Bicara Agama Tanpa Dalil Sahih Jadi Faktor Penyebab Munculnya Penyimpangan
loading...
A
A
A
Seseorang yang berbicara dalam agama dengan tanpa dalil, sungguh dia telah berkata atas Allah dengan tanpa ilmu . Imam Ibnu Qayyim rahimahullah menulis sebuah kitab yang diberi judul “I’lamul Muwaqqi’in atau Pemberitahuan kepada orang-orang yang memberikan tanda tangan”. Apa yang dimaksud dengan memberikan tanda tangan?
Kata Imam Ibnu Qayyim, “Orang-orang yang berkata dalam masalah ilmu dan berfatwa sesungguhnya ia telah memberikan tanda tangan seakan-akan ia menandatangani bahwa inilah maksud Allah dan Rasul-Nya“. Maka betapa besarnya dosa orang yang berkata dalam agama dengan tanpa ilmu tapi sebatas pendapat akal semata.
Ketika menyebutkan jenis-jenis dosa, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui“. (QS. Al-A’raf : 33)
Ustadz Badrusalam, Lc., mengatakan, orang yang berbicara dalam agama ini dengan tanpa ilmu , menjadi penyebab utama munculnya berbagai penyimpangan -penyimpangan dalam agama. Munculnya kesyirikan, munculnya kedzaliman, munculnya dosa dan permusuhan akibat berkata tanpa ilmu. Oleh karena itu, ulama menyebut bahwa berkata tanpa ilmu adalah tiang dari kesesatan.
Oleh karena itu, lebih baik seseorang diam ketika dia tidak mengetahui ilmu dalam suatu permasalahan agama dari pada dia berbicara. Berapa banyak orang yang dianggap sebagai ustaz baik itu di televisi ataupun yang lainnya, berani berkata bukan dengan keilmuan, akan tetapi sebatas dengan akal dan pendapat. Betapa mereka akan menanggung dosa-dosa orang yang telah mereka sesatkan. "Berapa banyak manusia yang telah dia sesatkan, itulah yang akan dia tanggung dosa-dosanya pada hari kiamat"ungkap dai lulusan Universitas Madinah tersebut.
Sebagian ulama mengatakan bahwa seseorang telah terkena penyakit hati jika dia suka bicara agama tanpa ilmu dan tanpa memikirkan dampaknya bagi umat. Padahal penyakit ini efek bahayanya luar biasa. Dampak negatifnya akan terasa bukan hanya di dunia saja, tapi juga akan terbawa hingga ke akhirat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menjelaskan,
“Terkadang seorang hamba mengucapkan suatu kalimat tanpa ia perhatikan dampaknya, ternyata mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pendapat yang sama juga dikemukakan Ustadz Abdullah Zaen, Lc. MA. Menurutnya, saat ini banyak praktik bicara agama tanpa ilmu dan ini perlu diwaspadai. Jika dalam dunia medis dikenal adanya malapraktik, dalam ranah para ustaz (asatid) pun juga ada hal serupa. Bahkan sejak empat belas abad lalu, Nabi kita Shallallahu ’alaihi wa sallam sudah mengisyaratkan akan adanya fenomena tersebut.
“Sesungguhnya Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan meninggalnya para ulama. Hingga jika tidak tersisa seorang ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan, mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di antara praktik da'i yang asbun atau asal bunyi yang belakangan ini adalah mereka yang berpenampilan alim tapi cenderung memfitnah sesama muslim. Dengan berbekal gosip, mereka merusak kehormatan para ulama, ustadz dan saudara-saudara mereka seakidah. Hanya kepada Allah saja kita mengadu. Padahal, jauh-jauh hari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan :
“Barang siapa membicarakan mukmin dengan sesuatu yang tidak benar adanya; niscaya Allah akan benamkan dia ke dalam kubangan nanahnya para penghuni neraka, hingga ia bertaubat dari perkataan tersebut“. (HR. Abu Dawud).
Terkait masalah ini, cukuplah hadis Rasulullah menjadi peringatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadisnya: “Di antara manusia ada yang menjadi kunci-kunci pembuka kebaikan dan kunci-kunci yang menutup berbagai macam keburukan. Namun diantara manusia juga ada yang menjadi kunci yang menutup kebaikan dan membuka berbagai macam keburukan“.
