Maulid Nabi Muhammad SAW, Berkaca dari Kasus Abu Lahab
loading...
A
A
A
Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya menuturkan bahwa setelah setahun kematian Abu Lahab, paman Nabi yang lain, al-Abbas , bermimpi melihatnya memakai pakaian putih dan dia menanyainya tentang keadaannya.
Abu Lahab menjawab bahwa dia di neraka. Hanya saja setiap malam Senin Allah meringankan siksa atasnya. Ini karena dia memerdekakan hamba sahayanya, Tsuwaibah. Hamba sahaya itu dibebaskan, karena Abu Lahab sedang senang dengan lahirnya Rasulullah SAW yang dikabarnya Tsuwaibah.
Fuad Abdurahman dalam bukunya berjudul "Jalan Damai Rasulullah: Risalah Rahmat bagi Semua" mengatakan Abu Lahab saja yang divonis Allah SWT masuk neraka ketika dia masih hidup (QS al-Lahab (111): 1-5) karena menentang dan menyebar permusuhan terhadap Baginda Nabi secara terang-terangan, diringankan siksanya oleh Allah setiap malam Senin, hanya karena ia merasa gembira ketika mendengar kelahiran Rasulullah SAW.
"Nah, bagaimana dengan kita yang gembira mendengar kelahiran beliau dengan mengadakan peringatan kelahirannya atau maulid?" tulisnya.
Al-Hafizh Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin al-Dimasyq membuat syair mengenai hal ini: “Jika saja orang kafir ini (Abu Lahab) yang telah ditetapkan kedua tangannya dalam neraka selamanya, dia selalu diringankan siksanya setiap hari Senin karena gembira atas kelahiran Ahmad, kemenakannya. Maka, bagaimana dengan orang yang sepanjang usianya bergembira dengan kelahiran beliau dan bertauhid ketika matinya?”
Sementara itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam "Iqtidha' al-shirat al-mustaqim mukhalafah ashhab al-jahim" menganjurkan untuk melakukan peringatan maulid , bahkan dikatakan memiliki keutamaan pahala.
Ia berkata, “Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya rutin (setiap tahun), yang dilakukan oleh sebagian orang, itu berpahala besar karena tujuan yang baik dan mengagungkan Rasulullah SAW beserta keluarganya. Sebagaimana yang telah aku sampaikan kepadamu.”
Memperingati Peristiwa Besar
Rasulullah SAW juga selalu memperingati peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah. Beliau selalu membuat hubungan di antara peristiwa-peristiwa agama dan sejarah. Sehingga, bila tiba suatu hari ketika terjadi suatu kejadian penting, beliau mengingatkan para sahabat untuk merayakan hari itu dan menegaskan keistimewaannya meskipun peristiwa tersebut terjadi pada masa lampau.
Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Beliau bertanya mengenai hari tersebut, dan beliau diberi tahu bahwa pada hari itu Allah SWT menyelamatkan Nabi mereka, yakni Musa as dan menenggelamkan musuhnya, Firaun. Karena itulah mereka berpuasa pada hari tersebut untuk bersyukur kepada Allah atas karunia ini.
Pada saat itu juga, Rasulullah SAW menanggapinya dengan bersabda, “Kita lebih berhak atas Musa a.s. daripada kalian.” Dan beliau pun melakukan puasa pada hari itu dan hari sebelumnya. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW menyukai dan memuji orang lain yang mencintai dan memuji beliau sendiri. Beliau suka memuji dan membalas dengan berbagai kebaikan kepada para penyair pada zamannya yang suka membuat syair-syair yang memuji kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW, seperti Hasan bin Tsabit. Maka, bisa dipastikan bahwa beliau akan sangat rida dan menyukai mereka yang menghimpun dan menyebarluaskan sejarah kehidupan dan perjuangannya, seperti yang dilakukan oleh para ulama melalui kitab-kitab maulid mereka.
Memperingati maulid Nabi Muhammad SAW merupakan media dakwah untuk memaparkan kembali sejarah kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW. Selain itu, mendorong agar umat Islam mencintai beliau dan mau meneladaninya, sekaligus membiasakan bershalawat untuk beliau hingga menjadi peneguh hati kaum Muslim ( QS Hud (11) : 120).
Memperingati maulid Nabi juga merupakan upaya menghidupkan napak tilas perjuangan Rasulullah SAW dan menghidupkan kenangan perjuangan orang-orang saleh adalah sesuatu yang disyariatkan dalam Islam, seperti dalam ibadah haji yang menapaktilasi kehidupan Nabi Ibrahim dan istrinya, Hajar, serta putra mereka, Nabi Ismail.
Dalam Shahih-nya, Imam al-Bukhari menuturkan sebuah hadis dari Aisyah yang meriwayatkan pertanyaan dari ayahnya (Abu Bakar ash-Shiddig), “Hari apakah Nabi wafat?”
