Kisah Khalifah Al-Mahdi Membangun Konspirasi Penggulingan Putra Mahkota Isa Bin Musa
loading...
A
A
A
Amnesti Umum
Menurut catatan beberapa sejarawan, Al-Mahdi tergolong lebih bijak dibandingkan pendahulunya dalam mengelola pemerintahan. Sebagaimana yang diriwayatkan Tabari, bahwa hal pertama yang dilakukan oleh Al-Mahdi di tahun pertamanya memerintah adalah membebaskan semua tahanan dan tawanan yang dipenjara Al-Mashur.
Amnesti umum ini tidak menyangkut orang-orang yang terbukti menumpahkan darah, koruptor dan orang-orang yang masih memiliki sangkutan/sengketa dengan orang lain.
Beberapa yang dibebaskan dalam amnesti umum ini adalah kelompok yang dulunya mendukung pemberontakan Muhammad dan Ibrahim. Mereka berdua adalah anak keturunan Hasan bin Ali bin Abu Thalib.
Di antara mereka yang dibebaskan adalah Ya’qub bin Dawud dan putra dari Ibrahim, yaitu Hasan bin Ibrahim bin Abdallah bin Hasan bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Menurut Akbar Shah Najeebabadi dalam buku berjudul "The History Of Islam" setelah dibebaskan, kedua orang ini (Ya’qub dan Hasan) menjalin hubungan yang dekat dengan Al-Mahdi. Lama kelamaan, keduanya mendapat kepercayaan dan mendapat jabatan di dalam pemerintahan.
Awalnya, proses kedekatan mereka berlangsung sangat alamiah. Namun seiring berjalannya waktu, persahabatan ini ternyata memiliki dampak politik yang sangat signifikan. Di mana para pendukung keluarga Ali bin Abi Thalib yang tadinya menjadi oposisi Dinasti Abbasiyah, secara perlahan sebagian besarnya bergabung dan mengendorkan determinasinya.
Penggulingan Putra Mahkota
Sayangnya, dalam perjalanannya, Al-Mahdi membuat keputusan kontroversial dengan, lagi-lagi, menyingkirkan Isa bin Musa dari kedudukan sebagai putra mahkota.
Awalnya berita ini hanya berupa desas desus. Tapi kemudian datanglah surat dari khalifah yang memintanya untuk datang ke Baghdad menghadap khalifah. Mengetahui maksud dari pertemuan tersebut, Isa bin Musa hanya diam, dan tidak menggubris perintah khalifah. Lalu tiba lagi surat panggilan berikutnya, tapi Isa bin Musa tetap merespon dingin. Hingga kemudian diutuslah salah satu tokoh terkemukan Bani Abbas yang juga paman Al-Mahdi, Abbas bin Muhammad, kepada Isa bin Musa.
Dia mendatangi Isa sambil membawa surat dari khalifah yang isinya membujuk agar Isa bersedia datang ke Baghdad. Tapi lagi-lagi Isa bersikeras menolak. Tapi kali ini dia bersedia menulis surat balasan kepada khalifah yang isinya dia tidak bersedia datang karena satu dan lain alasan.
Mendapat surat tanggapan dari Isa bin Musa, Al-Mahdi tampaknya geram. Dia lalu memerintahkan pada komandan pasukan bernama Muhammad bin Farrukh Abu Hurayrah, untuk membawa paksa Isa bin Musa.
Tidak main-main, Muhammad bin Farrukh membawa serta bersamanya ribuan pasukan bersenjata lengkap, layaknya sebuah ekspedisi perang. Sesampainya di pemukiman Isa bin Musa, mereka membunyikan genderang, sebagai tanda ancaman bahwa mereka akan menyerang.
Mendengar suara gaduh ini, Isa bin Musa ketakutan, dan para pengawalnya pun tidak bisa berbuat apa-apa. Muhammad bin Farrukh segera masuk ke rumah Isa bin Musa dan memerintahkannya berkemas untuk menghadap khalifah. Namun dia masih beralasan, bahwa saat itu dia sedang sakit. Tapi alasan ini tidak diterima oleh Muhammad bin Farrukh. Dia lalu membawa paksa Isa bin Musa ke Baghdad.
