Kisah 3 Orang Tuli dan Darwis Bisu, Ketika Kata-Kata Tidak Berguna

Kamis, 03 November 2022 - 12:28 WIB
loading...
Kisah 3 Orang Tuli dan Darwis Bisu, Ketika Kata-Kata Tidak Berguna
Kata-kata kadang merupakan bentuk komunikasi yang tidak berguna, bahwa orang mungkin lebih baik tidak pernah mengucapkannya! Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Pada suatu ketika, hidup seorang penggembala miskin. Setiap hari ia membawa domba-domba ke bukit mencari rumput segar, memandangi desa di mana ia tinggal dengan keluarganya. Ia tuli, tetapi hal itu tidak menjadi masalah baginya.

Suatu hari, istrinya lupa mengirim bungkusan makan siangnya; juga tidak menyuruh anak mereka untuk membawakannya, sebagaimana berlalunya waktu, kiriman itu tetap terlupakan, bahkan saat matahari sudah di atas kepala.

"Aku akan pulang dan mengambilnya," pikir si penggembala. "Aku tidak dapat tinggal di sini sepanjang waktu sampai matahari turun tanpa sepotong makanan."



Tiba-tiba ia memperhatikan seorang pemotong rumput di tepi bukit. Ia menghampirinya dan berkata, "Saudaraku, tolong jaga domba-domba ini dan awasi jangan sampai tersesat atau berkeliaran, karena istriku begitu bodoh melupakan makan siangku, dan aku harus kembali ke desa untuk itu."

Pemotong rumput itu juga tuli, dan ia tidak mendengar satu kata pun yang diucapkan, dan sama sekali salah paham terhadap maksud si penggembala.

Jawabnya, "Mengapa aku harus memberimu rumput yang kupotong untuk binatang piaraanku sendiri? Aku mempunyai seekor sapi dan dua ekor kambing di rumah, dan aku harus pergi jauh dan luas demi mencari makanan untuknya. Tidak, tinggalkan aku. Aku tidak berurusan dengan orang sepertimu, ingin mengambil milikku yang cuma sedikit."

Dan ia menggerakkan tangannya dalam sikap mengejek, tertawa kasar. Si penggembala tidak mendengar apa yang dikatakan, dan menjawab, "Oh, terima kasih, teman baik, atas kesediaanmu. Aku akan sesegera mungkin kembali. Semoga keselamatan dan berkah atas dirimu, engkau telah meringankan pikiranku."

Ia berlari ke desa menuju pondok sederhananya. Di sana ia mendapati istrinya sakit demam, dirawat oleh para istri tetangga. Ia mengambil bungkusan makanan dan berlari kembali ke bukit. Dia menghitung domba-dombanya dengan cermat, dan semuanya masih lengkap.



Si pemotong rumput masih sibuk dengan pekerjaannya, dan si penggembala itu berkata pada dirinya sendiri, "Mengapa, betapa luar biasa pribadi pemotong rumput yang dapat dipercaya ini! Ia sudah menjaga domba-dombaku agar tidak terpencar, dan tidak mengharapkan terima kasih untuk pelayanan tersebut! Aku akan memberinya domba pincang ini yang semula memang akan kusembelih. Hal itu akan menjadi makanan lezat baginya dan keluarganya nanti malam."

Maka sambil memanggul domba pincang di atas bahunya, dia berlari menuruni bukit serta berteriak, "Hai, saudaraku, ini hadiah dariku, karena engkau telah menjaga domba-dombaku selama aku pergi. Istriku yang malang menderita demam, dan itu menjelaskan semuanya. Pangganglah domba ini untuk makan malam nanti; lihat, ia mempunyai kaki yang pincang dan memang akan kusembelih!"

Tetapi di lain pihak si pemotong rumput tidak mendengar kata-katanya dan berteriak marah, "Penggembala busuk! Aku tidak pernah melihat apa yang telah terjadi selama kau pergi, bagaimana aku dapat bertanggung jawab atas kaki pincang dombamu! Aku sibuk memotong rumput, dan tidak tahu bagaimana hal itu terjadi! Pergilah, atau aku akan memukulmu!"

Si penggembala itu amat heran melihat sikap marah orang tersebut, tetapi ia tidak dapat mendengar apa yang dikatakannya, maka ia memanggil seorang yang tengah melintas menunggang seekor kuda yang bagus. "Tuan yang mulia, aku mohon katakan padaku apa yang diucapkan pemotong rumput ini. Aku mengalami tuli, dan tidak tahu mengapa ia menolak pemberianku berupa seekor domba, dengan kekesalan seperti itu!'



Si pengembala dan pemotong rumput mulai berteriak pada musafir tersebut, yang kemudian turun dari kudanya dan menghampiri mereka. Sang musafir yang ternyata adalah pencuri kuda dan sama tulinya, ia pun tidak mendengar apa yang mereka berdua katakan. Ia tersesat dan bermaksud bertanya di mana dirinya berada saat itu. Tetapi ketika melihat sikap mengancam dari kedua orang tersebut, ia berkata, "Benar saudara, aku telah mencuri kuda. Aku mengakui, tetapi aku tidak tahu kalau itu milik kalian. Maafkan aku, karena aku cepat tergoda dan telah bertindak tanpa berpikir!"

"Aku tidak tahu apa-apa terhadap pincangnya domba ini!" teriak pemotong rumput.

"Suruh ia mengatakan kepadaku, mengapa menolak pemberianku," desak si pengembala, "aku hanya ingin memberikannya sebagai penghargaan!"

"Aku mengaku mengambil kuda," ujar pencuri "tetapi aku tuli, dan aku tidak tahu siapa di antara kalian pemilik kuda ini."

Pada saat itu, dari kejauhan, tampak seorang darwis tua, berjalan sepanjang jalan berdebu ke arah menuju desa. Si pemotong rumput lari menghampirinya, menarik jubahnya dan berkata:
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2531 seconds (0.1#10.140)