Kisah 3.000 Pasukan Muslim Gagah Berani Melawan 200.000 Prajurit Bizantium
loading...
A
A
A
Lalu katanya: "Mereka telah diangkat kepadaku di surga - seperti mimpi orang yang sedang tidur - di atas ranjang emas. Lalu saya lihat ranjang Abdullah bin Rawahah agak miring daripada ranjang kedua temannya itu." Lalu ditanya: "Kenapa begitu?" Dijawabnya: "Yang dua orang terus maju, tapi Abdullah agak ragu-ragu. Kemudian terus maju juga."
Ibnu Rawahah syahid setelah sebentar ragu-ragu lalu tampil lagi dengan keberanian yang luar biasa. Sekali ini bendera diambil oleh Thabit bin Arqam (Banu 'Ajlan), yang kemudian berkata: "Saudara-saudara kaum Muslimin. Mari kita mencalonkan salah seorang dari kita."
Mereka segera menjawab: "Engkau sajalah."
"Tidak, saya tidak akan mampu," jawabnya.
Khalid bin Walid
Pilihan mereka jatuh kepada Khalid bin Walid . Diambilnya bendera itu oleh Khalid setelah dilihatnya barisan Muslimin mulai centang-perenang, kekuatan moril mereka mulai kendor.
Khalid sendiri seorang jenderal yang cukup ulung, seorang penggerak militer yang tidak banyak bandingannya. Dengan demikian ia mulai memberikan komando. Barisan Muslimin dapat diaturnya kembali. Dalam menghadapi musuh itu sengaja ia membuat insiden-insiden kecil yang diulur-ulur sampai petang hari. Malamnya kedua pasukan itu tentu akan meletakkan senjata menunggu sampai pagi.
Pada saat itulah Khalid mengambil kesempatan menyusun siasat perangnya. Anak buahnya dipencar-pencar demikian rupa dengan jumlah yang tidak kecil, dalam suatu garis memanjang, yang dikerahkan maju dari barisan belakang.
Pagi-pagi bila orang sudah bangun, dirasakannya ada kesibukan dan hiruk-pikuk demikian rupa yang cukup menimbulkan perasaan gentar di kalangan musuh, dengan anggapan bahwa bala bantuan telah didatangkan dari pihak Nabi.
Kalau jumlah 3000 orang itu pada hari pertama telah membuat peranan begitu besar terhadap pasukan Romawi dan tidak sedikit pula jumlah mereka yang sudah terbunuh - meskipun tak dapat mereka pastikan - konon apa lagi yang akan dapat mereka lakukan dengan adanya bala bantuan yang baru didatangkan itu, dengan tiada orang yang mengetahui berapa besarnya!
Oleh karena itu pihak Romawi menjauhkan diri dari serangan Khalid dan senang sekali mereka kalau Khalid tidak sampai menyerang mereka. Tetapi sebenarnya Khalid lebih senang lagi. Ia menarik mundur pasukannya, kembali ke Madinah, setelah mengalami suatu pertempuran yang tidak membawa kemenangan buat pasukan Muslimin, dan yang juga sama tidak membawa kemenangan buat lawan mereka itu.
Hanya saja, tatkala Khalid dan pasukannya sudah hampir sampai di Madinah, Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang lain menyambut mereka. Atas permintaan Nabi, kemudian Abdullah bin Ja'far dibawa dan diangkatnya di depannya. Orang ramai datang menaburkan tanah kepada pasukan itu seraya berkata: "He, orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!"
Rasulullah SAW segera berkata: "Mereka bukan pelarian. Tetapi mereka orang-orang yang akan tampil kembali, insya Allah."
Sungguh pun sudah begitu rupa Nabi menghibur orang-orang yang baru kembali dari Mu'tah itu, namun kaum Muslimin belum mau juga memaafkan mereka karena penarikan mundur dan mereka kembali itu; sampai-sampai Salamah bin Hisyam tidak mau ikut sholat bersama-sama dengan kaum muslimin yang lain. Mereka khawatir masih akan terdengar suara-suara orang bila melihatnya.
"Hei orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah."
Kalau tidak karena adanya tindakan-tindakan yang berarti dari mereka yang kembali dari Mu'tah itu, terutama tindakan Khalid sendiri, niscaya Mu'tah masih akan dianggap suatu cemar karena pelarian yang telah dicontengkan saudara-saudara seagama di kening mereka.
Kesedihan Nabi SAW
Begitu pedih perasaan duka itu menusuk hati Nabi Muhammad setelah diketahuinya Zaid dan Ja'far telah Syahid. Begitu sedih ia menanggung dukacita karena mereka itu.
Setelah Ja'far syahid, Rasulullah mendatangi ke rumahnya. Beliau menjumpai istri Jafar, Asma binti 'Umais yang pada waktu itu ia sudah membuat adonan roti, anak-anaknya sudah dimandikan, sudah diminyaki dan dibersihkan. "Bawa kemari anak-anak Ja'far itu," ujar Rasulullah SAW kepada Asma.
