Hukum Membaca Al-Fatihah Sebelum Membaca Al-Qur'an

Selasa, 06 September 2022 - 11:46 WIB
loading...
Hukum Membaca Al-Fatihah Sebelum Membaca Al-Quran
Hukum membaca al-Fatihan sebelum membaca al-Quran adalah sesuatu yang tidak dicontohkan Nabi. Foto/Ilustrasi: SINDOnews
A A A
Hukum membaca Al-Fatihah sebelum membaca Al-Quran adalah sesuatu amalan yang tidak dicontohkan Rasulullah SAW maupun para sahabat nabi ra. Fatwa Lajnah Da’imah Saudi Arabia menyebut hal itu sebagai sesuatu yang diada-adakan.

Ada pun yang diperintahkan sebelum membaca al-Qur'an adalah membaca Ta’awudz, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Allah SWT berfirman dalam surat an-Nahl sebagai berikut:

فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ

"Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur'an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk." ( QS An Nahl : 98).



Adab Membaca Al-Quran
Membaca Al-Qur’an tentu memiliki adab. Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam "At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an" menyebut beberapa adab penting yang perlu diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an:

1. Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.

2. Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.

3. Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama. Hal ini berkaitan dengan masalah membaca, namun untuk menyentuh Al-Qur’an dipersyaratkan harus suci. Dalil yang mendukung hal ini adalah:

عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).

4. Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat menganjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.

5. Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.

6. Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”.

7. Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah). Sedangkan jika memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir rahim.



8. Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.

Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” ( QS Shaad : 29)

Imam Nawawi dalam At-Tibyan menyatakan, hadis yang membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut.

Ada cerita bahwa sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang terus diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang subuh. Bahkan ada yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya hingga pingsan. Lebih dari itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi Al-Qur’an.

Diceritakan oleh Imam Nawawi, dari Bahz bin Hakim, bahwasanya Zararah bin Aufa, seorang ulama terkemuka di kalangan tabi’in, ia pernah menjadi imam untuk mereka ketika salat subuh. Zararah membaca surat hingga sampai pada ayat,

فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9)

Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit.” ( QS. Al-Mudattsir : 8-9). Ketika itu Zararah tersungkur lantas meninggal dunia. Bahz menyatakan bahwa ia menjadi di antara orang yang memikul jenazahnya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2556 seconds (0.1#10.140)