Kisah Kedermawanan Khalifah Harun Al-Rasyid, Membagi-bagi Uang di Mekkah dan Madinah
loading...
A
A
A
Yusuf kemudian berpidato di hadapan para komandan militer Abbasiyah, yang intinya mengabarkan bahwa Musa Al-Hadi sudah meninggal semalam. Tapi sebelum kematiannya, dia sudah berwasiat, sebagaimana juga wasiat ayahnya, bahwa Harun Al-Rasyid yang berhak menggantikannya. Dengan demikian, Harun sudah dilantik, dan sudah resmi menjadi khalifah yang baru hari ini.
Berdasarkan perintah khalifah Harun Al-Rasyid, pada pagi ini juga perbendaharaan negara dibuka lebar. Semua gaji prajurit yang sudah beberapa bulan belum dibayar Musa Al-Hadi, akan langsung dibayar kontan. Plus, gaji tambahan juga diberikan secara cuma-cuma kepada prajurit dalam jumlah cukup besar, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan sanak keluarga mereka semua selama sebulan.
Di akhir pidatonya, Yusuf bin Al-Qasim meminta agar semua prajurit menetapkan kesetiaannya pada khalifah yang baru. Karena Harun sudah berjanji, jika imperium Abbasiyah menguat dan harta kekayaan negara meningkat di bahwa pemerintahannya, maka kesejahteraan prajurit akan diprioritaskan.
Mendengar pengumuman ini, tak ayal arus dukungan pun langsung menguat ke Harun Al-Rasyid. Para prajurit seperti lupa bahwa pada malam yang sama Al-Hadi baru saja meninggal dunia. Tapi mereka tersengat oleh pidato Yusuf bin Al-Qasim, dan larut dalam euforia kegembiraan menyambut datangnya khalifah baru.
Para aktor politik yang dulunya berposisi dipihak Al-Hadi langsung diam seribu bahasa. Dalam waktu yang demikian singkat, Harun Al-Rasyid langsung meraup simpati dan legitimasi untuk menjabat sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah.
Pesaing Politik
Setelah memastikan legitmasinya sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun Al-Rasyid segera menundukkan semua pesaing politiknya. Seperti Ja’far bin Al-Hadi yang sebelumnya ingin dinobatkan sebagai putra mahkota menggantikan Harun.
Dia mengutus Huzaymah bin Khazim at-Tamimi mendatangi Ja’far bersama lima ribu pasukan. Di hadapan Ja’far, Huzaymah mengancam akan memenggal kepala Ja’far bila tidak segera memberikan baiatnya pada Harun Al-Rasyid. Ja’far pun tidak punya pilihan, selain membaiat pamannya.
Setelah selesai dengan urusan legitimasinya, Harun kemudian langsung bekerja merestrukturisasi negara secara keseluruhan. Hampir semuanya dia susun ulang agar kompatibel dengan keinginannya.
Batas-batas provinsi, kembali diatur ulang dan dibuat lebih tegas teritorinya. Kemudian dia juga membentuk provinsi-provinsi baru, dan juga membagi-bagi kawasan berdasarkan karakternya secara detail. Secara umum, bisa dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Harun inilah Abbasiyah benar-benar beroperasi sebagai negara secara utuh.
Terkait masalah politik, Harun memiliki kelenturan seperti ayahnya, Al-Mahdi. Dia mengganti para gubernur yang dirasa kurang cocok dan bermasalah secara politik. Seperti Umar bin Abdul Aziz, Gubernur Madinah yang pada masa Al-Hadi melakukan pembantaian terhadap anak keturunan Ali bin Abi Thalib, oleh Harun disingkirkan, dan diganti dengan sosok bernama Ishaq bin Sulaiman.
Setelah itu dia berusaha kembali merangkul seluruh Bani Hasyim, dengan membagikan kas negara secara merata ke semua pihak yang berhak. Dia juga mengeluarkan kebijakan mengampuni semua orang yang diusir atau yang hidup di pengasingan, dan mengizinkan mereka kembali dengan aman – kecuali orang-orang yang sudah dinyatakan murtad dan zindiq.
