Kisah Orientalis Hungaria Bermimpi Bertemu Nabi SAW Dibacakan Surat An-Naba' Ayat 6-9
loading...
A
A
A
Tidakkah Aku jadikan bumi ini terhampar, dan gunung-gunung bagaikan tiang-tiang? Dan Aku telah menciptakan kamu berpasang-pasang, dan Aku jadikan tidur kamu istirahat? -- An-Naba' 6-9.
Dalam kepeningan saya berkata: "Saya tidak bisa tidur. Saya tidak mampu menembus segala misteri yang meliputi segala rahasia yang tebal ini. Tolonglah saya Muhammad! Tolonglah saya Rasulullah!"
Begitulah keluar dari kerongkongan saya suara teriakan yang terputus-putus, seakan-akan saya tercekik dengan beban yang berat ini. Saya takut kalau Rasulullah SAW marah kepada saya. Kemudian saya merasa seakan-akan saya terjatuh ke sebuah tempat yang amat dalam.
Tiba-tiba terbangunlah saya dari mimpi itu dengan badan bercucuran keringat yang hampir-hampir bercampur darah. Seluruh anggota badan terasa sakit. Sesudah itu saya terdiam seperti diamnya kuburan. Saya menjadi sangat sedih yang senang menyendiri.
Pada hari Jumat berikutnya, terjadilah suatu peristiwa besar dalam Masjid Jami New Delhi. Seorang asing berwajah lesu dan rambut beruban menerobos masuk disertai beberapa orang pemuda di antara para jamaah yang beriman.
Saya mengenakan pakaian India dan berkofiyah Rampuri, sedang di dada saya terpampang medali-medali Turki yang telah dianugerahkan oleh para Sultan Turki terdahulu kepada saya.
Kaum Muslimin dalam Masjid itu pada melihat kepada saya dengan keheranan. Rombongan saya mengambil tempat di dekat Mimbar, tempat para Ulama dan para terkemuka duduk. Mereka mengucapkan salam kepada saya dengan suara yang tinggi melengking.
Saya duduk di dekat mimbar yang penuh perhiasan, sedangkan pada tiang-tiang di tengah Masjid penuh dengan sarang laba-laba sekelilingnya dengan aman.
Terdengarlah suara Adzan, sedang para Mukabbir berdiri di berbagai tempat dalam Mesjid untuk meneruskan suara Adzan ke tempat sejauh dapat dicapainya.
Selesai Adzan, maka berdirilah orang-orang yang bersembahyang yang jumlahnya hampir 4000, seakan-akan barisan tentara, memenuhi seruan Tuhan dengan berjajar rapat dan dengan tekun dan khusyuk. Saya sendiri termasuk salah seorang yang khusyuk itu. Kejadian itu sungguh-sungguh merupakan momentum yang agung.
Selesai sembahyang, Abdul-Hay memegang tangan saya untuk berdiri di muka Mimbar. Saya berjalan hati-hati agar tidak menyentuh orang yang sedang duduk berbaris. Waktu peristiwa besar sudah dekat. Saya berdiri dekat tangga-tangga Mimbar, lalu saya berjalan di antara orang banyak yang saya lihat beribu-ribu kepala bersorban, seakan-akan sebuah kebun bunga.
Mereka semua pada melihat dengan penuh perhatian kepada saya. Saya berdiri dikelilingi para Ulama dengan jenggot jenggot mereka yang kelabu dan dengan penglihatan mereka yang memberi kekuatan. Lalu mereka mengumumkan tentang diri saya, suatu hal yang tidak dijanjikan sebelumnya.
Tanpa ragu-ragu saya naik ke mimbar sampai tangganya yang ketujuh, lalu saya menghadap kepada orang banyak yang seakan-akan tidak ada ujungnya dan seakan-akan lautan yang berombak. Semua tunduk merunduk kepada saya, di halaman Mesjid semua orang bergerak. Saya mendengar orang yang dekat kepada saya mengucapkan "MaasyaaAllah" berkali-kali disertai pandangan yang memancarkan rasa cinta kasih. Kemudian mulailah saya berbicara dalam bahasa Arab:
"Tuan-tuan yang terhormat! Saya datang dari negeri yang jauh untuk mencari ilmu yang tidak bisa didapat, di negeri saya. Saya datang untuk memenuhi hasrat jiwa saya, dan Tuan-tuan telah mengabulkan harapan saya itu."
Lalu saya berbicara tentang peredaran zaman yang dialami oleh Islam dalam sejarah dunia dan tentang beberapa mu'jizat yang Allah pergunakan untuk memperkuat Rasul-Nya SAW.
Saya juga kemukakan tentang keterbelakangan kaum Muslimin pada zaman akhir-akhir ini, tentang cara-cara yang mungkin bisa mengembalikan kebesaran mereka yang telah hilang dan tentang adanya sebagian orang Islam yang mengatakan bahwa segala sesuatu tergantung sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Pada hal Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur'anul-Karim:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum kecuali jika mereka sendiri mau mengubah keadaan dirinya.
