Daging yang Tumbuh dari Barang Haram
A
A
A
Abdul Khaer adalah seorang teller di sebuah bank milik pemerintah. Sudah dua tahun ia bertugas menjadi teller. Sikapnya yang ramah dan murah senyum membuat banyak nasabah ingin mengambil antrean di konter miliknya.
Belakangan, ia dipindah oleh kepala cabang ke bagian kliring. Di pos nya yang baru, Abdul Khaer malah memperoleh banyak kenalan dari kalangan korporat.
Seperti sebuah hal yang lumrah, setiap kali Abdul Khaer membantu nasabahnya mengkliring sebuah cek, maka secara otomatis, mereka memberi uang tips kepadanya.
Pada awalnya, Abdul Khaer selalu menolak. Namun karena para nasabah selalu berkeras untuk memberi, apalagi atasannya pernah sekali menegurnya dengan "keras" atas sikapnya tadi, maka uang tips dari para nasabah pun ia terima.
Meski ia terima secara lahir, namun batinnya selalu menolak. Ia beranggapan bahwa ini bukanlah haknya. Semua uang tips yang ia terima, disimpannya atau diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Tidak pernah uang-uang tersebut ia bawa pulang untuk dimakan oleh keluarganya di rumah.
Abdul Khaer sejak ditempatkan di posnya yang baru senantiasa gelisah. Ia selalu berdoa kepada Allah untuk diberi petunjuk kebenaran. Meminta agar ditempatkan pada posisi yang layak.
Di lingkungan yang baik, serta diberi nafkah yang halal dan barokah. Doa itu selalu dibaca dan diulang-ulang dalam setiap salatnya.
Suatu saat, Abdul Khaer menghadiri salat jum’at di sebuah masjid dekat kantornya. Saat itu, ia mendengar khatib menyampaikan khutbahnya. Abdul Khaer mengikuti setiap pembicaraan khatib dengan seksama.
Rupanya, tema yang dibicarakan khatib telah menyita perhatiannya. Hingga saat Sang Khatib menyampaikan sebuah hadist Rasullullah SAW, dengan suara lantang:
“Kullu lahmin nabata min haramin fannaru awla bihi”
Artinya: Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka nerakalah yang pantas untuknya).
Suara khatib jum’at masih mengiang di kepalanya. Sejenak Abdul Khaer menatap wajah khatib yang sedang berkhutbah. Ia dapati wajah yang tegas namun ikhlas menyampaikan ajaran agama.
Abdul Khaer mengerti ini merupakan pesan Tuhan yang ditujukan kepadanya. Sejurus kemudian Abdul Khaer menundukkan kepala. Ia terpekur menghitung dosa. Satu per satu wajah istri dan anak-anaknya hadir dihadapannya.
Abdul Khaer begitu takut bila mereka yang dicintai masuk neraka Allah SWT, sebab ulahnya. Ya, sebab ia menerima uang haram yang bukan haknya!
Tak kuasa menanggung perasaan dosa yang begitu besar, tangis Abdul Khaer pun meledak. Dalam keheningan khutbah Jum’at, di mana tak satu pun orang berbicara selain khatib, sesenggukan Abdul Khaer terdengar begitu nyata.
Usai shalat jum’at dua rakaat, Sang Khatib menghampirinya. Usai berkenalan, khatib bertanya kepada Abdul Khaer atas apa yang membuatnya menangis. Ia pun menceritakan hubungan pekerjaannya dengan apa yang diceramahkan Sang Khatib. Abdul Khaer tak lupa meminta petunjuk dari Sang Khatib.
Tak banyak yang disampaikan oleh sang Khatib. Beliau mengutip sebuah hadist Nabi SAW untuk pegangan hidup Abdul Khaer,
“Tinggalkan perkara yang membuatmu ragu kepada hal yang tidak membuatmu ragu!” (HR. Tirmidzi)
Abdul Khaer memahami pesan khatib itu, dan seminggu kemudian ia menyataka undur diri dari bank pemerintah tempat ia bekerja. Kejadian itu terjadi pada tahun 1975. Usai itu, dia bekerja di perusahaan mertuanya dalam bidang ekspedisi angkutan laut.