Karena itulah, jangan sampai kita menjadi hamba yang ternyata kita menjadi orang yang membuka pintu keburukan dan menutup pintu kebaikan. Jauhi bicara yang asal bunyi dan hindari gosip. Kita dilarang untuk mendahului Allah dan RasulNya, kita dilarang untuk lebih mengedepankan perkataan fulan dari pada pendapat Allah dan RasulNya. Karena kewajiban kita adalah senantiasa tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu A'lam
Kata Imam Ibnu Qayyim, “Orang-orang yang berkata dalam masalah ilmu dan berfatwa sesungguhnya ia telah memberikan tanda tangan seakan-akan ia menandatangani bahwa inilah maksud Allah dan Rasul-Nya“. Maka betapa besarnya dosa orang yang berkata dalam agama dengan tanpa ilmu tapi sebatas pendapat akal semata.
Ketika menyebutkan jenis-jenis dosa, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللَّـهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللَّـهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui“. (QS. Al-A’raf : 33)
Ustadz Badrusalam, Lc., mengatakan, orang yang berbicara dalam agama ini dengan tanpa ilmu , menjadi penyebab utama munculnya berbagai penyimpangan -penyimpangan dalam agama. Munculnya kesyirikan, munculnya kedzaliman, munculnya dosa dan permusuhan akibat berkata tanpa ilmu. Oleh karena itu, ulama menyebut bahwa berkata tanpa ilmu adalah tiang dari kesesatan.
Oleh karena itu, lebih baik seseorang diam ketika dia tidak mengetahui ilmu dalam suatu permasalahan agama dari pada dia berbicara. Berapa banyak orang yang dianggap sebagai ustaz baik itu di televisi ataupun yang lainnya, berani berkata bukan dengan keilmuan, akan tetapi sebatas dengan akal dan pendapat. Betapa mereka akan menanggung dosa-dosa orang yang telah mereka sesatkan. "Berapa banyak manusia yang telah dia sesatkan, itulah yang akan dia tanggung dosa-dosanya pada hari kiamat"ungkap dai lulusan Universitas Madinah tersebut.
Sebagian ulama mengatakan bahwa seseorang telah terkena penyakit hati jika dia suka bicara agama tanpa ilmu dan tanpa memikirkan dampaknya bagi umat. Padahal penyakit ini efek bahayanya luar biasa. Dampak negatifnya akan terasa bukan hanya di dunia saja, tapi juga akan terbawa hingga ke akhirat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menjelaskan,
“Terkadang seorang hamba mengucapkan suatu kalimat tanpa ia perhatikan dampaknya, ternyata mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam neraka sejauh jarak antara timur dan barat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pendapat yang sama juga dikemukakan Ustadz Abdullah Zaen, Lc. MA. Menurutnya, saat ini banyak praktik bicara agama tanpa ilmu dan ini perlu diwaspadai. Jika dalam dunia medis dikenal adanya malapraktik, dalam ranah para ustaz (asatid) pun juga ada hal serupa. Bahkan sejak empat belas abad lalu, Nabi kita Shallallahu ’alaihi wa sallam sudah mengisyaratkan akan adanya fenomena tersebut.
“Sesungguhnya Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan meninggalnya para ulama. Hingga jika tidak tersisa seorang ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan, mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di antara praktik da'i yang asbun atau asal bunyi yang belakangan ini adalah mereka yang berpenampilan alim tapi cenderung memfitnah sesama muslim. Dengan berbekal gosip, mereka merusak kehormatan para ulama, ustadz dan saudara-saudara mereka seakidah. Hanya kepada Allah saja kita mengadu. Padahal, jauh-jauh hari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan :
“Barang siapa membicarakan mukmin dengan sesuatu yang tidak benar adanya; niscaya Allah akan benamkan dia ke dalam kubangan nanahnya para penghuni neraka, hingga ia bertaubat dari perkataan tersebut“. (HR. Abu Dawud).
Terkait masalah ini, cukuplah hadis Rasulullah menjadi peringatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadisnya: “Di antara manusia ada yang menjadi kunci-kunci pembuka kebaikan dan kunci-kunci yang menutup berbagai macam keburukan. Namun diantara manusia juga ada yang menjadi kunci yang menutup kebaikan dan membuka berbagai macam keburukan“.
Karena itulah, jangan sampai kita menjadi hamba yang ternyata kita menjadi orang yang membuka pintu keburukan dan menutup pintu kebaikan. Jauhi bicara yang asal bunyi dan hindari gosip. Kita dilarang untuk mendahului Allah dan RasulNya, kita dilarang untuk lebih mengedepankan perkataan fulan dari pada pendapat Allah dan RasulNya. Karena kewajiban kita adalah senantiasa tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu A'lam
(wid)