Syaikh Muhammad al-Ghazali: Iman itu Ada 60 Macam Lebih atau 70 Cabang Lebih

Selasa, 05 Juli 2022 - 17:03 WIB
loading...
A A A
Saya menjawab, "Saya lupa membaca buku itu."

Dia bertanya, "Bagaimana?"

Dengan tegas saya katakan: "Perkara itu tidak penting... Apabila saya meninggal dunia dan saya tidak tahu sahabatmu itu, maka sesungguhnya Allah tidak akan bertanya kepadaku tentang dirinya dan karamahnya."

Kemudian dia pergi dariku karena aku dianggap tidak mempercayai berbagai karamah itu.

Saya berjumpa dengan orang lain yang berkata: "Bagaimanakah pendapatmu tentang musik?"

Saya jawab: "Kalau musik itu patriotik, membangkitkan semangat dan pengorbanan, tidak apa-apa. Kalau musik sentimental yang membangkitkan semangat atau kasih sayang tidak apa-apa... Tetapi kalau musik itu membangkitkan kesia-siaan dan pornografi, maka tidak boleh."



Orang itu kemudian pergi menjauh dari diri saya dan menganggap bahwa saya menghalalkan untuk mendengarkan hal-hal yang haram.

Kedua orang itu beriman kepada sesuatu yang menjadi salah satu bagian agama yang menyeluruh. Dia menghukumi orang lain dan keadaan orang lain berdasarkan ukuran dirinya.

'Luka' seperti inilah yang menjangkiti sebagian sisi tertentu dari agama ini. Itulah sebabnya mengapa ada sejumlah fuqaha yang memiliki pemikiran cemerlang, tetapi mereka tidak mempunyai 'hati ahli ibadah'; atau orang sufi yang memiliki 'perasaan halus' tetapi tidak memiliki 'akal pikiran' seperti para fuqaha.

Itulah sebabnya mengapa ada sejumlah ahli hadis yang hanya menghalalkan nash-nashnya, tetapi mereka tidak meletakkan pada proporsinya dan tidak pandai mengambil suatu kesimpulan hukum.

Itulah pula sebabnya mengapa ada orang-orang yang memiliki pemikiran cemerlang, tetapi mereka tidak memiliki, sandaran nash, untuk itu.

Itulah pula sebabnya mengapa ada sejumlah hakim yang bekerja--sesuai dengan syarat-syarat tertentu-- sebagai pengayom rakyat, yang sangat rendah kadar ketakwaan mereka, dan orang-orang awamnya khusyu' dalam melakukan ibadah individual, tetapi apabila sampai kepada suatu persoalan yang melibatkan pemberian nasihat, perintah, larangan, dan pertentangan yang menyebabkan kemarahan para penguasa itu, maka mereka berdiam diri saja.

Itulah pula sebabnya mengapa ada orang-orang yang tekun beribadah, yang tidak pernah lalai sedetikpun dalam melakukan ketaatan dalam beribadah itu, tetapi mereka tidak menyadari setitik pun hikmah dari ibadah tersebut dan tidak memanfaatkannya sebagai bagian dari perilakunya. Padahal, sholat dapat menimbulkan keteraturan dan kebersihan, tetapi mereka tidak teratur dan kotor.

Padahal haji merupakan pengembaraan yang memenuhi hati dan tubuh manusia dengan rasa tenteram dan kasih sayang, tetapi mereka di tengah-tengah melakukan ibadah haji dan sesudahnya bersikap garang dan buruk.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1337 seconds (0.1#10.140)