10 Marga Keturunan Nabi Muhammad SAW yang Banyak di Yaman
loading...
A
A
A
6. Al-Habsyi (الحبشى)
Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dijuluki Al-Habsyi karena beliau sering bepergian ke Habasyah Afrika dan pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk dakwah Islam.
Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di Tarim, dikaruniai seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anak lelaki, 2 di antaranya menurunkan keturunannya.
7. Syahabuddin/Shahab/Syihab (شهاب الدين)
Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin asy-Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran bin Abdurahman Assegaf. Syahabuddin ini gelar yang dinisbahkan kepada ulama yang terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan mempunyai banyak mempunyai karya tulis pada zamannya.
Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashghor adalah waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka.
Setiap anak cucu Al-Habib Syahabuddin al-Ashghor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti Al-Masyhur dan az-Zahir. Adapun Aal-al-Hadi adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di Tarim dikaruniai 3 anak lelaki (1). Muhammad al-Hadi (2) Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar dan (3. Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim Tahun Tahun 946 H.
8. Bin Sumaith (بن سميط)
Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih.
Gelar yang disandang beliau karena masa kecilnya dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian itu mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka sejak itu anak tersebut dijuluki Semith.
Waliyullah Muhammad bin Semith lahir di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia. Waliyullah Muhammad bin Semith wafat di Tarim Tahun 950 H.
9. Al-Jufri (الجفرى)
Orang pertama yang dijuluki Al-Jufri ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan berbadan gemuk dan kekar. Setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu 'Jafar', suatu rumus-rumus menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing).
Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut Al-Jufri. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di Tarim dikaruniai lima anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Khawas dan Umar.
Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah. Sedangkan tiga anak lainnya menurunkan keturunan Al-Djufri seperti: Al-Kaf, ash-Shafi dan Al-Bahar. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di Tarim Tahun 860 H.
10. Djamalullail (جمال الليل)
Djamalullail adalah gelar untuk Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-Imam Muhammad bin Hasan al-Mua'alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan at-Turabi.
Gelar yang disandang beliau karena selalu mengisi malam harinya dengan ibadah sholat, membaca Al-Qur'an, shalawat, serta dzikir lainnya. Ini dilakukannya selama hidupnya karena itu beliau digelari Djamalullail.
Waliyullah Muhammad Djamalullail lahir di Kota Tarim dikaruniai 2 anak lelaki yaitu: Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan Al-Djamalullail yang berada di Haddramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa.
Ali bin Muhammad Djamalullail menurunkan keturunan leluhur Al-Qadri, Al-Asiry, Al-Baharun dan Al-Junaid. Beliau wafat di Kota Tarim pada Tahun 845 H.
Selain 10 marga Habib di atas, ada juga beberapa marga yang eksis di Yaman. Seperti Al-Bayti (البيتى) yang dinisbatkan ke Baiti Maslamah, sebuah desa yang berjarak 10 Km dari Tarim. Marga As-Sakran (السكران) yang dinisbahkan kepada Abu Bakar bin Abdurahman Asegaf. Abu Bakar as-Sakran ini menurunkan keluarga Syahabuddin, Al-Masyhur, Al-Hadi, Al-Wahath, Al-Munawar.
Ada juga marga As-Syathiri (الشاطرى) yang dinisbahkan kepada Waliyullah Alwi asy-Syathiri, lahir di Tarim dan wafat pada Tahun 843 H. Kemudian marga Al-Aidid (العيديد), keturunan waliyullah Muhammad Maula Aidid bin Ali Shahib. Dan masih banyak lainnya.
Menurut Habib Hasan Bin Ismail Al-Muhdor dalam satu kajian "Ahbaabul Musthofa Channel" di kanal YouTube. Cucu Nabi Muhammad dari jalur Sayyidina Husein maupun Hasan semuanya sama. Bangsa apa pun, marga apapun, semuanya sama-sama keturunan Nabi.
