Bacaan Niat Sholat Jumat Lengkap dengan Tata Cara dan Sunnahnya
loading...
A
A
A
Demikian juga saat waktu Dhuhur benar-benar diyakini telah usai, atau sekadar menduga kuat saja bahwa telah usai, maka wajib menyempurnakannya menjadi shalat Dhuhur.
Syarat Sholat Jumat
Sholat Jumat mempunyai tiga kategori syarat, yaitu syarat wajib, syarat sah dan syarat in’iqâd, sebegaimana penjelasan berikut.
Pertama, syarat wajib. Yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang mana wajib dan tidaknya sholat Jumat tergantung pada ada dan tidaknya sifat tersebut.
Syarat wajib Jumat ada tujuh, yaitu:
1. Beragama Islam.
2. Baligh, mencapai usia 15 tahun, atau telah mengalami ihtilâm (mimpi basah).
3. Berakal sehat.
4. Merdeka, syarat ini hanya berlaku di masa ada perbudakan dahulu.
5. Laki-laki.
6. Sehat.
7. Bermukim.
Terkait syarat terakhir, sebenarnya dalam bab sholat Jumat kita dikenal dua istilah, muqîm (orang yang bermukim) dan mustauthin (orang yang berdomisili).
Makna kata domisili di sini berbeda dengan makna yang sering dipahami biasanya.
Dalam kitab Syarhul Yaqûtin Nafîs Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri menjelaskan: “Mustauthin adalah orang yang menganggap tempat ia tinggal seketika itu adalah tanah airnya, tidak akan berpindah-pindah seiring perubahan musim kecuali ada kebutuhan saja. Juga, tak pernah berpikir untuk meninggalkan tempat tersebut.”
“Adapun muqîm adalah orang yang menetap di suatu daerah dan tidak bermaksud untuk tinggal selamanya di sana, seperti santri, atau pedagang.”
Kedua, syarat sah. Sah dan tidaknya sholat Jumat tergantung apakah syarat-syarat sahnya terpenuhi atau tidak. Untuk hal ini, sama persis dengan syarat sah sholat Dhuhur dan sholat lainnya, hanya ada enam syarat tambahan yang membuatnya berbeda. Berikut rinciannya:
1. Waktu pelaksanaannya yang terhitung sejak masuk waktu Dhuhur hingga tiba waktu Ashar. Karena itu, bila sholat Jumat yang dilakukan belum usai hingga tiba waktu Ashar, maka sholatnya harus disempurnakan menjadi sholat Dhuhur tanpa mengubah niat.
2. Tempat pelaksanannya adalah sekitar pemukiman. Baik pemukiman itu terdiri dari bangunan kayu atau tumpukan batu-bata saja. Jelasnya, sholat Jumat tidak boleh dilaksanakan di selain sekitar pemukiman, seperti di padang sahara. Sebab, sejak masa Nabi saw sampai masa Khulafâ’ Râsyidûn sholat Jumat tidak dilakukan di luar pemukiman.
3. Jumlah jamaahnya harus mencapai 40 orang sebagai batas minimal, dengan kriteria berjenis laki-laki, mukalaf, merdeka, dan bermukim di daerah tersebut. Bilangan 40 adalah yang disepakati oleh mayoritas ulama.
4. Dilakukan secara berjamaah. Karenanya, bila 40 orang sholat sendiri-sendiri dalam satu masjid, misalnya, maka tidak sah. Berbeda dengan seorang masbuk yang menyempurnakan rakaat keduanya sendirian, sholat Jumatnya tetap sah. Sebab, ia terhitung berjamaah.
5. Tidak boleh terdapat dua jamaah sholat Jumat dalam satu daerah, kecuali tidak ada tempat yang cukup menampung seluruh jamaah, meskipun bukan masjid atau meskipun tanah lapang. Jika masih bisa berkumpul dalam satu tempat, dan ternyata tetap dilaksanakan dalam dua, tiga, bahkan empat kelompok, maka yang sah adalah kelompok yang pertama kali melakukan takbîratul ihram.
6. Dilakukan setelah pelaksanaan dua khutbah Jumat yang memenuhi syarat dan rukunnya.
Ketiga, syarat in’iqâd. Yaitu syarat yang menentukan sholat Jumat tersebut dapat menggugurkan kewajiban sholat Dhuhur jamaah yang lain atau tidak. Artinya, seseorang bisa saja shalat Jumatnya sah, namun tidak dapat menggugurkan kewajiban shalat Dhuhur jamaah lainnya, sehingga mereka harus melakukan sholat Dhuhur setelah itu.
