Sudah Mabrurkah Haji Anda? Mari Kita Teliti Kembali Niat dan Pakaian Ihram

Senin, 11 Juli 2022 - 05:15 WIB
loading...
Sudah Mabrurkah Haji Anda? Mari Kita Teliti Kembali Niat dan Pakaian Ihram
Rasulullah SAW menyebut bahwa haji yang mabrur sebagai salah satu amaliah yang paling utama. Foto/Ilustrasi: Dok. SINDOnews
A A A
Haji mabrur adalah harapan seluruh umat Islam yang telah menunaikan rukun Islam kelima tersebut. Rasulullah SAW menyebut bahwa haji yang mabrur sebagai salah satu amaliah yang paling utama.

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang diriwatkan oleh Imam Bukhari dari Abi Hurairah ra . "Ketika ditanyakan kepada Rasulullah SAW amaliah apakah lebih utama (afdhal)?”

Rasulullah SAW menjawab: “Iman kepada Allah.”

Kemudian ditanyakan lagi: “Lantas apalagi ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab: “ Jihad fi sabilillah .”

Kemudian ditanyakan lagi: “Lantas apalagi?”

Rasulullah SAW menjawab: “Haji mabrur.”

Hanya saja, tidak mudah mencapai haji yang mabrur. Lalu, sudahkah Anda mencapai haji yang mabrur?



Safar Rohani
Ibadah haji adalah safar rohani menuju Allah. Sebagai tamu-tamu Allah harus menjaga adab-adab batiniyah. Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya berjudul "Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik" menyebutkan ada beberapa etika dalam berhaji, di antaranya adalah:

1. Berhaji dengan harta yang halal.
2. Tidak boros dalam membelanjakan hartanya untuk makan dan minum.
3. Meninggalkan segala macam akhlak yang tercela.
4. Memperbanyak berjalan.
5. Berpakaian sederhana.
6. Bersabar ketika menerima musibah.

Setelah memenuhi adab dan etika haji, sebagai tamu Allah perlu mengetahui makna dari prosesi haji. Makna prosesi haji demikian indah dan sangat dalam maknanya, sebagaimana nasihat Imam Junaid, seorang sufi terkenal dari Baqhad.



Suatu hari, datanglah seorang laki-laki ke hadapan Imam Junaid al-Baghdadi, “Dari manakah anda?” tanya Junaid kepadanya.

“Aku baru saja melakukan ibadah haji,” jawabnya.

“Ketika pertama kali melangkahkan kaki meninggalkan rumahmu, apakah engkau juga telah meninggalkan semua dosamu?” tanya Imam Junaid.

“Tidak,” jawab sang lelaki.

“Berarti engkau tidak mengadakan perjalanan," ucap Imam Junaid.

Ali Syari’ati dalam bukunya berjudul "Haji" menasihati bahwa ketika meninggalkan rumah, niatkan menuju rumah umat manusia; meninggalkan hidup untuk memperoleh cinta; meninggalkan keakuan untuk berserah diri kepada Allah; meninggalkan penghambaan untuk memperoleh kemerdekaan; meninggalkan diskriminasi rasial untuk mencapai persamaan, ketulusan dan kebenaran.

"Hadapkan dirimu dan berserah diri hanya kepada Allah dalam segala gerak dan diammu,” ujar tokoh intelektual muslim dari Iran ini.



Pakaian Ihram
“Ketika engkau mengenakan pakaian ihram di tempat yang telah ditentukan, apakah engkau membuang sifat-sifat manusiawi sebagaimana engkau melepaskan pakaian-pakaian sehari-harimu?” tanya Imam Junaid lagi.

“Tidak.”

“Berarti engkau tidak mengenakan pakaian haji,” ujar Imam Junaid.

Ibadah haji dimulai dengan niat sambil mengenakan pakaian ihram. Ketika
mengenakan pakaian ihram, lepaskan pakaian sehari-hari dan buanglah semua sifat-sifat keangkuhan, kebanggaan dan semua atribut (label) serta simbol-simbol yang melekat yang biasa menghiasi diri.

Nurcholish Madjid dalam buku berjudul "Perjalanan Religius Umrah dan Haji" mengatakan dengan memakai pakaian ihram berarti menanggalkan semua perbedaan serta menghapus segala keangkuhan yang ditimbulkan dari status sosial. Dalam keadaan demikianlah seorang hamba menghadap Tuhan pada saat kematiannya.

Sebab ibadah haji adalah simbol dari kematian. Haji adalah simbol kepulangan manusia menuju Zat Yang Maha Mutlak yang tidak memiliki keterbatasan. Dan pada saat kematian tiba, tidak ada yang bisa dibanggakan sebagai bekal menuju Tuhan, kecuali iman dan amal saleh.



Pakaian ihram yang berwarna putih (bersih) adalah mengajarkan kepada umat manusia untuk mengubur pandangan yang mengukur keunggulan manusia dari kedudukan, pangkat, status sosial, dan keturunan. Pakaian ihram adalah simbol egalitarianisme bahwa manusia tidak dipandang dari pangkat, kedudukan dan superioritas lainnya, melainkan dilihat dari tingkat ketakwaannya.

Allah Taala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. ( QS AlHujurat [49] : 13).

Dengan memakai pakaian ihram yang berwarna putih yang berarti suci, maka harus berniat dengan sungguh-sungguh untuk memakai pakaian kejujuran, kerendahan hati, kesucian jiwa, dan keikhlasan hanya karena Allah.

Menurut Ali Syariati, ketika di Miqat berperanlah sebagai manusia yang sesungguhnya, tanggalkan pakaian yang berbentuk (a) serigala (yang melambangkan kekejaman dan penindasan); (b) tikus yang melambangkan (kelicikan); (c) anjing (yang melambangkan tipu daya); (d) domba (yang melambangkan penghampaan).



Sedangkan M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Membumikan al-Qur’an" menambahkan setelah mengenakan pakaian ihram, maka sejumlah larangan pun harus diindahkan, tidak menyakiti binatang, membunuh, menumpakan darah, dan mencabut pepohonan.

"Dengan demikian, manusia harus berfungsi untuk memelihara makhluk-makhluk Tuhan. Dilarang juga memakai wangi-wangian, bercumbu, menikah dan berhias, karena manusia bukan materi semata-mata," ujarnya.

Dan hiasan yang dinilai Tuhan adalah hiasan rohani. Tinggalkan semua yang dilarang dan yang menghalangi untuk mengingat kepada Allah. Dalam keadaan demikianlah sambil mengucapkan talbiyah “Labbaika Allahumma labbaik labbaik la syarikalah innal hamda wannikmata laka wal mulk”
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1676 seconds (0.1#10.140)