Isa bin Musa tiba di Baghdad bersama Muhammad bin Farrukh Abu Hurayrah pada awal tahun 160 H. Di sinilah drama penggulingan putra mahkota ini di mulai. Mulanya, dia diterima baik oleh Al-Mahdi layaknya sahabat dan keluarga. Demikian juga dengan keluarga dan pejabat-pejabat Al-Mahdi mereka memperlakukan Isa bin Musa layaknya seorang putra mahkota.
Selama beberapa hari, dia bisa keluar masuk melalui pintu khusus yang membuatnya leluasan bertemu dengan khalifah. Intinya, tidak ada satupun masalah yang sebelum ini dikhawatirkannya akan terjadi.
Kemudian suatu hari, Isa bin Musa menghadiri sebuah acara yang di dalamnya ada sejumlah kompok atau partai pendukung kaum Abbasiyah. Tiba-tiba para ketua kelompok di tempat itu menyerang dan menghinanya dengan kebencian yang amat dalam.
Al-Mahdi yang mengetahui hal ini, sebenarnya tidak menyetujui perbuatan mereka. Tapi dia diam saja, dan tidak menghalangi perbuatan mereka pada Isa bin Musa. Hal ini membuat kelompok-kelompok tersebut kian berani mengintensifkan serangannya pada Isa bin Musa. Kondisi ini dibiarkan terjadi selama beberapa hari. Hingga akhirnya, tokoh-tokoh senior Bani Abbas menyarankan agar mereka yang bertikai membawa masalah ini ke hadapan khalifah. Maka digelarlah pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut, para pimpinan kelompok terus menunjukkan permusuhannya pada Isa bin Musa dan menolak untuk mengakuinya sebagai putra mahkota. Melihat situasi ini, Al-Mahdi menilai bahwa mereka harus diberikan jalan keluar.
Lalu dia mengusulkan, untuk mengganti Isa bin Musa dari posisi putra mahkota dan menawarkan putranya yang bernama Musa sebagai putra mahkota. Usulan khalifah ini ternyata langsung disetujui oleh majelis tersebut, kecuali Isa bin Musa yang baru menyadari tentang drama yang berlangsung ini. Tapi dia sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa.
Menurut catatan beberapa sejarawan, Al-Mahdi tergolong lebih bijak dibandingkan pendahulunya dalam mengelola pemerintahan. Sebagaimana yang diriwayatkan Tabari, bahwa hal pertama yang dilakukan oleh Al-Mahdi di tahun pertamanya memerintah adalah membebaskan semua tahanan dan tawanan yang dipenjara Al-Mashur.
Amnesti umum ini tidak menyangkut orang-orang yang terbukti menumpahkan darah, koruptor dan orang-orang yang masih memiliki sangkutan/sengketa dengan orang lain.
Beberapa yang dibebaskan dalam amnesti umum ini adalah kelompok yang dulunya mendukung pemberontakan Muhammad dan Ibrahim. Mereka berdua adalah anak keturunan Hasan bin Ali bin Abu Thalib.
Di antara mereka yang dibebaskan adalah Ya’qub bin Dawud dan putra dari Ibrahim, yaitu Hasan bin Ibrahim bin Abdallah bin Hasan bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Menurut Akbar Shah Najeebabadi dalam buku berjudul "The History Of Islam" setelah dibebaskan, kedua orang ini (Ya’qub dan Hasan) menjalin hubungan yang dekat dengan Al-Mahdi. Lama kelamaan, keduanya mendapat kepercayaan dan mendapat jabatan di dalam pemerintahan.
Awalnya, proses kedekatan mereka berlangsung sangat alamiah. Namun seiring berjalannya waktu, persahabatan ini ternyata memiliki dampak politik yang sangat signifikan. Di mana para pendukung keluarga Ali bin Abi Thalib yang tadinya menjadi oposisi Dinasti Abbasiyah, secara perlahan sebagian besarnya bergabung dan mengendorkan determinasinya.
Penggulingan Putra Mahkota
Sayangnya, dalam perjalanannya, Al-Mahdi membuat keputusan kontroversial dengan, lagi-lagi, menyingkirkan Isa bin Musa dari kedudukan sebagai putra mahkota.