Mengenai marga Habib itu adalah julukan yang diambil dari kakek buyutnya. Seperti Al-Habib Abdurrahman Assegaf, ayahnya bernama Muhammad Al-Mauladdawilah. Mengapa anak Habib Muhammad bermarga Assegaf? Karena Abdurrahman mendapat julukan sendiri, tidak ikut julukan ayahnya. Beliau menutupi semua maqom seperti atap sehingga dijuluki Assegaf.
Penting digarisbagwahi, keturunan Nabi atau ahlul bait yang paling afdhol bukan dilihat dari marganya, karena semuanya adalah cucu Nabi Muhammad SAW. Tetapi yang paling afdhol adalah yang paling persis seperti Rasulullah SAW atau mengikuti Beliau.
Mereka adalah keturunan waliyullah Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadillah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dijuluki Al-Habsyi karena beliau sering bepergian ke Habasyah Afrika dan pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk dakwah Islam.
Waliyullah Abi Bakar bin Ali al-Habsyi lahir di Tarim, dikaruniai seorang anak laki yang bernama Alwi. Alwi mempunyai 5 orang anak lelaki, 2 di antaranya menurunkan keturunannya.
7. Syahabuddin/Shahab/Syihab (شهاب الدين)
Yang pertama kali dijuluki Syahabuddin ialah waliyullah Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin bin Abdurahman bin asy-Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran bin Abdurahman Assegaf. Syahabuddin ini gelar yang dinisbahkan kepada ulama yang terkenal dengan keluasan ilmu mereka dan mempunyai banyak mempunyai karya tulis pada zamannya.
Habib Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan cucu beliau Habib Ahmad Syahabuddin al-Ashghor adalah waliyullah yang terkenal dan pantas menggunakan gelar tersebut, maka keduanya diberi gelar Syahabuddin. Hal itu disebabkan keagungan dan keluasan ilmu mereka.
Setiap anak cucu Al-Habib Syahabuddin al-Ashghor disebut Bin Syahab kecuali beberapa keluarga mereka yang dikenal dengan gelar lain seperti Al-Masyhur dan az-Zahir. Adapun Aal-al-Hadi adalah anak cucu pamannya yaitu al-Habib Muhammad al-Hadi bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar dan anak cucu saudaranya al-Hadi bin Abdurahman bin Ahmad Syahabuddin al-Akbar. Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir di Tarim dikaruniai 3 anak lelaki (1). Muhammad al-Hadi (2) Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin al-Akbar dan (3. Syahabuddin bin Abdurahman al-Qadhi. Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-Ashgor wafat di Tarim Tahun Tahun 946 H.
8. Bin Sumaith (بن سميط)
Yang pertama kali digelari al-Bin Sumaith ialah waliyullah Muhammad bin Ali bin Abdurahman bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi 'Ammu al-Faqih.
Gelar yang disandang beliau karena masa kecilnya dipakaikan oleh ibunya sebuah kalung dari benang yang biasa disebut Sumaith. Ketika sedang berjalan kalung itu jatuh dan sang ibu enggan berbalik untuk mengambilnya. Ibu dan puteranya berjalan terus dan membiarkan kalung itu tertinggal, sedangkan orang-orang yang menyaksikan kejadian itu mengira sang ibu tidak mengetahui kalau kalung anaknya jatuh dan berusaha memberitahu dengan berteriak Sumaith. Maka sejak itu anak tersebut dijuluki Semith.
Waliyullah Muhammad bin Semith lahir di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Abdullah yang menurunkan keturunannya di Tarim, Syibam, Taribah, Goroh (Hadramaut), Zanzibar dan Indonesia. Waliyullah Muhammad bin Semith wafat di Tarim Tahun 950 H.
9. Al-Jufri (الجفرى)
Orang pertama yang dijuluki Al-Jufri ialah waliyullah Abu Bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Beliau dipanggil oleh datuk dari ibunya Waliyullah Abdurahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah dengan sebutan Djufratiy yang berarti anak kecil kesayangan berbadan gemuk dan kekar. Setelah dewasa ia menjadi seorang ahli dalam ilmu 'Jafar', suatu rumus-rumus menggunakan huruf dan angka yang ditulis di atas kulit Jafar (anak kambing).
