Amru bin Jumuh: Si Pincang yang Syahid di Perang Uhud
loading...
A
A
A
Amru bin Jumuh adalah sahabat Nabi Muhammad SAW . Dia salah satu sahabat yang dijamin Rasulullah SAW masuk surga. Kaki Amru pincang. Meski kondisi fisiknya tidak sempurna, ia memiliki keberanian dan tekad yang kuat untuk mendapatkan syahid. Sehingga, Allah pun memuliakannya dengan syahid itu.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya berjudul "Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2" menyebut Amr bin al-Jamuh adalah seorang pemuka Bani Salamah yang disegani. Ia salah seorang pemimpin Yatsrib pada masa jahiliyah.
Sebelum masuk Islam, Amru menyembah berhala Manat. Manat ini merupakan patung yang terbuat dari kayu yang indah dan mahal harganya. Hampir setiap hari patung itu dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian khusus dan mahal.
Doa Ingin Syahid
"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargaku, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."
Doa itu keluar dari mulut Amru bin Jumuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang.
Di dalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang." ( QS Al-Fath : 17)
Karena kepincangannya itu maka Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum muslimin lainnya untuk berperang.
Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi SAW."
Namun Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?"
Meski Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu Amru kemudian menghadap Rasulullah SAW dan berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini."
"Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu," kata Nabi mengingatkan.
"Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana," kata Amru tetap berkeras.
Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya."
Dengan terpincang-pincang Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka”.
Doa Terkabul
Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah Sayyidah Aisyah . Di tengah perjalanan pulang itu Sayyidah Aisyah melihat Hindun, istri Amru bin Jumuh, sedang menuntun unta ke arah Madinah. Aisyah bertanya: "Bagaiman beritanya?"
"Baik-baik, Rasulullah selamat. Musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan," jawab Hindun.
"Mayat siapakah di atas unta itu?"
"Saudaraku, anakku dan suamiku."
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya berjudul "Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2" menyebut Amr bin al-Jamuh adalah seorang pemuka Bani Salamah yang disegani. Ia salah seorang pemimpin Yatsrib pada masa jahiliyah.
Sebelum masuk Islam, Amru menyembah berhala Manat. Manat ini merupakan patung yang terbuat dari kayu yang indah dan mahal harganya. Hampir setiap hari patung itu dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian khusus dan mahal.
Doa Ingin Syahid
"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargaku, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."
Doa itu keluar dari mulut Amru bin Jumuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang.
Di dalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang." ( QS Al-Fath : 17)
Karena kepincangannya itu maka Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum muslimin lainnya untuk berperang.
Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi SAW."
Namun Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?"
Meski Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu Amru kemudian menghadap Rasulullah SAW dan berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini."
"Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu," kata Nabi mengingatkan.
"Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana," kata Amru tetap berkeras.
Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya."
Dengan terpincang-pincang Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka”.
Doa Terkabul
Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah Sayyidah Aisyah . Di tengah perjalanan pulang itu Sayyidah Aisyah melihat Hindun, istri Amru bin Jumuh, sedang menuntun unta ke arah Madinah. Aisyah bertanya: "Bagaiman beritanya?"
"Baik-baik, Rasulullah selamat. Musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan," jawab Hindun.
"Mayat siapakah di atas unta itu?"
"Saudaraku, anakku dan suamiku."