Awalnya berita ini hanya berupa desas desus. Tapi kemudian datanglah surat dari khalifah yang memintanya untuk datang ke Baghdad menghadap khalifah. Mengetahui maksud dari pertemuan tersebut, Isa bin Musa hanya diam, dan tidak menggubris perintah khalifah. Lalu tiba lagi surat panggilan berikutnya, tapi Isa bin Musa tetap merespon dingin. Hingga kemudian diutuslah salah satu tokoh terkemukan Bani Abbas yang juga paman Al-Mahdi, Abbas bin Muhammad, kepada Isa bin Musa.
Dia mendatangi Isa sambil membawa surat dari khalifah yang isinya membujuk agar Isa bersedia datang ke Baghdad. Tapi lagi-lagi Isa bersikeras menolak. Tapi kali ini dia bersedia menulis surat balasan kepada khalifah yang isinya dia tidak bersedia datang karena satu dan lain alasan.
Mendapat surat tanggapan dari Isa bin Musa, Al-Mahdi tampaknya geram. Dia lalu memerintahkan pada komandan pasukan bernama Muhammad bin Farrukh Abu Hurayrah, untuk membawa paksa Isa bin Musa.
Tidak main-main, Muhammad bin Farrukh membawa serta bersamanya ribuan pasukan bersenjata lengkap, layaknya sebuah ekspedisi perang. Sesampainya di pemukiman Isa bin Musa, mereka membunyikan genderang, sebagai tanda ancaman bahwa mereka akan menyerang.
Mendengar suara gaduh ini, Isa bin Musa ketakutan, dan para pengawalnya pun tidak bisa berbuat apa-apa. Muhammad bin Farrukh segera masuk ke rumah Isa bin Musa dan memerintahkannya berkemas untuk menghadap khalifah. Namun dia masih beralasan, bahwa saat itu dia sedang sakit. Tapi alasan ini tidak diterima oleh Muhammad bin Farrukh. Dia lalu membawa paksa Isa bin Musa ke Baghdad.
Isa bin Musa tiba di Baghdad bersama Muhammad bin Farrukh Abu Hurayrah pada awal tahun 160 H. Di sinilah drama penggulingan putra mahkota ini di mulai. Mulanya, dia diterima baik oleh Al-Mahdi layaknya sahabat dan keluarga. Demikian juga dengan keluarga dan pejabat-pejabat Al-Mahdi mereka memperlakukan Isa bin Musa layaknya seorang putra mahkota.
Selama beberapa hari, dia bisa keluar masuk melalui pintu khusus yang membuatnya leluasan bertemu dengan khalifah. Intinya, tidak ada satupun masalah yang sebelum ini dikhawatirkannya akan terjadi.
Kemudian suatu hari, Isa bin Musa menghadiri sebuah acara yang di dalamnya ada sejumlah kompok atau partai pendukung kaum Abbasiyah. Tiba-tiba para ketua kelompok di tempat itu menyerang dan menghinanya dengan kebencian yang amat dalam.
Al-Mahdi yang mengetahui hal ini, sebenarnya tidak menyetujui perbuatan mereka. Tapi dia diam saja, dan tidak menghalangi perbuatan mereka pada Isa bin Musa. Hal ini membuat kelompok-kelompok tersebut kian berani mengintensifkan serangannya pada Isa bin Musa. Kondisi ini dibiarkan terjadi selama beberapa hari. Hingga akhirnya, tokoh-tokoh senior Bani Abbas menyarankan agar mereka yang bertikai membawa masalah ini ke hadapan khalifah. Maka digelarlah pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut, para pimpinan kelompok terus menunjukkan permusuhannya pada Isa bin Musa dan menolak untuk mengakuinya sebagai putra mahkota. Melihat situasi ini, Al-Mahdi menilai bahwa mereka harus diberikan jalan keluar.
Lalu dia mengusulkan, untuk mengganti Isa bin Musa dari posisi putra mahkota dan menawarkan putranya yang bernama Musa sebagai putra mahkota. Usulan khalifah ini ternyata langsung disetujui oleh majelis tersebut, kecuali Isa bin Musa yang baru menyadari tentang drama yang berlangsung ini. Tapi dia sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa.