Kisah si Kafir Abu Jahal Mencuri Dengar Rasulullah SAW Membaca Al-Quran
loading...
A
A
A
Lelaki itu bernama asli 'Amr ibn Hisyam namun oleh umat Islam ia berjuluk Abu Jaha l yang bermakna “biang kebodohan”. Ia merupakan salah satu tokoh Quraisy yang sangat memusuhi Rasulullah SAW . Si kafir ini mengagumi Al-Quran. Seringkali, secara diam-diam ia mencuri dengar Rasulullah SAW membaca Kitab Suci tersebut.
Dalam sirah nabawiyah disebutkan bahwa sebelum masyhur sebagai “Abu Jahal”, sebutannya adalah Abul Hakam. Maknanya, “sosok bijaksana.” Pada masa Islam ia dikenal sebagai sosok yang kejam, bengis, dan bertangan dingin. Sumayyah adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang merasakan kekejamannya hingga dia meninggal dunia.
Nasab dan Silsilah 'Amr ibn Hisyam ibn Al-Mughirah adalah nasab yang dimiliki oleh Abu Jahal. Lelaki yang awalnya bergelar Abu Al-Hakam ini merupakan salah satu tokoh kuat di kalangan Quraisy yang berasal dari Bani Makhzum.
Doa Nabi agar Abu Jahal Masuk Islam
Abu Jahal adalah orang yang cerdas juga sangat berpengaruh. Lantaran itu pula Rasulullah SAW sangat berharap Abu Jahal sudi memeluk Islam. Saat dakwah Islam melemah dan mendapat banyak sekali penentangan dari kaum Quraisy, Rasulullah SAW pernah memohon kepada Allah SWT:
“Aliahumma a'izza Al-Islam bi ahadi al-rajulaini, imma Abu Jahl ibn Hisyam wa imma 'Umar ibn Al-Khattab (Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara kedua lelaki ini, Abu Jahal ibn Hisyam atau Umar ibn Al-Khaththab)."
Melalui doa tersebut, Rasulullah SAW sangat berharap Abu Jahal masuk Islam sehingga dapat mengurangi permusuhan kaum Quraisy. Beliau memohon doa itu sebelum Umar bin Khattab masuk Islam. Ternyata, di antara kedua tokoh yang beliau harapkan itu, Umar bin Khattab yang terpilih dan diberi hidayah oleh Allah SWT. Dengan demikian, sosok Umar bin Khattab mampu melindungi Islam dengan pengaruhnya di tengah kaum Quraisy.
Diam-Diam Menyimak Al-Quran
Pesona Al-Quran sebagai kitab suci sudah tersebar di kalangan kafir Quraisy. Mereka adalah orang-orang Arab yang mengerti bahasa Al-Quran. Pada awal-awal Al-Quran turun, mereka merasakan sebuah keajaiban saat mendengarkan bacaan Al-Quran dan selalu merasa ingin mendengarkannya.
Hal tersebut pernah terjadi pada diri Abu Jahal meskipun tidak sampai mengantarkannya kepada keimanan.
Abu Jahal, Abu Sufyan, dan Al-Akhnas adalah tokoh-tokoh Quraisy yang memiliki perasaan tersebut. Diam-diam ketiga orang itu secara terpisah menyelinap ke rumah Rasulullah SAW demi mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran dari beliau.
Beberapa saat menjelang shubuh, mereka pulang pada waktu yang bersamaan dan memergoki satu sama lain di tengah jalan. Mereka sama-sama terkejut dan saling menyalahkan. Karena tidak dapat lagi menghindar, akhirnya mereka sepakat untuk menyimpan kejadian itu sebagai rahasia di antara mereka bertiga. Ketiganya berjanji tidak akan menceritakan kejadian itu kepada siapa pun.
“Jangan mengulangi lagi hal yang sama. Jika kita terlihat oleh orang-orang bodoh itu, kehormatan kita di mata mereka menjadi lemah, sedangkan harga diri Muhammad menjadi semakin kuat," kata salah satu di antara mereka. Lalu, mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan berpencar.
Namun, saat malam kembali tiba, mereka merasa diseret oleh kakinya untuk menyelinap ke rumah Rasulullah SAW lagi dan melakukan hal yang sama. Saat menjelang shubuh, mereka kembali memergoki satu sama lain.
Kejadian tersebut berlangsung tiga malam berturut-turut. Namun, hal tersebut tak sampai membuat Abu Jahal beriman dan percaya kepada apa yang didengarnya.
Strategi Abu Jahal
Sebagai penentang dakwah, Abu Jahal melakukan segala cara untuk melemahkan Rasulullah SAW. Dia melancarkan berbagai strategi yang dapat mengganggu stabilitas di tubuh umat Muslim pada awal-awal masa dakwah.
Strategi tersebut salah satunya adalah dengan memengaruhi orang-orang berdasarkan status sosialnya. Jika seseorang yang mualaf itu adalah seorang tokoh, Abu Jahal akan mengajaknya berdialog dengan mengedepankan intelektualitas. Dengan cara tersebut, dia bisa mengubah cara dan arah pemikiran orang yang diajaknya berdialog itu.
Abu Jahal biasanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan semacam, “Relakah kamu meninggalkan kepercayaan nenek moyang yang jelas-jelas memiliki pemikiran yang lebih baik daripada kepercayaanmu sekarang? Di mana letak kehormatanmu?"
