Inilah Cara Terbaik Menghilangkan Perasaan Dendam di Hati
loading...
A
A
A
Setiap manusia pasti perngah mengalami rasa sakit hati . Sakit hati ini, ada yang hilang dalam sekejap, ada yang biasa saja menanggapinya dan ada pula yang terlalu dalam membekas di hatinya, sehingga menumbuhkan ' rasa dendam ' sepanjang hayat. Lantas adakah cara terbaik agar tidak ada rasa dendam di hati? Bagaimana pandangan syariat tentang rasa demdam tersebut?
Manusia adalah makhluk lemah, serba kekurangan. Kekurangannya itu bisa disempurnakan oleh orang lain, dimana dia butuh kepada bantuan manusia, itulah makhluk sosial , dia butuh kepada interaksi antar sesama, walaupun sering terjadi ketidakcocokkan bahkan pertikaian antara satu dengan lainnya, tapi semua itu adalah bentuk rasa guna menjaga eksistensinya di dunia ini.
Akan tetapi jika dipandang dari sisi lain, hal inilah yang menunjukkan kelemahannya. Menurut Ustadz Fadly Gugul S.Ag, dai alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadis), sebagai manusia kita sepatutnya bersungkur dan bersujud kepada Maha Penguasa langit dan bumi, memohon belas kasih dan kemurahanNya. Dialah Raja Segala Raja Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dzul Jalali Wal Ikrom.
Allah Ta’ala berfirman :
“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah yang Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha terpuji.” (QS. Fathir/35: 15)
Dalam Ayat yang lain, Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman:
“Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan” (QS. an-Najm/53: 48)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha kaya dengan dzat-Nya, yang memiliki kekayaan yang mutlak dan sempurna dari seluruh sisi dan pandangan lantaran kesempurnaan dzat-Nya dan sifat-Nya yang tidak tersentuh oleh kekurangan dari arah manapun. Ini tidak mungkin terjadi kecuali karena Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha kaya dan lantaran sifat kaya (berkecukupan) sudah lazim pada dzat-Nya.
Sebagaimana Allah Ta’ala Maha pencipta, Pemberi rezeki, dan Maha pengasih serta yang melimpahkan kebaikan, maka Allah Ta’ala juga Maha kaya, tidak membutuhkan seluruh makhluk dari sisi manapun. Para makhluk-Nya itu pasti membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun. Mereka tidak bisa mengesampingkan curahan kebaikan, kemurahan, pengaturan dan pemeliharaan-Nya, baik yang bersifat umum maupun khusus dalam sekejap mata sekalipun.
"Jangan terlalu khawatir. Keadaan manusia mesti akan berubah. Jika sekarang senang, esok bisa bersedih. Sekarang susah, besok bahagia. Allah Yang Maha Kuasa pergilirkan suka dan duka, menang dan kalah, berkuasa dan dikuasai. Ketika hatimu sakit, dendam kesumat di masa lalu sering muncul, maka sekarang anda berhak bahagia, lepaskan segala rasa yang ada, bersihkan jiwa dengan seribu maaf, niscaya Anda akan lebih,"papar ustadz anggota Dewan Konsultasi Bimbingan Islam ini.
Dahulu, di masa kenabian, Allah Ta'ala mempergilirkan rasa kemenangan dan kekalahan kepada para sahabat radhiallahu ‘anhum ajma’in. Allah Ta’ala berfirman:
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim." (QS. Ali Imran: 140).
Pelajaran dari Kisah Hikmah
Ustadz Fadly kemudian menceritakan sebuah kisah. Di masjid Nabawi, seorang pemuda mahasiswa Universitas Islam Madinah menceritakan kejadian yang tidak biasa di salah satu halaqoh kajian ilmu, beliau menuturkan;
Di penghujung kajian Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ karya Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, Syaikh Profesor Abdurrozzaq hafizahullah (salah satu pengampu halaqoh kajian ilmiyah di Masjid Nabawi) ditanya,
“Aku pernah dizhalimi oleh seorang anggota petugas satpol PP. Dia menyobek-nyobek berkas yang aku berikan padanya. Aku pun mendoakan petugas itu, semoga Allah merobek-robeknya seperti ia telah merobek berkasku,”
ujar seorang penanya.
