Kisah Anthropologist Belanda Memilih Islam, Sempat Mengikuti Ceramah Snouck Horgronye

Selasa, 03 Januari 2023 - 05:15 WIB
loading...
Kisah Anthropologist Belanda Memilih Islam, Sempat Mengikuti Ceramah Snouck Horgronye
Mellema belajar bahasa-bahasa Timur di Universitas Leiden. Sempat ke Jawa dan masuk Islam ketika di Pakistan. Foto/Ilustrasi: Istt
A A A
Dia adalah Mr RI Mellema. Anthropologist, penulis, dan guru asal Belanda ini adalah Kepala Bagian Islam pada Tropical Museum di Amsterdam. Beliau pengarang buku "Wayang Puppets", "Grondwet van Pakistan", "Een Interpretatie van de Islam" dan lain-lain.

Pada mulanya Mellema belajar bahasa-bahasa Timur di Universitas Leiden. Ini terjadi pada tahun 1919. Ia antara lain menghadiri ceramah-ceramah Prof C Snouck Horgronye, oriesntalis, seorang ahli bahasa Arab terkenal. Lalu ia pun belajar bahasa Arab.

"Kemudian saya baca dan saya terjemahkan Tafsir Baidlawy dan kitab-kitab Imam Ghazali tentang hukum/syari'at. Kemudian saya baca sejarah dan lembaga-lembaga Islam yang ditulis dalam buku-buku orang Eropa, sebagaimana biasanya pada waktu itu," ujarnya.

Nah, dari sinilah hidayah itu datang. Berikut penuturan Mellema selengkapnya sebagaimana dinukil buku yang diterjemahkan Bachtiar Affandie berjudul "Mengapa Kami Memilih Islam" oleh Rabithah Alam Islamy Mekkah (PT Alma'arif, Bandung, 1981)



Apakah bagi saya yang baik dalam Islam? Apakah yang telah menarik saya untuk memeluk agama ini?

Pada tahun 1921 saya tinggal di Kairo selama sebulan dan mengunjungi Al-Azhar. Di samping bahasa Arab, saya juga mempelajari bahasa Sanskrit, Melayu dan Jawa.

Pada tahun 1927 saya mengunjungi pulau-pulau Hindia Belanda (Indonesia) untuk mempelajari bahasa Jawa dan sejarah kebudayaan Hindu pada sebuah sekolah menengah di Jogyakarta.

Selama 15 tahun saya telah mengkhususkan diri belajar bahasa dan kebudayaan Jawa modern dan kuno. Waktu itu hubungan saya dengan Islam sedikit sekali, bahkan terputus sepenuhnya dari bahasa Arab.

Sesudah mengalami masa sulit sebagai tawanan perang Jepang, saya kembali ke Belanda pada tahun 1942 dan mendapat tugas baru pada Royal Tropical Institut di Amsterdam. Di sinilah saya berkesempatan untuk mengulangi pelajaran saya tentang Islam, sesuai dengan instruksi yang diberikan kepada saya untuk menulis buku pegangan (guid) tentang Islam di Jawa.

Saya mulai mempelajari Negara Islam baru, Pakistan, dan saya selesaikan dalam kepergian saya ke Pakistan di musim dingin tahun 1954-1955. Sedangkan pengetahuan saya tentang Islam sebelum itu, terbatas pada yang ditulis oleh orang-orang Eropa sendiri.



Setelah saya datang di Lahore, saya menemukan aspek-aspek lain lagi yang baru bagi saya tentang Islam. Kepada sahabat-sahabat saya orang Islam, saya minta supaya saya diperbolehkan menyertai mereka bersembahyang Jum'at di mesjid-mesjid.

Saat itulah terbuka bagi saya nilai-nilai besar dalam agama Islam. Mulailah saya merasakan bahwa saya adalah orang Islam, sewaktu saya diminta untuk berbicara di muka orang banyak dalam salah sebuah mesjid di Lahore, dan sejak waktu itu saya telah mempunyai saudara dan sahabat yang tidak terhitung banyaknya. Tentang kejadian ini saya tulis dalam majalah Pakistan Quarterly, jilid V No. 4 tahun 1955 yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Kemudian saya sering datang ke sebuah mesjid. Di sana Khatib Jum'atnya adalah seorang ulama yang sudah biasa berbahasa Inggris dengan lancar, dan mempunyai kedudukan yang terpandang pada Universitas Punjab.

Beliau mengatakan kepada para jema'ah bahwa beliau sengaja mengemukakan khutbahnya yang berbahasa Urdu itu dengan kata-kata Inggris lebih banyak dari biasanya, maksudnya ialah supaya dapat dimengerti oleh saudara mereka yang datang dari negeri yang jauh di Belanda.

Selesai khutbah, lalu hadirin bersembahyang dua raka'at di belakang imam. Sesudah itu ada beberapa orang yang bersembahyang lagi dua raka'at.


Pada waktu saya akan pulang, ulama sahabat saya (imam) itu menoleh kepada saya dan mengatakan bahwa para jama'ah menunggu saya untuk memberikan sepatah kata nasihat, dan beliau senairi akan menterjemahkannya ke dalam bahasa Urdu.