Pada suatu hari beliau kehilangan kitabnya yang berisi ilmu Jafar, beliau mencarinya sambil berkata Jafri (maksudnya kitab ilmu Jafarku). Maka mulai sejak itu beliau disebut Al-Jufri. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri dilahirkan di Tarim dikaruniai lima anak lelaki yaitu: Muhammad, Abdullah, Ahmad, Alwi al-Khawas dan Umar.
Dari kelima anak yang terputus keturunannya adalah Muhammad dan Abdullah. Sedangkan tiga anak lainnya menurunkan keturunan Al-Djufri seperti: Al-Kaf, ash-Shafi dan Al-Bahar. Waliyullah Abu Bakar bin Muhammad al-Djufri wafat di Tarim Tahun 860 H.
10. Djamalullail (جمال الليل)
Djamalullail adalah gelar untuk Imam Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (keturunan terputus) dan al-Imam Muhammad bin Hasan al-Mua'alim bin Muhammad Asadilah bin Hasan at-Turabi.
Gelar yang disandang beliau karena selalu mengisi malam harinya dengan ibadah sholat, membaca Al-Qur'an, shalawat, serta dzikir lainnya. Ini dilakukannya selama hidupnya karena itu beliau digelari Djamalullail.
Waliyullah Muhammad Djamalullail lahir di Kota Tarim dikaruniai 2 anak lelaki yaitu: Abdullah bin Muhammad Djamalullail. Dari kedua cucunya Abdullah bin Ahmad dan Muhammad bin Ahmad menurunkan Al-Djamalullail yang berada di Haddramaut, Makkah dan India serta sebagian di Aceh dan pulau Jawa.
Ali bin Muhammad Djamalullail menurunkan keturunan leluhur Al-Qadri, Al-Asiry, Al-Baharun dan Al-Junaid. Beliau wafat di Kota Tarim pada Tahun 845 H.
Selain 10 marga Habib di atas, ada juga beberapa marga yang eksis di Yaman. Seperti Al-Bayti (البيتى) yang dinisbatkan ke Baiti Maslamah, sebuah desa yang berjarak 10 Km dari Tarim. Marga As-Sakran (السكران) yang dinisbahkan kepada Abu Bakar bin Abdurahman Asegaf. Abu Bakar as-Sakran ini menurunkan keluarga Syahabuddin, Al-Masyhur, Al-Hadi, Al-Wahath, Al-Munawar.
Ada juga marga As-Syathiri (الشاطرى) yang dinisbahkan kepada Waliyullah Alwi asy-Syathiri, lahir di Tarim dan wafat pada Tahun 843 H. Kemudian marga Al-Aidid (العيديد), keturunan waliyullah Muhammad Maula Aidid bin Ali Shahib. Dan masih banyak lainnya.
Menurut Habib Hasan Bin Ismail Al-Muhdor dalam satu kajian "Ahbaabul Musthofa Channel" di kanal YouTube. Cucu Nabi Muhammad dari jalur Sayyidina Husein maupun Hasan semuanya sama. Bangsa apa pun, marga apapun, semuanya sama-sama keturunan Nabi.
Mengenai marga Habib itu adalah julukan yang diambil dari kakek buyutnya. Seperti Al-Habib Abdurrahman Assegaf, ayahnya bernama Muhammad Al-Mauladdawilah. Mengapa anak Habib Muhammad bermarga Assegaf? Karena Abdurrahman mendapat julukan sendiri, tidak ikut julukan ayahnya. Beliau menutupi semua maqom seperti atap sehingga dijuluki Assegaf.
Penting digarisbagwahi, keturunan Nabi atau ahlul bait yang paling afdhol bukan dilihat dari marganya, karena semuanya adalah cucu Nabi Muhammad SAW. Tetapi yang paling afdhol adalah yang paling persis seperti Rasulullah SAW atau mengikuti Beliau.