Benarkah Syiah Pelopor Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW?

Kamis, 29 September 2022 - 16:58 WIB
loading...
Benarkah Syiah Pelopor...
Perayaan Maulid Nabi pertama kali digelar pada Dinasti Fatimiyah di Mesir. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Sejumlah sejarawan dan penulis menempatkan Dinasti Fathimiyah di Mesir sebagai pelopor perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW . Disebutkan bahwa perayaan Maulid pertama kali diadakan oleh Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir yang berhaluan Syiah Ismailiyah (Rafidhah). Dinasti ini berkuasa di Mesir pada tahun 362 sampai dengan 567 Hijriyah.

Maulid mula-mula diselenggarakan di era kepemimpinan Abu Tamim yang memiliki gelar Al-Muiz Dinillah. Tidak hanya Maulid Nabi Muhammad SAW saja yang mereka peringati, ada juga hari lainnya, yaitu peringatan Asyura, Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Hasan dan Husain, dan Maulid Fathimah binti Rasulullah.



AM Waskito dalam bukunya berjudul "Pro dan Kontra Maulid Nabi" mengatakan pelaksanaan Maulid Nabi sudah dilaksanakan sejak ribuan tahun lalu oleh Umat Islam di dunia.

Hanya saja, kata AM Waskito, setidaknya ada tiga versi tentang asal mula peringatan maulid. Selain versi yang menyebut pelopornya Dinasti Fatimiyah, ada yang menyebut pertama kali perayaan Maulid Nabi dilakukan kalangan Sunni. Mereka adalah Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri, gubernur Irbil di Irak.

Sultan Abu Said hidup pada tahun 549-630 H. Pada saat peringatan Maulid beliau mengundang para ulama, ahli tasawuf, ilmuwan, dan seluruh rakyatnya. Beliau menjamu tamu dengan hidangan makanan, berbagi hadiah, dan bersedekah kepada fakir miskin.

Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan orang yang pertama kali merintis peringatan Maulid ini adalah penguasa Irbil, Malik Al-Muzhaffar Abu Sa’id Kukabri bin Zainuddin bin Baktatin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun masjid Al-Jami’ Al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun.”

Selanjutnya ada yang menyebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pertama kali diselenggarakan oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (567-622 H), penguasa dinasti Ayyub (di bawah kekuasaan Daulah Abbassiyah). Tujuannya adalah untuk meningkatkan semangat jihad umat Islam pada saat Perang Salib dan merebut Yerusalem dari kerajaan Salibis.

Kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir dimulai ketika Dinasti Ubaid sudah runtuh. Menurut catatan sejarah, tradisi-tradisi yang dilahirkan oleh Dinasti Ubaidtetap melekat dalam kehidupan masyarakat Mesir, bahkan sampai hari ini.

Sebagai penguasa baru pada waktu itu, Shalahuddin Al-Ayyubi tidak sepenuhnya membuat aturan yang benar-benar baru, untuk menjaga popularitasnya beliau mengadaptasikan tradisi-tradisi yang sudah berkembang di masyarakat ke dalam aturan pemerintahannya.



Sejatinya, Shalahuddin Al-Ayyubi memiliki keterkaitan dengan Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri. Mereka berdua hidup di masa yang sama, dan mereka berdua memiliki hubungan kekerabatan. Mereka adalah saudara ipar.

Shalahuddin Al-Ayyubi memiliki saudara perempuan yang bernama Rabiah Khatun binti Ayyub, yang dinikahkan dengan saudara laki-laki dari Malik Al-Muzhaffar Abu Sa’id. Melihat efektivitas peringatan Maulid bagi semangat jihad masyarakat Mesir, besar kemungkinannya Malik Al-Muzhaffar Abu Sa’id ingin mengadaptasikan kegiatan tersebut di daerahnya.

Terlepas dari berbagai fakta sejarah tersebut, pada hari ini, baik Sunni maupun Syiah di seluruh dunia sama-sama memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tanpa terlalu mempedulikan dari mana asal-usulnya. Yang mereka tahu bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok agung penyelamat seluruh bangsa yang layak dicintai dan dicontoh oleh seluruh umat Islam. Hanya beberapa minoritas kelompok Sunni saja yang secara tegas melarang praktik ini karena dianggap bid’ah.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3248 seconds (0.1#10.140)