Mualaf Yahudi Muhammad Asad Bicara tentang Pentingnya Hadis
loading...
A
A
A
Tuntutan tentang pengesahan ini demikian tepat sehingga --katakanlah-- satu hadis yang dilaporkan melalui tiga "generasi" penyalur-penyalur hadis antara sahabat yang bersangkutan dan penyusun terakhir, sesungguhnya adalah dua puluh orang penyalur atau lebih, terbagi-bagi sekitar tiga "generasi" yang tercakup di dalamnya.
Dengan segala inipun, tidak juga ada orang Muslim pernah percaya bahwa hadis-hadis Nabi dapat beroleh status seperti al-Qur'an atau bahkan beroleh status keaslian yang tak tergugat.
Tidak pernah terhenti penelitian kritis tentang Hadis. Kenyataan bahwa ada terdapat banyak hadis palsu tidak lepas dari perhatian muhadditsuun, seperti yang dikira dengan dhaifnya oleh kritikus-kritikus Barat.
Sebaliknya ilmu pengetahuan kritis tentang Hadis dimulai oleh kepastian membedakan antara yang asli dan yang tidak asli.
Imam Bukhari dan Imam Muslim sendiri, belum lagi ahli-ahli hadis yang lebih kecil, adalah hasil langsung dari sikap kritis ini. Oleh karena itu maka adanya hadis-hadis palsu sekali-kali tidak membuktikan apa-apa dalam menolak sistem hadis pada keseluruhannya --tidak lebih dari satu dongengan seribu satu malam dapat dipandang sebagai satu argumen menentang status laporan sejarah pada zaman itu.
Hingga kini tidak ada satupun kritikus yang telah sanggup membuktikan secara sistematik bahwa tubuh Hadis yang dipandang asli menurut ukuran pengujian dari ahli-ahli hadits yang paling terkenal sebagai tidak tepat.
Penolakan terhadap hadis-hadis otentik, baik sebagai keseluruhan maupun sebagian-sebagian sejauh itu hanyalah masalah temperamen melulu, dan telah gagal menegakkan diri sebagai hasil usaha penelitian yang tidak berprasangka. Tetapi motif dari sikap oposisi semacam itu diantara kebanyakan kaum Muslimin di zaman kita dapat dilihat jejaknya dengan mudah.
Motifnya terletak pada ketidakmampuan mereka membawa cara-cara hidup dan cara-cara berpikir kita sekarang yang terbelakang, menurut semangat Islam yang sebenarnya seperti terpantul dari Sunnah Rasul.
Untuk membenarkan kekurangan-kekurangan mereka sendiri dan kekurangan alam sekitar mereka, kritikus-kritikus palsu tentang Hadis itu berusaha membuang perlunya mengikuti Sunnah; karena apabila ini dilakukan, mereka akan sanggup menafsirkan ajaran-ajaran al-Quran sesuka hati mereka, atas garis "rasionalisme" yang dangkal --yaitu masing-masing sesuai dengan kecenderungan dan palingan pikirannya. Dan dengan cara ini kedudukan Islam yang khas sebagai aturan moral dan aturan praktik, sebagai aturan individual dan aturan sosial, akan hancur berantakan.
Sikap Aneh
Dalam masa-masa ini, ketika pengaruh peradaban, Barat makin lama makin terasa di negeri-negeri Islam, satu motif lagi bertambah pada sikap aneh dari yang disebut kaum "intelektual" Muslimin dalam hal ini. Tidak mungkin hidup menurut Sunnah Rasul dan mengikuti mode hidup Barat pada saat yang sama sekaligus.
Tetapi generasi kaum Muslimin sekarang telah siap sedia memuja apa saja yang dari Barat, memuja peradaban asing itu karena asingnya, karena kuat dan cemerlang secara material.
Westernisasi ini adalah sebab yang paling kuat maka hadis-hadis Nabi kita, dan bersamaan dengan itu struktur Sunnah, telah menjadi demikian tidak populer sekarang.
Begitu terang Sunnah bertentangan dengan ide-ide fundamental yang mendasari peradaban Barat itu sehingga mereka yang terpukau pada ide-ide beradaban Barat itu tidak melihat jalan keluar dari jerat itu kecuali menggambarkan Sunnah sebagai satu aspek Islam yang tidak mengena dan oleh karena itu tidak mengikat --karena Sunnah "berdasar pada tradisi-tradisi yang tidak dapat disandari."