Ia menjawab, “Hari Senin.”
Abu Bakar bertanya lagi, “Hari apakah sekarang?”
Ia menjawab, “Ayah, sekarang hari Senin.”
Abu Lahab menjawab bahwa dia di neraka. Hanya saja setiap malam Senin Allah meringankan siksa atasnya. Ini karena dia memerdekakan hamba sahayanya, Tsuwaibah. Hamba sahaya itu dibebaskan, karena Abu Lahab sedang senang dengan lahirnya Rasulullah SAW yang dikabarnya Tsuwaibah.
Fuad Abdurahman dalam bukunya berjudul "Jalan Damai Rasulullah: Risalah Rahmat bagi Semua" mengatakan Abu Lahab saja yang divonis Allah SWT masuk neraka ketika dia masih hidup (QS al-Lahab (111): 1-5) karena menentang dan menyebar permusuhan terhadap Baginda Nabi secara terang-terangan, diringankan siksanya oleh Allah setiap malam Senin, hanya karena ia merasa gembira ketika mendengar kelahiran Rasulullah SAW.
"Nah, bagaimana dengan kita yang gembira mendengar kelahiran beliau dengan mengadakan peringatan kelahirannya atau maulid?" tulisnya.
Al-Hafizh Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin al-Dimasyq membuat syair mengenai hal ini: “Jika saja orang kafir ini (Abu Lahab) yang telah ditetapkan kedua tangannya dalam neraka selamanya, dia selalu diringankan siksanya setiap hari Senin karena gembira atas kelahiran Ahmad, kemenakannya. Maka, bagaimana dengan orang yang sepanjang usianya bergembira dengan kelahiran beliau dan bertauhid ketika matinya?”
Sementara itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam "Iqtidha' al-shirat al-mustaqim mukhalafah ashhab al-jahim" menganjurkan untuk melakukan peringatan maulid , bahkan dikatakan memiliki keutamaan pahala.
Ia berkata, “Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya rutin (setiap tahun), yang dilakukan oleh sebagian orang, itu berpahala besar karena tujuan yang baik dan mengagungkan Rasulullah SAW beserta keluarganya. Sebagaimana yang telah aku sampaikan kepadamu.”
Memperingati Peristiwa Besar
Rasulullah SAW juga selalu memperingati peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah. Beliau selalu membuat hubungan di antara peristiwa-peristiwa agama dan sejarah. Sehingga, bila tiba suatu hari ketika terjadi suatu kejadian penting, beliau mengingatkan para sahabat untuk merayakan hari itu dan menegaskan keistimewaannya meskipun peristiwa tersebut terjadi pada masa lampau.
Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Beliau bertanya mengenai hari tersebut, dan beliau diberi tahu bahwa pada hari itu Allah SWT menyelamatkan Nabi mereka, yakni Musa as dan menenggelamkan musuhnya, Firaun. Karena itulah mereka berpuasa pada hari tersebut untuk bersyukur kepada Allah atas karunia ini.
Pada saat itu juga, Rasulullah SAW menanggapinya dengan bersabda, “Kita lebih berhak atas Musa a.s. daripada kalian.” Dan beliau pun melakukan puasa pada hari itu dan hari sebelumnya. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW menyukai dan memuji orang lain yang mencintai dan memuji beliau sendiri. Beliau suka memuji dan membalas dengan berbagai kebaikan kepada para penyair pada zamannya yang suka membuat syair-syair yang memuji kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW, seperti Hasan bin Tsabit. Maka, bisa dipastikan bahwa beliau akan sangat rida dan menyukai mereka yang menghimpun dan menyebarluaskan sejarah kehidupan dan perjuangannya, seperti yang dilakukan oleh para ulama melalui kitab-kitab maulid mereka.
Memperingati maulid Nabi Muhammad SAW merupakan media dakwah untuk memaparkan kembali sejarah kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW. Selain itu, mendorong agar umat Islam mencintai beliau dan mau meneladaninya, sekaligus membiasakan bershalawat untuk beliau hingga menjadi peneguh hati kaum Muslim ( QS Hud (11) : 120).
Memperingati maulid Nabi juga merupakan upaya menghidupkan napak tilas perjuangan Rasulullah SAW dan menghidupkan kenangan perjuangan orang-orang saleh adalah sesuatu yang disyariatkan dalam Islam, seperti dalam ibadah haji yang menapaktilasi kehidupan Nabi Ibrahim dan istrinya, Hajar, serta putra mereka, Nabi Ismail.
Dalam Shahih-nya, Imam al-Bukhari menuturkan sebuah hadis dari Aisyah yang meriwayatkan pertanyaan dari ayahnya (Abu Bakar ash-Shiddig), “Hari apakah Nabi wafat?”
Ia menjawab, “Hari Senin.”
Abu Bakar bertanya lagi, “Hari apakah sekarang?”
Ia menjawab, “Ayah, sekarang hari Senin.”