Sejarah Disyariatkannya Sholat Gerhana dan Hikmah di Baliknya

Selasa, 08 November 2022 - 22:13 WIB
loading...
Sejarah Disyariatkannya Sholat Gerhana dan Hikmah di Baliknya
Umat Islam melaksanakan sholat gerhana bulan di Masjid Istiqlal Jakarta, Selasa (8/11/2022). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/tom
A A A
Sejarah sholat gerhana berikut hikmah di balik pensyariatannya penting diketahui kaum muslimin. Peristiwa gerhana ini termasuk tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah.

Sebelum Islam datang, dulu orang-orang Arab Jahiliyah menyebutnya sebagai pertanda kematian. Ada pula yang memahaminya sebagai pertanda terjadinya sebuah peristiwa.

Hari ini gerhana bulan kembali terjadi di Indonesia tepatnya Selasa 8 November 2022. Hampir semua wilayah di Indonesia dapat menyaksikan kebesaran Allah tersebut. Peristiwa gerhana ini tidak hanya terjadi di masa sekarang, peristiwa tersebut juga pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Sejarah Pensyariatan
Sebelum Islam hadir menerangi peradaban masyarakat jazirah Arab, masyarakat setempat percaya bahwa peristiwa gerhana bulan atau matahari berkaitan erat dengan kematian tokoh pembesar. Keyakinan ini terekam dalam beberapa riwayat hadis sebagai dikutip dari laman MUI Digital.

Salah satunya riwayat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya:

فإن رجالًا يزعمون أن كسوف هذه الشمس وكسوف هذا القمر، وزوال هذه النجوم من مطالعها، لموت رجال عظماء من أهل الأرض، إنهم قد كذبوا. ولكنها آيات من آيات الله عز وجل

Artinya: "Orang-orang menduga bahwa gerhana matahari atau bulan dan fenomena bintang jatuh disebabkan kematian seorang tokoh pembesar di muka bumi, sungguh mereka telah berbohong. Padahal, gerhana adalah salah satu dari sekian tanda kebesaran Allah SWT..." (HR Ibnu Hibban 2856)

Dikisahkan, dalam satu riwayat ada momen di mana satu-satunya anak Nabi Muhammad SAW dari selain Khadijah bernama Ibrahim, putra Nabi dari Mariah al-Qibtiyyah, meninggal dunia tepat bersamaan dengan peristiwa gerhana matahari.

كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتْ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ

Artinya: "Pada masa Rasulullah ﷺ pernah terjadi gerhana matahari, yaitu di hari meninggalnya putra beliau, Ibrahim. Orang-orang lalu berkata, 'Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim!' Maka Rasulullah pun bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka sholat dan berdoalah kalian kepada Allah." (HR Al-Bukhari 985)

Adapun awal mula disyariatkannya sholat gerhana, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Syaikh al-Qardhawi mengatakan bahwa sholat gerhana dilaksanakan pada tahun ke-10 Hijriah bertepatan dengan wafatnya Ibrahim putra Nabi.

Sementara para ulama Mazhab Syafi'i menyatakan, sholat gerhana matahari pertama kali disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriyah. Sementara gerhana bulan pada tahun ke-5 Hijriyah. (Kitab al-Fiqh al-Manhaji 'Ala Madzhab al-Imam as-Syafi'i, juz 1 hlm 239).

Hikmah
Menurut penjelasan MUI, hikmah disyariatkannya sholat gerhana, yaitu untuk menanamkan rasa takut kepada Allah agar seorang hamba meningkatkan ketaatan kepada-Nya. Ini disabdakan Rasulullah ﷺ:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ، وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ

Artinya: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan keduanya tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Akan tetapi dengan peristiwa itu Allah ingin membuat para hamba-Nya takut."

Kemudian, dengan disyariatkannya sholat gerhana secara langsung mematahkan mitos jahiliyyah. Dugaan mereka bahwa gerhana berkaitan dengan kematian seseorang, dibantah, dan mendorong peradaban masyarakat ke arah pembuktian sains, bukan keyakinan berdasarkan takhayul semata.

Wallahu A'lam

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1624 seconds (0.1#10.140)