Fatimah binti Abdul Malik : Tinggalkan Kemewahan Demi Menjadi Istri Khalifah

Senin, 06 Juni 2022 - 15:46 WIB
loading...
A A A
Sosok yang Wajib Diteladani

Masa muda Fatimah penuh dengan kesenangan. Dia menyukai sastra, dan mempunyai wawasan sangat luas. Kekayaannya melimpah, alasannya ia putri seorang khalifah besar di masa Bani Ummayah. Saat itu, kekuasaan yang dipegang ayahnya sangat luas mencakup negeri Syam, Irak, Yaman, Iran, hingga ke arah timur. Kekuasaannya meluas hingga ke Mesir, Sudan, Aljazair, Tunisia hingga Spanyol.

Fatimah mempunyai empat saudara laki-laki yang semuanya menjadi khalifah Islam, yaitu Khalifah Al-Walid, Khalifah Sulaiman, Khalifah Yazid, dan Khalifah Hisyam. Ketika menikah dengan Umar bin Abdul Aziz, Fatimah dibekali ayahnya banyak perhiasan. Di antaranya anting-anting yang diberi nama anting Mariah sebagai sumber wangsit para penyair dalam menggubah lagu di zaman itu.

Ketika menjadi istri khalifah, bergotong-royong kemewahan dan harta yang dimiliki Fatimah sanggup lebih melimpah lagi. Namun, ia tidak mau memanfaatkan jabatan suaminya. Dia menentukan hidup sederhana daripada menjadi budak nafsu kemewahan dunia. Dia sadar, harta dan kekayaan bagaikan air garam. Semakin diminum, akan semakin haus, merasa kurang dan kurang terus. Umar pun gembira terhadap sikap istrinya ini. Jangankan menyuruh suaminya korupsi, uang belanja sehari-hari yang diberikan hanya beberapa dirham selalu dibilang cukup. Sikap sederhana dan keikhlasan Fatimah menciptakan Umar hening bekerja memimpin pemerintahan .

Fatimah yang cerdas selalu mendukung aktivitas kerja suaminya yang selalu memikirkan kesejahteraan umat. Maksud Umar ketika menyimpan harta dan suplemen istrinya di Baitul Mal tidak lain untuk kepentingan rakyat. Jika kondisi mendesak, harta-harta tersebut sanggup dijual, kemudian uangnya dipakai untuk keperluan masyarakat miskin. Allah telah menetapkan ajal masing-masing orang, termasuk khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau wafat pada tahun 101 H, ketika kekhilafahan dipegang oleh Yazid bin Abdul Malik, saudaranya Fatimah.

Yazid mengatakan, “Jika engkau menginginkan, maka akan saya kembalikan semua perhiasannya atau harganya.”

Maka jawab Fatimah, “Saya tidak menginginkannya. Saya menyerahkan perhiasan tersebut ke baitulmal dengan ikhlas di masa hidupnya, maka ketika dia telah wafat, sungguh demi Allah, saya tidak akan mengambilnya kembali. Saya mematuhi suami ketika dia masih hidup maupun telah tiada.”

Demikianlah lembar sejarah mengabadikan Fatimah binti Abdul Malik. Sungguh sosok pribadi yang patut untuk dijadikan cermin oleh para perempuan saat ini, terutama mereka yang bersuamikan pejabat negara, pemimpin masyarakat, panutan umat.



Wallahu A'lam
(wid)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1765 seconds (0.1#10.140)