Umumnya, mereka yang terusir dan terasing ini adalah para pendukung keturunan Ali bin Abi Thalib yang selama masa pemerintahan sebelumnya diburu dan kejar-kejar.
Dalam hal pemerintahan, Harun juga merangkul banyak orang-orang Persia ke dalam struktur pemerintahannya. Sebagian pendapat mengatakan bahwa kebijakan ini lahir karena wazirnya, Yahya bin Khalid, berasal dari Persia. Tapi bila ditinjau lebih jauh, kebijakan ini memang lebih baik secara politis. Mengingat Baghdad sendiri memang terletak di Persia, dan prajurit-prajurit andalan Bani Abbas umumnya banyak orang Persia.
Selain Yahya bin Khalid, satu orang lagi yang oleh Harun diberikan porsi kekuasaan sangat besar adalah ibunya, Khaizuran. Bila di era Al-Hadi, Khaizuran dibelenggu secara politik, maka di era Harun Al-Rasyid, ibunya dibebaskan untuk berkecimpung dalam masalah politik sebagaimana dulu di era Al-Mahdi. Sebagaimana kemudian terjadi, baik Yahya maupun ibunya memang memberikan dampak positif bagi Harun Al-Rasyid.
Keduanya adalah orang-orang berpengalaman dalam politik dan urusan pemerintahan ketika era Al-Mahdi. Mereka berdua inilah pendukung paling setia Harun Al-Rasyid, sekaligus tempat khalifah berdiskusi dan meminta nasihat.
Gubernur-gubernur yang ditunjuk oleh Harun Al-Rasyid umumnya adalah orang yang direkomendasikan oleh Yahya. Dan beberapa kebijakan yang dikeluarkan Harun di awal masa pemerintahannya, umumnya hasil konsultasi dari kedua penasihatnya ini. Maka tidak mengherankan, di usianya yang masih 22 tahun, Harun sudah memancarkan kebijaksanaan layaknya raja yang sudah matang.
Di samping itu, salah satu kelebihan Harun Al-Rasyid juga sangat terkenal adalah kedermawanannya. Imam As-Suyuthi dalam "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah" mengutip Nafthawaih berkata: ”Al-Rasyid banyak mengikuti perilaku kakeknya, Al-Manshur, kecuali dalam hal kekikiran. Sungguh tak pernah ada seorang khalifah yang setara dengannya dalam hal kedermawanan…” Di samping itu dia juga suka dipuji. Kalau ada yang memujinya, dia akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar.
Berdasarkan perintah khalifah Harun Al-Rasyid, pada pagi ini juga perbendaharaan negara dibuka lebar. Semua gaji prajurit yang sudah beberapa bulan belum dibayar Musa Al-Hadi, akan langsung dibayar kontan. Plus, gaji tambahan juga diberikan secara cuma-cuma kepada prajurit dalam jumlah cukup besar, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan sanak keluarga mereka semua selama sebulan.
Di akhir pidatonya, Yusuf bin Al-Qasim meminta agar semua prajurit menetapkan kesetiaannya pada khalifah yang baru. Karena Harun sudah berjanji, jika imperium Abbasiyah menguat dan harta kekayaan negara meningkat di bahwa pemerintahannya, maka kesejahteraan prajurit akan diprioritaskan.
Mendengar pengumuman ini, tak ayal arus dukungan pun langsung menguat ke Harun Al-Rasyid. Para prajurit seperti lupa bahwa pada malam yang sama Al-Hadi baru saja meninggal dunia. Tapi mereka tersengat oleh pidato Yusuf bin Al-Qasim, dan larut dalam euforia kegembiraan menyambut datangnya khalifah baru.
Para aktor politik yang dulunya berposisi dipihak Al-Hadi langsung diam seribu bahasa. Dalam waktu yang demikian singkat, Harun Al-Rasyid langsung meraup simpati dan legitimasi untuk menjabat sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah.
Pesaing Politik
Setelah memastikan legitmasinya sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun Al-Rasyid segera menundukkan semua pesaing politiknya. Seperti Ja’far bin Al-Hadi yang sebelumnya ingin dinobatkan sebagai putra mahkota menggantikan Harun.