Dia melanjutkan, “Dua tahun kemudian petugas itu meninggal dalam sebuah kecelakaan, tubuhnya hancur tidak bisa dimandikan dan dikafani. Hanya bisa dibungkus dengan plastik khusus.”
Dengan penuh penyesalan ia berkata, “Apakah aku berdosa atas doaku itu?”
“Seharusnya balasan termasuk juga di dalamnya doa tidak melebihi batas kezhaliman,” jawab Syaikh.
“Dan inilah kesalahan yang banyak dilakukan oleh banyak orang,” lanjutnya.
“Ada orang dizhalimi tentang suatu masalah keduniaan, kemudian dia mendoakan orang yang menzhalimi supaya Allah memasukkannya ke dalam neraka dan kekal di dalamnya. Atau mendoakan dengan doa lain yang melebihi kadar kezhaliman.”
“Padahal Allah Ta’ala berfirman :
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
(QS. An-Nahl : 126).”
“Allah Ta’ala juga berfirman dalam surat Asy- Syura :
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
(QS. Asy-Syura : 40)”
Para ulama’ mengambil faidah dari ayat ini, ada 3 tingkatan dalam menyikapi keburukan:
1. Membalas keburukan dengan hal yang semisalnya, ini keadilan. Itu pun susah dipraktekkan, pada kenyataannya manusia suka melampaui batas, kecuali yang dijaga oleh Allah Yang Maha Kuasa.
2. Memaafkan, inilah yang terbaik.
3. Zhalim, sedangkan Allah Ta’ala tidak menyukai kezhaliman,” jelas Syaikh.
Ada satu pertanyaan dalam kasus ini, apabila ada seorang petugas merobek berkas seseorang apakah layak jika ia dihukum karena perbuatannya itu dengan dihancurkan badannya?
Tidak, dia tidak layak dihukum seperti itu. Benar ada hukuman baginya, tapi bukan dengan dihancurkan badannya. Maka tidak selayaknya didoakan dengan hal seperti itu.
Mungkin saja kematian petugas karena sebab lain yang tidak ada hubungannya dengan penanya, tapi bisa jadi juga karena doa zhalim ini.
“Manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
(QS. Al-Isra’: 11)”
“Ada faidah yang sangat bagus. Diceritakan dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala’ karya Imam Adz Zahabi rahimahullah tentang biografi Aun bin Abdillah rahimahullah, kisah ini sangat bagus, aku anjurkan untuk menghafal atau mencatatnya.”
“Disebutkan bahwa setiap kali Aun bin Abdillah marah, maka ia mengatakan pada orang yang dimarahinya itu ‘baarakallahu fiik.’“
“Aku pernah menyampaikan kisah ini di suatu kajian, ada yang bertanya, ‘Lantas apa yang ia katakan ketika ia gembira?’
“Ketika dia sangat marah saja begitu sikapnya, tentu ketika lapang hatinya akan lebih baik lagi.”
“Intinya seseorang tidak boleh tergesa-gesa. Ini semua terjadi karena tergesa-gesa dalam berdoa,” pungkas Syaikh.
(Selesai kutipan dengan tambahan dan beberapa penyesuaian perubahan bahasa yang tidak mengubah cerita).
Hikmah dari kisah tersebut, maka maafkanlah. "Kalau boleh membuat ungkapan; “Air tuba pun boleh dibalas dengan air susu”ungkap Ustadz Fadly.
Allah Yang Maha Pengasih menyiapkan pahala besar kepada orang yang memaafkan karena ia memperlakukan hamba dengan sesuatu yang ia suka, jika Allah Yang Maha Pemurah memperlakukan dirinya dengan hal itu. Ia suka kalau Allah Yang Maha Pemaaf memaafkan kesalahannya, karenanya ia memaafkan orang yang telah berbuat salah dan meluruhkan dendamnya.
"Maka jadikanlah semuanya Karena Allah Ta’ala, mari kita berusaha mendekati amalan ini (memaafkan karena Allah semata serta melupakan dendam), dan berusaha dengan kesungguhan untuk istiqomah di atasnya, niscaya kebahagiaan sejati menanti anda,"pungkasnya.