Lalu, apa saja syarat in’iqad tersebut? Secara umum yaitu ketika seluruh syarat wajib dan syarat sah terpenuhi secara sempurna. Secara lebih detail, Syekh Abu Bakr Usman bin Muhammad Syatha (wafat 1300 H) dalam kitab I’ânatut Thâlibîn menjelaskan enam macam jamaah shaoat Jumat berdasarkan statusnya:
1. Golongan yang memenuhi seluruh syarat wajib maupun syarat sah, maka sholat Jumatnya in’iqâd.
Syarat Sholat Jumat
Sholat Jumat mempunyai tiga kategori syarat, yaitu syarat wajib, syarat sah dan syarat in’iqâd, sebegaimana penjelasan berikut.
Pertama, syarat wajib. Yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang mana wajib dan tidaknya sholat Jumat tergantung pada ada dan tidaknya sifat tersebut.
Syarat wajib Jumat ada tujuh, yaitu:
1. Beragama Islam.
2. Baligh, mencapai usia 15 tahun, atau telah mengalami ihtilâm (mimpi basah).
3. Berakal sehat.
4. Merdeka, syarat ini hanya berlaku di masa ada perbudakan dahulu.
5. Laki-laki.
6. Sehat.
7. Bermukim.
Terkait syarat terakhir, sebenarnya dalam bab sholat Jumat kita dikenal dua istilah, muqîm (orang yang bermukim) dan mustauthin (orang yang berdomisili).
Makna kata domisili di sini berbeda dengan makna yang sering dipahami biasanya.
Dalam kitab Syarhul Yaqûtin Nafîs Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri menjelaskan: “Mustauthin adalah orang yang menganggap tempat ia tinggal seketika itu adalah tanah airnya, tidak akan berpindah-pindah seiring perubahan musim kecuali ada kebutuhan saja. Juga, tak pernah berpikir untuk meninggalkan tempat tersebut.”
“Adapun muqîm adalah orang yang menetap di suatu daerah dan tidak bermaksud untuk tinggal selamanya di sana, seperti santri, atau pedagang.”
Kedua, syarat sah. Sah dan tidaknya sholat Jumat tergantung apakah syarat-syarat sahnya terpenuhi atau tidak. Untuk hal ini, sama persis dengan syarat sah sholat Dhuhur dan sholat lainnya, hanya ada enam syarat tambahan yang membuatnya berbeda. Berikut rinciannya:
1. Waktu pelaksanaannya yang terhitung sejak masuk waktu Dhuhur hingga tiba waktu Ashar. Karena itu, bila sholat Jumat yang dilakukan belum usai hingga tiba waktu Ashar, maka sholatnya harus disempurnakan menjadi sholat Dhuhur tanpa mengubah niat.
2. Tempat pelaksanannya adalah sekitar pemukiman. Baik pemukiman itu terdiri dari bangunan kayu atau tumpukan batu-bata saja. Jelasnya, sholat Jumat tidak boleh dilaksanakan di selain sekitar pemukiman, seperti di padang sahara. Sebab, sejak masa Nabi saw sampai masa Khulafâ’ Râsyidûn sholat Jumat tidak dilakukan di luar pemukiman.
3. Jumlah jamaahnya harus mencapai 40 orang sebagai batas minimal, dengan kriteria berjenis laki-laki, mukalaf, merdeka, dan bermukim di daerah tersebut. Bilangan 40 adalah yang disepakati oleh mayoritas ulama.
4. Dilakukan secara berjamaah. Karenanya, bila 40 orang sholat sendiri-sendiri dalam satu masjid, misalnya, maka tidak sah. Berbeda dengan seorang masbuk yang menyempurnakan rakaat keduanya sendirian, sholat Jumatnya tetap sah. Sebab, ia terhitung berjamaah.
5. Tidak boleh terdapat dua jamaah sholat Jumat dalam satu daerah, kecuali tidak ada tempat yang cukup menampung seluruh jamaah, meskipun bukan masjid atau meskipun tanah lapang. Jika masih bisa berkumpul dalam satu tempat, dan ternyata tetap dilaksanakan dalam dua, tiga, bahkan empat kelompok, maka yang sah adalah kelompok yang pertama kali melakukan takbîratul ihram.
6. Dilakukan setelah pelaksanaan dua khutbah Jumat yang memenuhi syarat dan rukunnya.
Ketiga, syarat in’iqâd. Yaitu syarat yang menentukan sholat Jumat tersebut dapat menggugurkan kewajiban sholat Dhuhur jamaah yang lain atau tidak. Artinya, seseorang bisa saja shalat Jumatnya sah, namun tidak dapat menggugurkan kewajiban shalat Dhuhur jamaah lainnya, sehingga mereka harus melakukan sholat Dhuhur setelah itu.
Lalu, apa saja syarat in’iqad tersebut? Secara umum yaitu ketika seluruh syarat wajib dan syarat sah terpenuhi secara sempurna. Secara lebih detail, Syekh Abu Bakr Usman bin Muhammad Syatha (wafat 1300 H) dalam kitab I’ânatut Thâlibîn menjelaskan enam macam jamaah shaoat Jumat berdasarkan statusnya:
1. Golongan yang memenuhi seluruh syarat wajib maupun syarat sah, maka sholat Jumatnya in’iqâd.