Dia mengutus Huzaymah bin Khazim at-Tamimi mendatangi Ja’far bersama lima ribu pasukan. Di hadapan Ja’far, Huzaymah mengancam akan memenggal kepala Ja’far bila tidak segera memberikan baiatnya pada Harun Al-Rasyid. Ja’far pun tidak punya pilihan, selain membaiat pamannya.
Setelah selesai dengan urusan legitimasinya, Harun kemudian langsung bekerja merestrukturisasi negara secara keseluruhan. Hampir semuanya dia susun ulang agar kompatibel dengan keinginannya.
Batas-batas provinsi, kembali diatur ulang dan dibuat lebih tegas teritorinya. Kemudian dia juga membentuk provinsi-provinsi baru, dan juga membagi-bagi kawasan berdasarkan karakternya secara detail. Secara umum, bisa dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Harun inilah Abbasiyah benar-benar beroperasi sebagai negara secara utuh.
Terkait masalah politik, Harun memiliki kelenturan seperti ayahnya, Al-Mahdi. Dia mengganti para gubernur yang dirasa kurang cocok dan bermasalah secara politik. Seperti Umar bin Abdul Aziz, Gubernur Madinah yang pada masa Al-Hadi melakukan pembantaian terhadap anak keturunan Ali bin Abi Thalib, oleh Harun disingkirkan, dan diganti dengan sosok bernama Ishaq bin Sulaiman.
Setelah itu dia berusaha kembali merangkul seluruh Bani Hasyim, dengan membagikan kas negara secara merata ke semua pihak yang berhak. Dia juga mengeluarkan kebijakan mengampuni semua orang yang diusir atau yang hidup di pengasingan, dan mengizinkan mereka kembali dengan aman – kecuali orang-orang yang sudah dinyatakan murtad dan zindiq.
Umumnya, mereka yang terusir dan terasing ini adalah para pendukung keturunan Ali bin Abi Thalib yang selama masa pemerintahan sebelumnya diburu dan kejar-kejar.
Dalam hal pemerintahan, Harun juga merangkul banyak orang-orang Persia ke dalam struktur pemerintahannya. Sebagian pendapat mengatakan bahwa kebijakan ini lahir karena wazirnya, Yahya bin Khalid, berasal dari Persia. Tapi bila ditinjau lebih jauh, kebijakan ini memang lebih baik secara politis. Mengingat Baghdad sendiri memang terletak di Persia, dan prajurit-prajurit andalan Bani Abbas umumnya banyak orang Persia.
Selain Yahya bin Khalid, satu orang lagi yang oleh Harun diberikan porsi kekuasaan sangat besar adalah ibunya, Khaizuran. Bila di era Al-Hadi, Khaizuran dibelenggu secara politik, maka di era Harun Al-Rasyid, ibunya dibebaskan untuk berkecimpung dalam masalah politik sebagaimana dulu di era Al-Mahdi. Sebagaimana kemudian terjadi, baik Yahya maupun ibunya memang memberikan dampak positif bagi Harun Al-Rasyid.
Keduanya adalah orang-orang berpengalaman dalam politik dan urusan pemerintahan ketika era Al-Mahdi. Mereka berdua inilah pendukung paling setia Harun Al-Rasyid, sekaligus tempat khalifah berdiskusi dan meminta nasihat.
Gubernur-gubernur yang ditunjuk oleh Harun Al-Rasyid umumnya adalah orang yang direkomendasikan oleh Yahya. Dan beberapa kebijakan yang dikeluarkan Harun di awal masa pemerintahannya, umumnya hasil konsultasi dari kedua penasihatnya ini. Maka tidak mengherankan, di usianya yang masih 22 tahun, Harun sudah memancarkan kebijaksanaan layaknya raja yang sudah matang.
Di samping itu, salah satu kelebihan Harun Al-Rasyid juga sangat terkenal adalah kedermawanannya. Imam As-Suyuthi dalam "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah" mengutip Nafthawaih berkata: ”Al-Rasyid banyak mengikuti perilaku kakeknya, Al-Manshur, kecuali dalam hal kekikiran. Sungguh tak pernah ada seorang khalifah yang setara dengannya dalam hal kedermawanan…” Di samping itu dia juga suka dipuji. Kalau ada yang memujinya, dia akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar.