Pentingnya Tersenyum, Humor dan Bercanda dalam Perilaku Umat Islam
loading...
A
A
A
Banyak ulama yang berpendapat bahwa tawa dan senyum adalah salah satu sebab yang paling kuat yang membuat manusia agar lebih efektif dan produktif. Bahkan Imam Ibnul Jauzi (fuqaha, ahli ibadah) berkata bahwa para ulama yang mulia selalu senang dengan humor dan tertawa mendengarnya.
Selain itu, berhumor, tertawa, tersenyum, dan bercanda merupakan irama kehidupan yang tidak mungkin terhindarkan, apalagi jika kita hidup di tengah masyarakat. Bahkan dalam kondisi tertentu canda dan humor menjelma menjadi metode pendidikan yang jitu.
Syaikh 'Aidh Al Qorni dalam Ibtasim, menulis bahwa para ulama memberikan nasehat agar semua orang, dalam posisinya masing-masing dalam kehidupan ini, jika ingin hidup dengan tenang, rileks, dan berbahagia maka seseorang hendaklah penuh humor, senang bercanda , tersenyum mendengar cerita canda, dan tertawa. Hal itu untuk menciptakan nuansa kejernihan, kebersihan pikiran dari rasa penat, menghilangkan kesedihan, dan untuk mempersempit rasa bosan dalam kehidupan ini.
Dalam kitab al-Mausû’ah al-Kuwaitiyah, disebutkan bahwa bercanda tidak menghilangkan kesempurnaan, bahkan sebaliknya bercanda bisa menjadi pelengkap kesempurnaan jika sesuai dengan aturan syari’at. Misalnya, canda tapi tetap jujur tidak dusta, tujuannya untuk menarik dan menghibur orang-orang yang lemah, atau untuk menampakkan sikap lemah-lembut kepada mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bercanda, namun canda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersih dari segala yang terlarang dan tidak sering dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, dan at-Tirmizi, dari Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang bernama Anas Radhiyallahu anhu, ada seorang laki-laki meminta kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar dibawa serta di atas tunggangannya, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Aku akan membawamu dengan anak unta.” Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasûlullâh! Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah ada unta yang tidak dilahirkan oleh unta betina.” (HR. Ahmad).
Artinya semua unta itu adalah anak dari unta betina yang melahirkannya.
Imam Ibnul Jauzi berkata bahwa bercanda dan tersenyum bisa menyegarkan jiwa dan menghibur hati setelah lelah berpikir. Dalam kitab al-Aqdul Faarid dikatakan bahwa Allah Ta'ala lebih menyukai dan menyenangi perilaku hamba yang senang membuat orang lain tersenyum dan tertawa (namun tertawa yang tidak berlebihan dan tidak mengandung unsur kebohongan dan merendahkan orang lain) dibanding hamba yang selalu menunjukkan muka sedih dan mudah mengeluh.
Syaikh 'Aidh Al Qorni mengatakan sosok yang sering tersenyum karena suka bercanda akan lebih mudah sukses dibanding yang lainnya (sering cemberut, marah, terlalu serius, gampang tersinggung, tidak bergaul, dll). Karena orang yang suka humor lebih dapat menaklukan hati orang lain.
Maka dari itu, hendaknya umat Islam dalam perilaku kehidupannya menghadirkan senyum di bibir dan menebar kebahagian serta suka cita di hati. Sebab senyum dan tawa adalah hal yang dibutuhkan oleh semua orang.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang tersenyum dan tertawa, namun senyum Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih sering terlihat daripada tawa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergaul dan bercanda dengan keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kebahagian dan rasa suka cita dalam hati-hati mereka.
Penulis kitab Faidh al-Khahtir yakni Ahmad Amin mengatakan, orang yang tersenyum (menyukai humor) tidak hanya lebih berbahagia dengan diri mereka saja, namun mereka juga orang yang antusias bekerja, mampu memikul tanggung jawab, lebih kuat dalam menghadapi kesulitan dan menyelesaikan masalah, serta mampu melakukan hal-hal yang besar yang memberikan manfaat kepada diri mereka dan orang banyak.
