Kisah 3.000 Pasukan Muslim Gagah Berani Melawan 200.000 Prajurit Bizantium
loading...
A
A
A
Kisah 3.000 pasukan Muslim menghadapi 200.000 orang prajurit Bizantium terjadi pada Pertempuran Mu'tah . Ini adalah pertempuran perdana antara Muslim dengan Bizantium yang Nasrani. Perang terjadi di Mu'tah pada 629 M, tepatnya pada tanggal 5 Jumadil Awal 8 Hijriah.
Mu‘tah adalah sebuah desa yang terletak di perbatasan Syam. Desa yang ada di tepi Sungai Jordan ini, kini masuk dalam Provinsi Kerak, Yordania.
Ibnu Katsir dalam "al-Bidayah wan Nihayah" mengungkapkan, pertempuran ini sungguh sangat menakjubkan. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama.
Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3.000 orang. Dan pihak lainnya, prajurit kafir yang berjumlah 200.000 orang terdiri 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab.
Mereka saling bertarung dan menyerang. "Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak," tulis Ibnu Katsir.
Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. ( QS Al-Baqarah 2 :249) ”
Khalid bin Walid berkata, “Telah patah sembilan pedang di tanganku, tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman." (HR Imam Bukhari )
Menurut sejarawan Imam Ibnu Ishaq, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah SAW Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh ra.
Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini.
Penyebab Perang
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" mengatakan ahli-ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai penyebab terjadinya ekspedisi Mu'tah. Sebagian mengatakan bahwa dibunuhnya sahabat Nabi di Dhat't-Talh yang menyebabkan adanya penyerbuan sebagai hukuman atas mereka yang telah berkhianat.
Sedangkan pendapat lainnya, bahwa ketika Nabi mengirim seorang utusan kepada gubernur Heraklius di Bushra (Bostra), utusan itu dibunuh oleh orang badwi, dari Ghassan, atas nama Heraklius.
Lalu Nabi Muhammad SAW mengirim pasukan untuk memberi hukuman kepada penguasa itu dan siapa saja yang membantunya.
Haekal mengisahkan, pada bulan Jumadilawal tahun ke-8 Hijrah (tahun 629 M) Nabi memanggil 3.000 orang pilihan, dari sahabat-sahabatnya, dengan menyerahkan pimpinannya kepada Zaid bin Harithah dengan mengatakan: "Kalau Zaid gugur, maka Ja'far bin Abi Thalib yang memegang pimpinan, dan kalau Ja'far gugur, maka Abdullah bin Rawahah yang memegang pimpinan."
Ketika pasukan tentara ini berangkat, Khalid bin Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan iktikad baiknya sebagai orang Islam.
Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Nabi Muhammad juga turut mengantarkan mereka sampai ke luar kota, dengan memberikan pesan kepada mereka: "Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon."
Nabi Muhammad SAW mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata: "Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat."
Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak menyergap pihak Bizantium secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sudah-sudah. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka berangkat sampai di Ma'an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.
Mu‘tah adalah sebuah desa yang terletak di perbatasan Syam. Desa yang ada di tepi Sungai Jordan ini, kini masuk dalam Provinsi Kerak, Yordania.
Ibnu Katsir dalam "al-Bidayah wan Nihayah" mengungkapkan, pertempuran ini sungguh sangat menakjubkan. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama.
Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Azza wa Jalla, dengan kekuatan 3.000 orang. Dan pihak lainnya, prajurit kafir yang berjumlah 200.000 orang terdiri 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab.
Mereka saling bertarung dan menyerang. "Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin. Padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak," tulis Ibnu Katsir.
Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. ( QS Al-Baqarah 2 :249) ”
Khalid bin Walid berkata, “Telah patah sembilan pedang di tanganku, tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman." (HR Imam Bukhari )
Menurut sejarawan Imam Ibnu Ishaq, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah SAW Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh ra.
Sementara dari kalangan kaum anshar, ‘Abdullah bin Rawahah, ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan, al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini.
Penyebab Perang
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" mengatakan ahli-ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai penyebab terjadinya ekspedisi Mu'tah. Sebagian mengatakan bahwa dibunuhnya sahabat Nabi di Dhat't-Talh yang menyebabkan adanya penyerbuan sebagai hukuman atas mereka yang telah berkhianat.
Sedangkan pendapat lainnya, bahwa ketika Nabi mengirim seorang utusan kepada gubernur Heraklius di Bushra (Bostra), utusan itu dibunuh oleh orang badwi, dari Ghassan, atas nama Heraklius.
Lalu Nabi Muhammad SAW mengirim pasukan untuk memberi hukuman kepada penguasa itu dan siapa saja yang membantunya.
Haekal mengisahkan, pada bulan Jumadilawal tahun ke-8 Hijrah (tahun 629 M) Nabi memanggil 3.000 orang pilihan, dari sahabat-sahabatnya, dengan menyerahkan pimpinannya kepada Zaid bin Harithah dengan mengatakan: "Kalau Zaid gugur, maka Ja'far bin Abi Thalib yang memegang pimpinan, dan kalau Ja'far gugur, maka Abdullah bin Rawahah yang memegang pimpinan."
Ketika pasukan tentara ini berangkat, Khalid bin Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan iktikad baiknya sebagai orang Islam.
Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Nabi Muhammad juga turut mengantarkan mereka sampai ke luar kota, dengan memberikan pesan kepada mereka: "Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon."
Nabi Muhammad SAW mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata: "Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat."
Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak menyergap pihak Bizantium secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sudah-sudah. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka berangkat sampai di Ma'an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.