Wallahu A'lam
Manusia adalah makhluk lemah, serba kekurangan. Kekurangannya itu bisa disempurnakan oleh orang lain, dimana dia butuh kepada bantuan manusia, itulah makhluk sosial , dia butuh kepada interaksi antar sesama, walaupun sering terjadi ketidakcocokkan bahkan pertikaian antara satu dengan lainnya, tapi semua itu adalah bentuk rasa guna menjaga eksistensinya di dunia ini.
Akan tetapi jika dipandang dari sisi lain, hal inilah yang menunjukkan kelemahannya. Menurut Ustadz Fadly Gugul S.Ag, dai alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadis), sebagai manusia kita sepatutnya bersungkur dan bersujud kepada Maha Penguasa langit dan bumi, memohon belas kasih dan kemurahanNya. Dialah Raja Segala Raja Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dzul Jalali Wal Ikrom.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah yang Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha terpuji.” (QS. Fathir/35: 15)
Dalam Ayat yang lain, Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman:
وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَىٰ وَأَقْنَىٰ
“Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan” (QS. an-Najm/53: 48)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha kaya dengan dzat-Nya, yang memiliki kekayaan yang mutlak dan sempurna dari seluruh sisi dan pandangan lantaran kesempurnaan dzat-Nya dan sifat-Nya yang tidak tersentuh oleh kekurangan dari arah manapun. Ini tidak mungkin terjadi kecuali karena Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha kaya dan lantaran sifat kaya (berkecukupan) sudah lazim pada dzat-Nya.
Sebagaimana Allah Ta’ala Maha pencipta, Pemberi rezeki, dan Maha pengasih serta yang melimpahkan kebaikan, maka Allah Ta’ala juga Maha kaya, tidak membutuhkan seluruh makhluk dari sisi manapun. Para makhluk-Nya itu pasti membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun. Mereka tidak bisa mengesampingkan curahan kebaikan, kemurahan, pengaturan dan pemeliharaan-Nya, baik yang bersifat umum maupun khusus dalam sekejap mata sekalipun.
"Jangan terlalu khawatir. Keadaan manusia mesti akan berubah. Jika sekarang senang, esok bisa bersedih. Sekarang susah, besok bahagia. Allah Yang Maha Kuasa pergilirkan suka dan duka, menang dan kalah, berkuasa dan dikuasai. Ketika hatimu sakit, dendam kesumat di masa lalu sering muncul, maka sekarang anda berhak bahagia, lepaskan segala rasa yang ada, bersihkan jiwa dengan seribu maaf, niscaya Anda akan lebih,"papar ustadz anggota Dewan Konsultasi Bimbingan Islam ini.
Dahulu, di masa kenabian, Allah Ta'ala mempergilirkan rasa kemenangan dan kekalahan kepada para sahabat radhiallahu ‘anhum ajma’in. Allah Ta’ala berfirman:
إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ ٱلْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُۥ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zhalim." (QS. Ali Imran: 140).
Pelajaran dari Kisah Hikmah
Ustadz Fadly kemudian menceritakan sebuah kisah. Di masjid Nabawi, seorang pemuda mahasiswa Universitas Islam Madinah menceritakan kejadian yang tidak biasa di salah satu halaqoh kajian ilmu, beliau menuturkan;
Di penghujung kajian Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ karya Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, Syaikh Profesor Abdurrozzaq hafizahullah (salah satu pengampu halaqoh kajian ilmiyah di Masjid Nabawi) ditanya,
“Aku pernah dizhalimi oleh seorang anggota petugas satpol PP. Dia menyobek-nyobek berkas yang aku berikan padanya. Aku pun mendoakan petugas itu, semoga Allah merobek-robeknya seperti ia telah merobek berkasku,”
ujar seorang penanya.
Dia melanjutkan, “Dua tahun kemudian petugas itu meninggal dalam sebuah kecelakaan, tubuhnya hancur tidak bisa dimandikan dan dikafani. Hanya bisa dibungkus dengan plastik khusus.”