Apabila seseorang yang hendak dipengaruhinya itu adalah seorang pedagang, Abu Jahal akan menakut-nakutinya dengan berbagai ketidakberuntungan. Dia akan mengatakan bahwa jika masuk Islam, orang itu akan merugi dan modalnya akan habis sia-sia.
Dalam sirah nabawiyah disebutkan bahwa sebelum masyhur sebagai “Abu Jahal”, sebutannya adalah Abul Hakam. Maknanya, “sosok bijaksana.” Pada masa Islam ia dikenal sebagai sosok yang kejam, bengis, dan bertangan dingin. Sumayyah adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang merasakan kekejamannya hingga dia meninggal dunia.
Nasab dan Silsilah 'Amr ibn Hisyam ibn Al-Mughirah adalah nasab yang dimiliki oleh Abu Jahal. Lelaki yang awalnya bergelar Abu Al-Hakam ini merupakan salah satu tokoh kuat di kalangan Quraisy yang berasal dari Bani Makhzum.
Doa Nabi agar Abu Jahal Masuk Islam
Abu Jahal adalah orang yang cerdas juga sangat berpengaruh. Lantaran itu pula Rasulullah SAW sangat berharap Abu Jahal sudi memeluk Islam. Saat dakwah Islam melemah dan mendapat banyak sekali penentangan dari kaum Quraisy, Rasulullah SAW pernah memohon kepada Allah SWT:
“Aliahumma a'izza Al-Islam bi ahadi al-rajulaini, imma Abu Jahl ibn Hisyam wa imma 'Umar ibn Al-Khattab (Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara kedua lelaki ini, Abu Jahal ibn Hisyam atau Umar ibn Al-Khaththab)."
Melalui doa tersebut, Rasulullah SAW sangat berharap Abu Jahal masuk Islam sehingga dapat mengurangi permusuhan kaum Quraisy. Beliau memohon doa itu sebelum Umar bin Khattab masuk Islam. Ternyata, di antara kedua tokoh yang beliau harapkan itu, Umar bin Khattab yang terpilih dan diberi hidayah oleh Allah SWT. Dengan demikian, sosok Umar bin Khattab mampu melindungi Islam dengan pengaruhnya di tengah kaum Quraisy.
Diam-Diam Menyimak Al-Quran
Pesona Al-Quran sebagai kitab suci sudah tersebar di kalangan kafir Quraisy. Mereka adalah orang-orang Arab yang mengerti bahasa Al-Quran. Pada awal-awal Al-Quran turun, mereka merasakan sebuah keajaiban saat mendengarkan bacaan Al-Quran dan selalu merasa ingin mendengarkannya.
Hal tersebut pernah terjadi pada diri Abu Jahal meskipun tidak sampai mengantarkannya kepada keimanan.
Abu Jahal, Abu Sufyan, dan Al-Akhnas adalah tokoh-tokoh Quraisy yang memiliki perasaan tersebut. Diam-diam ketiga orang itu secara terpisah menyelinap ke rumah Rasulullah SAW demi mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran dari beliau.
Beberapa saat menjelang shubuh, mereka pulang pada waktu yang bersamaan dan memergoki satu sama lain di tengah jalan. Mereka sama-sama terkejut dan saling menyalahkan. Karena tidak dapat lagi menghindar, akhirnya mereka sepakat untuk menyimpan kejadian itu sebagai rahasia di antara mereka bertiga. Ketiganya berjanji tidak akan menceritakan kejadian itu kepada siapa pun.
“Jangan mengulangi lagi hal yang sama. Jika kita terlihat oleh orang-orang bodoh itu, kehormatan kita di mata mereka menjadi lemah, sedangkan harga diri Muhammad menjadi semakin kuat," kata salah satu di antara mereka. Lalu, mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan berpencar.
Namun, saat malam kembali tiba, mereka merasa diseret oleh kakinya untuk menyelinap ke rumah Rasulullah SAW lagi dan melakukan hal yang sama. Saat menjelang shubuh, mereka kembali memergoki satu sama lain.
Kejadian tersebut berlangsung tiga malam berturut-turut. Namun, hal tersebut tak sampai membuat Abu Jahal beriman dan percaya kepada apa yang didengarnya.
Strategi Abu Jahal
Sebagai penentang dakwah, Abu Jahal melakukan segala cara untuk melemahkan Rasulullah SAW. Dia melancarkan berbagai strategi yang dapat mengganggu stabilitas di tubuh umat Muslim pada awal-awal masa dakwah.
Strategi tersebut salah satunya adalah dengan memengaruhi orang-orang berdasarkan status sosialnya. Jika seseorang yang mualaf itu adalah seorang tokoh, Abu Jahal akan mengajaknya berdialog dengan mengedepankan intelektualitas. Dengan cara tersebut, dia bisa mengubah cara dan arah pemikiran orang yang diajaknya berdialog itu.
Abu Jahal biasanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan semacam, “Relakah kamu meninggalkan kepercayaan nenek moyang yang jelas-jelas memiliki pemikiran yang lebih baik daripada kepercayaanmu sekarang? Di mana letak kehormatanmu?"
Apabila seseorang yang hendak dipengaruhinya itu adalah seorang pedagang, Abu Jahal akan menakut-nakutinya dengan berbagai ketidakberuntungan. Dia akan mengatakan bahwa jika masuk Islam, orang itu akan merugi dan modalnya akan habis sia-sia.