menunggangi kekuasaan dengan cara kejam dan zalim. Allah membiarkan kekuasaan itu di tangan mereka untuk beberapa waktu hingga akhirnya mereka membuat Allah murka. Allah lalu membalas kejahatan mereka dengan perantara tangan kami. Allah kembalikan hak kami, agar lewat tangan kamilah Dia selamatkan orang-orang yang dipinggirkan dan dilemahkan di muka bumi. Allah menutup khalifah ini dengan kami sebagaimana Dia membukanya. Tidak ada taufik bagi kami sebagai Ahlul Bait, kecuali dari Allah.”

“Warga Kufah sekalian, kalian adalah pelabuhan cinta kami dan rumah idaman kasih kami. Karena itu, janganlah kalian melakukan hal-hal yang bertentangan dengan itu, jangan pula kalian tergoda dengan tindakan para pembangkang."

"Sesungguhnya, kalian adalah orang paling bahagia dengan adanya kami di antara kalian. Kalian adalah orang paling mulia di mata kami dan kami telah memberi jaminan pembagian harta seratus persen. Karena itu, bersiap-siaplah, sebab aku adalah as-Saffahul Mubih (si penumpah darah yang membolehkan) dan ats-Tsairul Mubir (si pembalas dendam yang mewujudkan tekadnya).”

Dari sinilah dia kemudian dikenal dengan julukan “As-Saffah” (orang yang menumpahkan darah).”



Setelah menyampaikan pidato dan janji politiknya di hadapan masyarakat Kufah, Abu al Abbas segera beristirahat di istana gubernur Kufah. Kemudian saudaranya, Abu Ja’far, ditunjuk untuk mewakilinya mengambil sumpah dari masyarakat hingga larut malam.

Segera setelah selesai dilantik, Abu al Abbas As-Saffah langsung menunjuk anggota keluarganya menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Dia lalu memilih beberapa jenderal yang ditugaskan untuk menaklukkan dan menguasai sejumlah wilayah, mulai dari Mesir, Irak, Suriah, Hijaz, dan semua wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Adapun Abu Muslim al Khurasani, ditetapkan sebagai gubernur Khurasan, sekaligus penasehat utama Abu al Abbas As Shaffah.

Pemberontakan
Imam Suyuthi mengutip Adz-Dzahabi berkata, “Dengan munculnya Daulah Abbasiyah, kaum Muslimin terpecah-belah dan banyak yang berontak. Pemberontakan menyebar dari Tahar, Thibnah, Sudan, dan kerajaan-kerajaan kecil di Andalusia. Negeri-negeri itu kemudian memisahkan diri dari khilafah.”

Terkait dengan sejumlah pemberontakan ini, As-Saffah dan para jenderalnya merespon dengan cara kekerasan yang sama dengan yang mereka lakukan pada anak keturunan Umayyah.

Sebagaimana di kisahkan oleh al Maududi, ketika terjadi pemberontakan di Kota Musil, As-Saffah segera memerintakan saudaranya yang bernama Yahya untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya kemudian mengumumkan di kalangan rakyat, “Barang siapa yang memasuki Masjid Jami, maka akan dijamin keamanannya.”

Mendengar ini, beribu-ribu orang secara berduyun-duyun memasuki masjid. Kemudian Yahya memerintahkan anak buahnya agar menutup pintu masjid, lalu dihabisilah semua orang yang datang mencari perlindungan tersebut.

Tak kurang dari 11.000 orang yang tewas dalam peristiwa tersebut. Di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang suami-suaminya terbunuh hari itu, lalu dia pun memerintahkan pembunuhan atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari kota Musil digenangi oleh darah penduduknya.



Dermawan
Meski terkenal mudah menumpahkan darah, As-Saffah memiliki sifat baik yang cukup terkenal. Salah satunya adalah sifat kedermawannya. Ash-Shuli mengatakan bahwa As-Saffah adalah seorang dermawan. Tak pernah dia menunda apa yang telah dijanjikannya dan tak pernah dia bangkit dari duduknya sebelum memberikan apa yang dijanjikannya.

Abdullah bin Hasan Marrah pernah berkata kepadanya, “Aku pernah mendengar jumlah sejuta dirham, tapi belum pernah melihatnya sama sekali.” As-Saffah lantas memerintahkan seseorang untuk mengambil uang sejumlah itu lalu dihamparkannya di hadapan Abdullah bin Hasan dan disuruh membawa pulang ke rumahnya.

Demikian itu beberapa sisi lain As Saffah. Menurut Imam al-Suyuthi, As-Saffah adalah sosok yang dermawan, meskipun mudah menumpahkan darah. Sayangnya, perilaku ini banyak diikuti oleh pejabat-pejabatnya di Timur maupun Barat.

As-Saffah wafat pada tahun 136 H, akibat penyakit cacar yang dideritanya. Dia memerintah sebagai khalifah selama empat tahun. Pada masa ini, pusat kekuasaan Dinasti Abbasiyah terletak di Ambar.

Sebelum wafatnya, As-Saffah mengangkat saudaranya, Abdullah Abu Ja’far sebagai putra mahkota, serta mewasiatkan bahwa khalifah setelah Abu Ja’far akan diduduki oleh paman mereka yang bernama Isa bin Musa. Abdullah Abu Ja’far bin Muhammad kelak dikenal dengan julukan “al Manshur”.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1637 seconds (0.1#10.140)