Dengan penuh penyesalan ia berkata, “Apakah aku berdosa atas doaku itu?”
“Seharusnya balasan termasuk juga di dalamnya doa tidak melebihi batas kezhaliman,” jawab Syaikh.
“Dan inilah kesalahan yang banyak dilakukan oleh banyak orang,” lanjutnya.
“Ada orang dizhalimi tentang suatu masalah keduniaan, kemudian dia mendoakan orang yang menzhalimi supaya Allah memasukkannya ke dalam neraka dan kekal di dalamnya. Atau mendoakan dengan doa lain yang melebihi kadar kezhaliman.”
“Padahal Allah Ta’ala berfirman :
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُواْ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِۦ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّٰبِرِينَ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
(QS. An-Nahl : 126).”
“Allah Ta’ala juga berfirman dalam surat Asy- Syura :
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖفَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚإِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
(QS. Asy-Syura : 40)”
Para ulama’ mengambil faidah dari ayat ini, ada 3 tingkatan dalam menyikapi keburukan:
1. Membalas keburukan dengan hal yang semisalnya, ini keadilan. Itu pun susah dipraktekkan, pada kenyataannya manusia suka melampaui batas, kecuali yang dijaga oleh Allah Yang Maha Kuasa.
2. Memaafkan, inilah yang terbaik.
3. Zhalim, sedangkan Allah Ta’ala tidak menyukai kezhaliman,” jelas Syaikh.
Ada satu pertanyaan dalam kasus ini, apabila ada seorang petugas merobek berkas seseorang apakah layak jika ia dihukum karena perbuatannya itu dengan dihancurkan badannya?
Tidak, dia tidak layak dihukum seperti itu. Benar ada hukuman baginya, tapi bukan dengan dihancurkan badannya. Maka tidak selayaknya didoakan dengan hal seperti itu.
Mungkin saja kematian petugas karena sebab lain yang tidak ada hubungannya dengan penanya, tapi bisa jadi juga karena doa zhalim ini.
وَيَدْعُ الإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإِنسَانُ عَجُولاً
“Manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
(QS. Al-Isra’: 11)”
“Ada faidah yang sangat bagus. Diceritakan dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala’ karya Imam Adz Zahabi rahimahullah tentang biografi Aun bin Abdillah rahimahullah, kisah ini sangat bagus, aku anjurkan untuk menghafal atau mencatatnya.”
“Disebutkan bahwa setiap kali Aun bin Abdillah marah, maka ia mengatakan pada orang yang dimarahinya itu ‘baarakallahu fiik.’“
“Aku pernah menyampaikan kisah ini di suatu kajian, ada yang bertanya, ‘Lantas apa yang ia katakan ketika ia gembira?’
“Ketika dia sangat marah saja begitu sikapnya, tentu ketika lapang hatinya akan lebih baik lagi.”
“Intinya seseorang tidak boleh tergesa-gesa. Ini semua terjadi karena tergesa-gesa dalam berdoa,” pungkas Syaikh.
(Selesai kutipan dengan tambahan dan beberapa penyesuaian perubahan bahasa yang tidak mengubah cerita).
Hikmah dari kisah tersebut, maka maafkanlah. "Kalau boleh membuat ungkapan; “Air tuba pun boleh dibalas dengan air susu”ungkap Ustadz Fadly.
Allah Yang Maha Pengasih menyiapkan pahala besar kepada orang yang memaafkan karena ia memperlakukan hamba dengan sesuatu yang ia suka, jika Allah Yang Maha Pemurah memperlakukan dirinya dengan hal itu. Ia suka kalau Allah Yang Maha Pemaaf memaafkan kesalahannya, karenanya ia memaafkan orang yang telah berbuat salah dan meluruhkan dendamnya.
"Maka jadikanlah semuanya Karena Allah Ta’ala, mari kita berusaha mendekati amalan ini (memaafkan karena Allah semata serta melupakan dendam), dan berusaha dengan kesungguhan untuk istiqomah di atasnya, niscaya kebahagiaan sejati menanti anda,"pungkasnya.
Wallahu A'lam
(wid)