Dalam kepeningan saya berkata: "Saya tidak bisa tidur. Saya tidak mampu menembus segala misteri yang meliputi segala rahasia yang tebal ini. Tolonglah saya Muhammad! Tolonglah saya Rasulullah!"
Begitulah keluar dari kerongkongan saya suara teriakan yang terputus-putus, seakan-akan saya tercekik dengan beban yang berat ini. Saya takut kalau Rasulullah SAW marah kepada saya. Kemudian saya merasa seakan-akan saya terjatuh ke sebuah tempat yang amat dalam.
Tiba-tiba terbangunlah saya dari mimpi itu dengan badan bercucuran keringat yang hampir-hampir bercampur darah. Seluruh anggota badan terasa sakit. Sesudah itu saya terdiam seperti diamnya kuburan. Saya menjadi sangat sedih yang senang menyendiri.
Pada hari Jumat berikutnya, terjadilah suatu peristiwa besar dalam Masjid Jami New Delhi. Seorang asing berwajah lesu dan rambut beruban menerobos masuk disertai beberapa orang pemuda di antara para jamaah yang beriman.
Saya mengenakan pakaian India dan berkofiyah Rampuri, sedang di dada saya terpampang medali-medali Turki yang telah dianugerahkan oleh para Sultan Turki terdahulu kepada saya.
Kaum Muslimin dalam Masjid itu pada melihat kepada saya dengan keheranan. Rombongan saya mengambil tempat di dekat Mimbar, tempat para Ulama dan para terkemuka duduk. Mereka mengucapkan salam kepada saya dengan suara yang tinggi melengking.
Saya duduk di dekat mimbar yang penuh perhiasan, sedangkan pada tiang-tiang di tengah Masjid penuh dengan sarang laba-laba sekelilingnya dengan aman.
Terdengarlah suara Adzan, sedang para Mukabbir berdiri di berbagai tempat dalam Mesjid untuk meneruskan suara Adzan ke tempat sejauh dapat dicapainya.
Selesai Adzan, maka berdirilah orang-orang yang bersembahyang yang jumlahnya hampir 4000, seakan-akan barisan tentara, memenuhi seruan Tuhan dengan berjajar rapat dan dengan tekun dan khusyuk. Saya sendiri termasuk salah seorang yang khusyuk itu. Kejadian itu sungguh-sungguh merupakan momentum yang agung.
Selesai sembahyang, Abdul-Hay memegang tangan saya untuk berdiri di muka Mimbar. Saya berjalan hati-hati agar tidak menyentuh orang yang sedang duduk berbaris. Waktu peristiwa besar sudah dekat. Saya berdiri dekat tangga-tangga Mimbar, lalu saya berjalan di antara orang banyak yang saya lihat beribu-ribu kepala bersorban, seakan-akan sebuah kebun bunga.
Mereka semua pada melihat dengan penuh perhatian kepada saya. Saya berdiri dikelilingi para Ulama dengan jenggot jenggot mereka yang kelabu dan dengan penglihatan mereka yang memberi kekuatan. Lalu mereka mengumumkan tentang diri saya, suatu hal yang tidak dijanjikan sebelumnya.
Tanpa ragu-ragu saya naik ke mimbar sampai tangganya yang ketujuh, lalu saya menghadap kepada orang banyak yang seakan-akan tidak ada ujungnya dan seakan-akan lautan yang berombak. Semua tunduk merunduk kepada saya, di halaman Mesjid semua orang bergerak. Saya mendengar orang yang dekat kepada saya mengucapkan "MaasyaaAllah" berkali-kali disertai pandangan yang memancarkan rasa cinta kasih. Kemudian mulailah saya berbicara dalam bahasa Arab:
"Tuan-tuan yang terhormat! Saya datang dari negeri yang jauh untuk mencari ilmu yang tidak bisa didapat, di negeri saya. Saya datang untuk memenuhi hasrat jiwa saya, dan Tuan-tuan telah mengabulkan harapan saya itu."
Lalu saya berbicara tentang peredaran zaman yang dialami oleh Islam dalam sejarah dunia dan tentang beberapa mu'jizat yang Allah pergunakan untuk memperkuat Rasul-Nya SAW.
Baca Juga
Saya juga kemukakan tentang keterbelakangan kaum Muslimin pada zaman akhir-akhir ini, tentang cara-cara yang mungkin bisa mengembalikan kebesaran mereka yang telah hilang dan tentang adanya sebagian orang Islam yang mengatakan bahwa segala sesuatu tergantung sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Pada hal Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur'anul-Karim:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum kecuali jika mereka sendiri mau mengubah keadaan dirinya.