Wallahu A'lam
Selain itu, berhumor, tertawa, tersenyum, dan bercanda merupakan irama kehidupan yang tidak mungkin terhindarkan, apalagi jika kita hidup di tengah masyarakat. Bahkan dalam kondisi tertentu canda dan humor menjelma menjadi metode pendidikan yang jitu.
Syaikh 'Aidh Al Qorni dalam Ibtasim, menulis bahwa para ulama memberikan nasehat agar semua orang, dalam posisinya masing-masing dalam kehidupan ini, jika ingin hidup dengan tenang, rileks, dan berbahagia maka seseorang hendaklah penuh humor, senang bercanda , tersenyum mendengar cerita canda, dan tertawa. Hal itu untuk menciptakan nuansa kejernihan, kebersihan pikiran dari rasa penat, menghilangkan kesedihan, dan untuk mempersempit rasa bosan dalam kehidupan ini.
Dalam kitab al-Mausû’ah al-Kuwaitiyah, disebutkan bahwa bercanda tidak menghilangkan kesempurnaan, bahkan sebaliknya bercanda bisa menjadi pelengkap kesempurnaan jika sesuai dengan aturan syari’at. Misalnya, canda tapi tetap jujur tidak dusta, tujuannya untuk menarik dan menghibur orang-orang yang lemah, atau untuk menampakkan sikap lemah-lembut kepada mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bercanda, namun canda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersih dari segala yang terlarang dan tidak sering dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, dan at-Tirmizi, dari Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang bernama Anas Radhiyallahu anhu, ada seorang laki-laki meminta kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar dibawa serta di atas tunggangannya, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Aku akan membawamu dengan anak unta.” Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasûlullâh! Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Apakah ada unta yang tidak dilahirkan oleh unta betina.” (HR. Ahmad).
Artinya semua unta itu adalah anak dari unta betina yang melahirkannya.
Imam Ibnul Jauzi berkata bahwa bercanda dan tersenyum bisa menyegarkan jiwa dan menghibur hati setelah lelah berpikir. Dalam kitab al-Aqdul Faarid dikatakan bahwa Allah Ta'ala lebih menyukai dan menyenangi perilaku hamba yang senang membuat orang lain tersenyum dan tertawa (namun tertawa yang tidak berlebihan dan tidak mengandung unsur kebohongan dan merendahkan orang lain) dibanding hamba yang selalu menunjukkan muka sedih dan mudah mengeluh.
Syaikh 'Aidh Al Qorni mengatakan sosok yang sering tersenyum karena suka bercanda akan lebih mudah sukses dibanding yang lainnya (sering cemberut, marah, terlalu serius, gampang tersinggung, tidak bergaul, dll). Karena orang yang suka humor lebih dapat menaklukan hati orang lain.
Maka dari itu, hendaknya umat Islam dalam perilaku kehidupannya menghadirkan senyum di bibir dan menebar kebahagian serta suka cita di hati. Sebab senyum dan tawa adalah hal yang dibutuhkan oleh semua orang.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang tersenyum dan tertawa, namun senyum Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih sering terlihat daripada tawa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergaul dan bercanda dengan keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kebahagian dan rasa suka cita dalam hati-hati mereka.
Penulis kitab Faidh al-Khahtir yakni Ahmad Amin mengatakan, orang yang tersenyum (menyukai humor) tidak hanya lebih berbahagia dengan diri mereka saja, namun mereka juga orang yang antusias bekerja, mampu memikul tanggung jawab, lebih kuat dalam menghadapi kesulitan dan menyelesaikan masalah, serta mampu melakukan hal-hal yang besar yang memberikan manfaat kepada diri mereka dan orang banyak.
Wallahu A'lam
(wid)