Sesudah itu menjadi lebih mudah untuk mengesampingkan ajaran-ajaran al-Qur'an dalam cara demikian rupa sehingga ajaran-ajaran itu tampak sesuai dengan semangat peradaban Barat.
Dengan segala inipun, tidak juga ada orang Muslim pernah percaya bahwa hadis-hadis Nabi dapat beroleh status seperti al-Qur'an atau bahkan beroleh status keaslian yang tak tergugat.
Tidak pernah terhenti penelitian kritis tentang Hadis. Kenyataan bahwa ada terdapat banyak hadis palsu tidak lepas dari perhatian muhadditsuun, seperti yang dikira dengan dhaifnya oleh kritikus-kritikus Barat.
Sebaliknya ilmu pengetahuan kritis tentang Hadis dimulai oleh kepastian membedakan antara yang asli dan yang tidak asli.
Imam Bukhari dan Imam Muslim sendiri, belum lagi ahli-ahli hadis yang lebih kecil, adalah hasil langsung dari sikap kritis ini. Oleh karena itu maka adanya hadis-hadis palsu sekali-kali tidak membuktikan apa-apa dalam menolak sistem hadis pada keseluruhannya --tidak lebih dari satu dongengan seribu satu malam dapat dipandang sebagai satu argumen menentang status laporan sejarah pada zaman itu.
Hingga kini tidak ada satupun kritikus yang telah sanggup membuktikan secara sistematik bahwa tubuh Hadis yang dipandang asli menurut ukuran pengujian dari ahli-ahli hadits yang paling terkenal sebagai tidak tepat.
Penolakan terhadap hadis-hadis otentik, baik sebagai keseluruhan maupun sebagian-sebagian sejauh itu hanyalah masalah temperamen melulu, dan telah gagal menegakkan diri sebagai hasil usaha penelitian yang tidak berprasangka. Tetapi motif dari sikap oposisi semacam itu diantara kebanyakan kaum Muslimin di zaman kita dapat dilihat jejaknya dengan mudah.
Motifnya terletak pada ketidakmampuan mereka membawa cara-cara hidup dan cara-cara berpikir kita sekarang yang terbelakang, menurut semangat Islam yang sebenarnya seperti terpantul dari Sunnah Rasul.
Untuk membenarkan kekurangan-kekurangan mereka sendiri dan kekurangan alam sekitar mereka, kritikus-kritikus palsu tentang Hadis itu berusaha membuang perlunya mengikuti Sunnah; karena apabila ini dilakukan, mereka akan sanggup menafsirkan ajaran-ajaran al-Quran sesuka hati mereka, atas garis "rasionalisme" yang dangkal --yaitu masing-masing sesuai dengan kecenderungan dan palingan pikirannya. Dan dengan cara ini kedudukan Islam yang khas sebagai aturan moral dan aturan praktik, sebagai aturan individual dan aturan sosial, akan hancur berantakan.
Sikap Aneh
Dalam masa-masa ini, ketika pengaruh peradaban, Barat makin lama makin terasa di negeri-negeri Islam, satu motif lagi bertambah pada sikap aneh dari yang disebut kaum "intelektual" Muslimin dalam hal ini. Tidak mungkin hidup menurut Sunnah Rasul dan mengikuti mode hidup Barat pada saat yang sama sekaligus.
Tetapi generasi kaum Muslimin sekarang telah siap sedia memuja apa saja yang dari Barat, memuja peradaban asing itu karena asingnya, karena kuat dan cemerlang secara material.
Westernisasi ini adalah sebab yang paling kuat maka hadis-hadis Nabi kita, dan bersamaan dengan itu struktur Sunnah, telah menjadi demikian tidak populer sekarang.
Begitu terang Sunnah bertentangan dengan ide-ide fundamental yang mendasari peradaban Barat itu sehingga mereka yang terpukau pada ide-ide beradaban Barat itu tidak melihat jalan keluar dari jerat itu kecuali menggambarkan Sunnah sebagai satu aspek Islam yang tidak mengena dan oleh karena itu tidak mengikat --karena Sunnah "berdasar pada tradisi-tradisi yang tidak dapat disandari."
Sesudah itu menjadi lebih mudah untuk mengesampingkan ajaran-ajaran al-Qur'an dalam cara demikian rupa sehingga ajaran-ajaran itu tampak sesuai dengan semangat peradaban Barat.
(mhy)