Ketika Orientalis Montgomery Watt Bicara tentang Kesempurnaan dan Kemandirian Islam

Jum'at, 30 Desember 2022 - 09:52 WIB
loading...
A A A


Pada saat para ulama hendak menulis buku-buku tentang sekte-sekte Islam, maka bagi mereka sebelum mengabsahkan ikhtiarnya dengan menyatakan niatnya bahwa mereka hendak menjelaskan dan mengilustrasikan pernyataan Nabi Muhammad SAW tentang akan adanya tujuh puluh tiga sekte dalam Islam.

Dengan cara yang sama, agaknya umat Islam telah memperlihatkan tidak tertariknya untuk mempelajari ajaran-ajaran dari agama-agama lain di luar Islam. Namun ada satu atau dua pengecualian pada zaman pertengahan, walaupun hanya terjadi pada beberapa dekade terakhir karena universitas-universitas Islam telah mulai mempelajari Perbandingan Agama.

Akar sikap para ulama dan umat Islam pada umumnya ini adalah konsepsi pengetahuan yang berbeda dengan konsepsi orang-orang barat yang terbesar.

Bagi para ahli Hadis, pengetahuan yang esensial adalah agama dan moral, atau, seperti telah saya katakan pada tempat lain, "pengetahuan untuk kehidupan", dan ini secara nyata benar-benar seluruhnya sudah terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadis Nabi SAW .

Di pihak lain, bagi orang barat, pengetahuan yang paling utama adalah "pengetahuan untuk kekuasaan", yakni pengetahuan tentang alam dan tentang manusia secara individual maupun komunitasnya.

Pengetahuan alam dan manusia ini yang lebih memudahkan untuk mengontrol hal-hal dan bangsa manusia.



Boleh jadi asumsi self-sufficiency ini lebih dari kepercayaan akan perubahan kitab suci Bibel yang telah diperoleh oleh umat Islam karena mempelajarinya.

Seorang Barat yang beragama Kristen barangkali berpikir bahwa Kitab Kaum Mormon itu dengan sendirinya tidak mempunyai nilai sama sekali, namun apabila orang Barat ini seringkali mengadakan kontak dengan bangsa Mormon, maka ia akan sedikit menghabiskan waktu untuk mempelajari bangsa Mormon itu agar dapat memahami lebih baik tentang mereka yang dihadapinya dan yang selalu terlibat di dalamnya.

Jadi kesulitan bagi bangsa barat untuk mengapresiasi kekhawatiran orang Islam dalam mendapatkan ajaran yang salah, bahkan rasa cemas dan khawatir ini menolongnya untuk menjelaskan urgensi mengkampanyekan buku Salman Rushdie yang harus dilarang dan harus dibakar oleh umat Islam maupun oleh mereka.

Banyak Hadis Nabi dan sejumlah riwayat kaum muslimin awal yang berikhtiar untuk melaksanakan prinsip di atas. Namun tanpa diduga sebelumnya bahwa mereka harus terlibat dalam diskusi-diskusi keagamaan dengan orang orang Yahudi dan orang-orang Kristen.

Ketika khalifah Umar Ibn Khattab datang menghadap Rasulullah SAW yang di tangannya membawa kitab Yahudi atau kitab suci Nasrani, lalu Rasulullah marah dan berkata kepada Umar:



Apakah engkau kagum kepada kitab-kitab tersebut, wahai Ibn al-Khattab? Demi Allah, kitab-kitab itu dibawa kepada engkau putih dan suci; jangan engkau bertanya kepada mereka (orang Yahudi atau Nasrani) tentang segala sesuatu; mereka akan memberi tahu engkau sesuatu kebenaran dan engkau tidak akan percaya, atau tentang sesuatu kesalahan dan engkau akan percaya. Demi Allah, apabila Nabi Musa AS masih hidup sekarang ini, niscaya tidak akan dibukakan kepadanya kecuali untuk mengikuti aku.

Ulama ahli Tafsir, Ibn al-Abbas, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

Bagaimana engkau akan bertanya kepada ahli kitab tentang sesuatu, sementara Kitab-mu yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi-Nya berada di tengah-tengah kamu? ... Apakah Allah tidak memberi tahu kamu di dalam Kitab-Nya yang telah mereka ubah dan mereka putar balikkan (ghayyaru, baddalu) Kitab Allah, dan mereka telah menulis kitab dengan tangan dan perkataan mereka sendiri, seraya berkata: "Ini adalah dari Allah," yang dengan cara demikian mereka mendapat keuntungan yang kecil (2: 79)? Tidakkah dia melarang kamu pengetahuan yang berasal dari pertanyaan mereka? Demi Allah, kami tidak pernah melihat seorang manusia di antara mereka yang menanyakan kepada engkau tentang apa yang Allah wahyukan kepadamu.

Kutipan di atas menyiratkan pernyataan bahwa umat Islam harus segera bersiap untuk memiliki semua pengetahuan agama. Dengan pernyataan lain, Ibn al-Abbas memberitahukan kepada umat manusia agar menjadikan Al-Qur'an sebagai ukuran bagi kebenaran dan kesalahan: "Apabila engkau bertanya kepada mereka tentang suatu kebenaran dan suatu kesalahan; melainkan melihat apa yang sesuai dengan Kitab Allah dan menerimanya, dan apa yang bertentangan dengan Kitab Allah dan mereka menolaknya."



Aspek lain dari sikap terhadap apa yang sebenarnya tidak Islami ini sungguh nampak pada penolakan gradual riwayat-riwayat israiliyyat. Penolakan riwayat-riwayat israiliyyat ini pada pokoknya karena bahan-bahannya berasal dari orang Yahudi yang masuk agama Islam, seperti Ka'ab al-Ahbar dan Muhammad Ibn Ka'ab al-Qurazi, bahkan kadangkala berasal dari bahan-bahan yang termasuk kuno dahulu.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2597 seconds (0.1#10.140)