Lalu saya menghadapi mikrofon dan mulailah saya berbicara secara tenang. Saya katakan bahwa saya datang dari negeri yang jauh, di mana tidak ada orang Islam, kecuali sedikit saja. Mereka --kata saya-- menyampaikan salam kepada saudara-saudara yang hadir yang telah mengambil kesempatan mendirikan Pemerintahan Islam sejak 7 tahun yang lalu, dan dalam waktu singkat telah dapat memperkuat posisinya serta dapat mengatasi berbagai kesulitan dan tantangan yang dihadapi menjelang masa depan yang cerah.

Saya berjanji kepada hadirin, bahwa saya akan menjadi juru bicara yang benar, bila nanti saya kembali ke negeri saya tentang keramahan dan kehormatan yang saya terima dari seluruh Pakistan Muslim.

Para jema'ah dengan penuh minat mengikuti terjemahan kata-kata saya dalam bahasa Urdu, sehingga tampak pengaruhnya yang kuat dan mengagumkan pada hadirin.

Sebelum saya tahu apa yang terjadi pada mereka, saya melihat beratus-ratus jema'ah itu bergegas mendekati saya. Mereka memegang tangan saya erat-erat dan gembira, dan pada wajah mereka tampak tanda-tanda rasa cinta yang mendalam, di samping yang paling menggembirakan hati dan lubuk jiwa saya adalah bahwa kegembiraan yang mendalam itu terpancar dari sorot mata hadirin.



Dalam peristiwa itu saya merasakan bahwa saya telah menjadi salah seorang anggota masyarakat Islam yang besar dan tersebar di seluruh dunia. Waktu itu saya merasakan kebahagiaan yang tidak dapat saya terangkan dengan kata-kata.

Begitulah bangsa Pakistan telah menyebabkan saya mengerti bahwa Islam itu bukan hanya ilmu tentang perincian-perincian hukum/syari'at, bahwa percaya kepada ketinggian nilai jiwa ke-Islaman itu datang terlebih dahulu dan bahwa ilmu wajib dimiliki untuk sampai kepada kepercayaan itu.

Sekarang kita sampai kepada pertanyaan: Apakah yang terpenting yang telah menyebabkan saya masuk Islam? Dan apakah itu --yang pasti-- yang telah menyebabkan saya tertarik oleh Islam?

Tentang kedua pertanyaan itu, saya mencoba memberikan jawaban singkat dalam 6 hal seperti di.bawah ini:

1. Percaya (iman) kepada adanya satu Tuhan Yang Berkuasa Mutlak itu adalah hal yang bisa diterima oleh semua pikiran yang kreatif logis, dan bahwa Allah SWT yang dibutuhkan oleh semua makhluk itu tidak melahirkan anak dan tidak dilahirkan sebagai anak; dan tidak ada yang menyerupai-Nya; Dia yang bersifat Maha Sempurna dalam kebijaksanaan, kekuatan dan kebaikan; Kebaikan dan rahmat-Nya tidak terbatas.



6. Hubungan antara Khalik dengan makhluknya (manusia) yang diistimewakan Allah atas segala makhluk yang lain, adalah hubungan yang langsung. Seorang mukmin itu tidak memerlukan seorang perantara, sebagaimana juga Islam tidak memerlukan kependetaan (priesthood).

Dan sebagian dari pada ajaran Islam ialah bahwa hubungan dengan Allah itu terserah kepada manusia itu sendiri. Bahwa manusia wajib beramal dalam hidupnya di dunia untuk bekal hidupnya di akhirat, bahwa manusia bertanggung jawab atas segala amal perbuatan yang dilakukannya dan doss-dosanya tidak bisa ditutup oleh pengorbanan orang lain sebagai penebus, dan bahwa Allah SWT tidak memerintahkan kepada seseorang melainkan seukuran kemampuannya.

3. Dasar-dasar toleransi Islam sebagaimana tampak dalam kalimat (tidak ada paksaan dalam agama) dan bahwa seorang Muslim itu dituntut supaya menyelidiki kebenaran di mana saja dia temukan dan juga dituntut supaya menghormati kebaikan-kebaikan yang ada pada agama-agama lain.

4. Dasar-dasar persaudaraan Islam meliputi seluruh alam kemanusiaan, tanpa memperhitungkan warna kulit, bangsa dan kepercayaan. Islam adalah satu-satunya agama yang mampu melaksanakan ajaran ini dalam praktik, dan kaum Muslimin di mana saja di muka bumi ini memandang yang satu sama yang lain dengan pandangan seorang saudara. Dan persamaan semua ummat manusia di Hadrat Allah SWT nampak jelas dalam pakaian ihram Haji.

5. Islam menghormati akal/pikiran dan benda/materi menurut nilainya masing-masing, dan pertumbuhan mental manusia itu tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan jasmaniahnya, dan bahwa manusia diwajibkan dalam hidupnya menempuh jalan yang dapat menguasai kebendaan dengan akal sehat, dan bahwa benda itu harus tunduk di bawah pengaturan akal.

6. Larangan minum arak dan minuman-minuman lain yang memabukkan, soal inilah terutama yang memberi kemungkinan dikatakan bahwa Islam jauh ketinggalan jaman.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2458 seconds (0.1#10.140)