Setelah mereka dibawa, Rasulullah menciumi anak-anak itu dengan berlinangan airmata.
"Rasulullah," kata Asma' gelisah. "Demi ayah bundaku! Kenapa menangis, Rasulullah?! Ada hal-hal yang menimpa Ja'far dan kawan-kawannya barangkali?" tanyanya.
Ibnu Rawahah syahid setelah sebentar ragu-ragu lalu tampil lagi dengan keberanian yang luar biasa. Sekali ini bendera diambil oleh Thabit bin Arqam (Banu 'Ajlan), yang kemudian berkata: "Saudara-saudara kaum Muslimin. Mari kita mencalonkan salah seorang dari kita."
Mereka segera menjawab: "Engkau sajalah."
"Tidak, saya tidak akan mampu," jawabnya.
Khalid bin Walid
Pilihan mereka jatuh kepada Khalid bin Walid . Diambilnya bendera itu oleh Khalid setelah dilihatnya barisan Muslimin mulai centang-perenang, kekuatan moril mereka mulai kendor.
Khalid sendiri seorang jenderal yang cukup ulung, seorang penggerak militer yang tidak banyak bandingannya. Dengan demikian ia mulai memberikan komando. Barisan Muslimin dapat diaturnya kembali. Dalam menghadapi musuh itu sengaja ia membuat insiden-insiden kecil yang diulur-ulur sampai petang hari. Malamnya kedua pasukan itu tentu akan meletakkan senjata menunggu sampai pagi.
Pada saat itulah Khalid mengambil kesempatan menyusun siasat perangnya. Anak buahnya dipencar-pencar demikian rupa dengan jumlah yang tidak kecil, dalam suatu garis memanjang, yang dikerahkan maju dari barisan belakang.
Pagi-pagi bila orang sudah bangun, dirasakannya ada kesibukan dan hiruk-pikuk demikian rupa yang cukup menimbulkan perasaan gentar di kalangan musuh, dengan anggapan bahwa bala bantuan telah didatangkan dari pihak Nabi.
Kalau jumlah 3000 orang itu pada hari pertama telah membuat peranan begitu besar terhadap pasukan Romawi dan tidak sedikit pula jumlah mereka yang sudah terbunuh - meskipun tak dapat mereka pastikan - konon apa lagi yang akan dapat mereka lakukan dengan adanya bala bantuan yang baru didatangkan itu, dengan tiada orang yang mengetahui berapa besarnya!
Oleh karena itu pihak Romawi menjauhkan diri dari serangan Khalid dan senang sekali mereka kalau Khalid tidak sampai menyerang mereka. Tetapi sebenarnya Khalid lebih senang lagi. Ia menarik mundur pasukannya, kembali ke Madinah, setelah mengalami suatu pertempuran yang tidak membawa kemenangan buat pasukan Muslimin, dan yang juga sama tidak membawa kemenangan buat lawan mereka itu.
Hanya saja, tatkala Khalid dan pasukannya sudah hampir sampai di Madinah, Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang lain menyambut mereka. Atas permintaan Nabi, kemudian Abdullah bin Ja'far dibawa dan diangkatnya di depannya. Orang ramai datang menaburkan tanah kepada pasukan itu seraya berkata: "He, orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!"
Rasulullah SAW segera berkata: "Mereka bukan pelarian. Tetapi mereka orang-orang yang akan tampil kembali, insya Allah."
Sungguh pun sudah begitu rupa Nabi menghibur orang-orang yang baru kembali dari Mu'tah itu, namun kaum Muslimin belum mau juga memaafkan mereka karena penarikan mundur dan mereka kembali itu; sampai-sampai Salamah bin Hisyam tidak mau ikut sholat bersama-sama dengan kaum muslimin yang lain. Mereka khawatir masih akan terdengar suara-suara orang bila melihatnya.
"Hei orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah."
Kalau tidak karena adanya tindakan-tindakan yang berarti dari mereka yang kembali dari Mu'tah itu, terutama tindakan Khalid sendiri, niscaya Mu'tah masih akan dianggap suatu cemar karena pelarian yang telah dicontengkan saudara-saudara seagama di kening mereka.
Kesedihan Nabi SAW
Begitu pedih perasaan duka itu menusuk hati Nabi Muhammad setelah diketahuinya Zaid dan Ja'far telah Syahid. Begitu sedih ia menanggung dukacita karena mereka itu.
Setelah Ja'far syahid, Rasulullah mendatangi ke rumahnya. Beliau menjumpai istri Jafar, Asma binti 'Umais yang pada waktu itu ia sudah membuat adonan roti, anak-anaknya sudah dimandikan, sudah diminyaki dan dibersihkan. "Bawa kemari anak-anak Ja'far itu," ujar Rasulullah SAW kepada Asma.
Setelah mereka dibawa, Rasulullah menciumi anak-anak itu dengan berlinangan airmata.
"Rasulullah," kata Asma' gelisah. "Demi ayah bundaku! Kenapa menangis, Rasulullah?! Ada hal-hal yang menimpa Ja'far dan kawan-kawannya barangkali?" tanyanya.