Mualaf Yahudi Muhammad Asad Bicara tentang Pentingnya Hadis

Kamis, 08 Desember 2022 - 16:29 WIB
loading...
A A A


Dasar pertama akan palsunya Hadis berarti telah terjadi kebohongan yang disengaja pada pihak sumber pertama, yaitu yang bersangkutan dengan para sahabat, atau penyalur-penyalur kemudian. Tentang para sahabat, kemungkinan semacam itu dapat dikecualikan secara apriori.

Hanya diperlukan tinjauan psikologik ke dalam masalah ini untuk menyingkirkan anggapan-anggapan semacam itu ke dalam wilayah khayal melulu.

Kesan cemerlang yang telah dipancarkan pribadi Nabi pada orang-orang laki-laki dan perempuan di sekitarnya adalah satu fakta menonjol dari sejarah ummat manusia; lagi pula hal itu terdokumentasi dengan baik sekali oleh sejarah.

Dapatkah diterima bahwa orang-orang yang siap sedia mengorbankan diri mereka dan segala yang mereka miliki apabila dikehendaki Rasulullah akan memainkan tipu daya dengan kata-kata beliau?

Nabi telah berkata: "Barangsiapa dengan sengaja berbohong tentang saya akan tersedialah tempatnya di neraka". (Shahih Bukhari, Sunan Abi Da'ud, Jami' at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan ad-Darimi, Musnad Ibn Hambal).

Ini diketahui para sahabat; secara mendalam mereka percaya akan kata-kata Nabi yang mereka pandang sebagai juru bicara dari Allah SWT; dan mungkinkah dari segi pandangan psikologi bahwa mereka akan mengabaikan perintah yang sangat tegas ini?

Dalam proses peradilan pidana, pertanyaan pertama yang menantang hakim adalah cui bono --demi keuntungan siapa-- kejahatan itu mungkin dilakukan?

Prinsip hukum ini dapat dipergunakan juga bagi masalah Hadis. Kecuali hadis-hadis yang langsung berhubungan dengan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai partai dalam abad pertama sesudah wafatnya Nabi, tidak akan ada alasan untuk "mengambil keuntungan" bagi seseorang individu untuk mengatakan bahwa kata-kata Nabi itu palsu.

Justru karena pertimbangan kemungkinan kalau-kalau Hadis diada-adakan untuk sesuatu tujuan individual maka kedua sarjana yang paling berwenang tentang Hadis, Bukhari dan Muslim, dengan sangat keras telah mengesampingkan segala hadis-hadis yang berhubungan dengan politik kepartaian dari kumpulan-kumpulan hadis mereka. Yang tertinggal adalah di luar prasangka akan memberikan keuntungan peribadi pada siapapun.



Ada satu argumen di mana keaslian Hadis dapat ditantang. Dapat dimengerti bahwa baik sahabat yang mendengarnya dari Nabi sendiri atau seseorang dari perawi-perawi kemudian --sementara ia benar secara subyektif-- telah melakukan sesuatu kekeliruan karena salah pengertian tentang kata-kata Nabi itu, atau suatu kekeliruan ingatan, atau sesuatu sebab psikologik lain.

Tetapi bukti internal, yaitu bukti-bukti psikologik, berbicara menentang setiap kemungkinan besar dari kekeliruan semacam itu, sekurang-kurangnya pada pihak para sahabat.

Bagi orang-orang yang hidup dengan Nabi, setiap ucapan dan tindakan beliau sangat berarti sekali, bukan saja karena mereka sangat tertarik pada kepribadian beliau yang berpengaruh atas diri mereka, tetapi juga pada kepercayaan mereka bahwa adalah kehendak Allah maka mereka harus mengatur hidup mereka, bahkan dalam detail-detailnya yang kecil, sesuai dengan petunjuk dan teladan Nabi.

Oleh karena itu tidak dapat mereka menangkap ucapan beliau secara sepintas lalu, tetapi berusaha memeliharanya dalam ingatan mereka bahkan dengan mengorbankan kesenangan-kesenangan pribadi sendiri.

Diriwayatkan bahwa para sahabat yang secara langsung berhubungan dengan Nabi membuat kelompok-kelompok di antara sesama mereka, masing-masing terdiri dari dua orang, satu daripadanya harus selalu dalam lingkungan Nabi sementara yang seorang sibuk mencari nafkah atau urusan-urusan lain; dan apa saja yang mereka dengar atau yang mereka lihat dari guru mereka itu mereka sampaikan pada sesamanya: demikian cemas mereka kalau-kalau sesuatu ucapan atau perbuatan Nabi akan luput dari perhatian mereka.

Tidaklah boleh jadi bahwa dengan sikap semacam itu mereka akan lalai menjaga kata-kata dari sesuatu Hadis. Dan kalau mungkin bagi ratusan sahabat itu untuk memelihara seisi al-Qur'an hingga pada detail-detail kecil ejaan dalam ingatan mereka, maka pastilah mungkin pula bagi mereka dan pengikut-pengikut mereka yang langsung untuk menyimpan ucapan Nabi dalam ingatan mereka tanpa menambahkan atau mengurangi sesuatu.

Lagi pula ahli-ahli Hadis hanya mengakui keaslian sempurna pada hadis-hadis yang dilaporkan dalam bentuk yang sama melalui rangkaian perawi-perawi yang berbeda-beda dan tidak saling bergantung.

Ini belum pula semua. Untuk dinyatakan shahih (sehat), suatu hadis harus disepakati pada setiap tingkat penyaluran oleh bukti yang tidak bergantung paling kurang dari dua penyalur, dan mungkin lebih, sehingga pada setiap tingkatan laporan itu tidak akan bersandar pada asal dari satu orang saja.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2158 seconds (0.1#10.140)