Hanya dalam tempo 1 tahun, ia sudah dipercaya untuk memimpin perusahaan. Di tahun 1983, Abdul Khaer sudah mampu mengoperasikan 7 kapal laut, dan 3 di antaranya adalah miliknya sendiri.
Subhanallah, Allah berkenan melimpahkan rezeki yang berkah kepadanya hanya dalam tempo singkat. Dan pada tahun yang sama, abdul Khaer dan istrinya memenuhi panggilan Allah untuk berhaji ke rumah-Nya. Subhanallah wallahu akbar walillahil hamdi
Belakangan, ia dipindah oleh kepala cabang ke bagian kliring. Di pos nya yang baru, Abdul Khaer malah memperoleh banyak kenalan dari kalangan korporat.
Seperti sebuah hal yang lumrah, setiap kali Abdul Khaer membantu nasabahnya mengkliring sebuah cek, maka secara otomatis, mereka memberi uang tips kepadanya.
Pada awalnya, Abdul Khaer selalu menolak. Namun karena para nasabah selalu berkeras untuk memberi, apalagi atasannya pernah sekali menegurnya dengan "keras" atas sikapnya tadi, maka uang tips dari para nasabah pun ia terima.
Meski ia terima secara lahir, namun batinnya selalu menolak. Ia beranggapan bahwa ini bukanlah haknya. Semua uang tips yang ia terima, disimpannya atau diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Tidak pernah uang-uang tersebut ia bawa pulang untuk dimakan oleh keluarganya di rumah.
Abdul Khaer sejak ditempatkan di posnya yang baru senantiasa gelisah. Ia selalu berdoa kepada Allah untuk diberi petunjuk kebenaran. Meminta agar ditempatkan pada posisi yang layak.
Di lingkungan yang baik, serta diberi nafkah yang halal dan barokah. Doa itu selalu dibaca dan diulang-ulang dalam setiap salatnya.
Suatu saat, Abdul Khaer menghadiri salat jum’at di sebuah masjid dekat kantornya. Saat itu, ia mendengar khatib menyampaikan khutbahnya. Abdul Khaer mengikuti setiap pembicaraan khatib dengan seksama.
Rupanya, tema yang dibicarakan khatib telah menyita perhatiannya. Hingga saat Sang Khatib menyampaikan sebuah hadist Rasullullah SAW, dengan suara lantang:
“Kullu lahmin nabata min haramin fannaru awla bihi”
Artinya: Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka nerakalah yang pantas untuknya).
Suara khatib jum’at masih mengiang di kepalanya. Sejenak Abdul Khaer menatap wajah khatib yang sedang berkhutbah. Ia dapati wajah yang tegas namun ikhlas menyampaikan ajaran agama.
Abdul Khaer mengerti ini merupakan pesan Tuhan yang ditujukan kepadanya. Sejurus kemudian Abdul Khaer menundukkan kepala. Ia terpekur menghitung dosa. Satu per satu wajah istri dan anak-anaknya hadir dihadapannya.
Abdul Khaer begitu takut bila mereka yang dicintai masuk neraka Allah SWT, sebab ulahnya. Ya, sebab ia menerima uang haram yang bukan haknya!
Tak kuasa menanggung perasaan dosa yang begitu besar, tangis Abdul Khaer pun meledak. Dalam keheningan khutbah Jum’at, di mana tak satu pun orang berbicara selain khatib, sesenggukan Abdul Khaer terdengar begitu nyata.
Usai shalat jum’at dua rakaat, Sang Khatib menghampirinya. Usai berkenalan, khatib bertanya kepada Abdul Khaer atas apa yang membuatnya menangis. Ia pun menceritakan hubungan pekerjaannya dengan apa yang diceramahkan Sang Khatib. Abdul Khaer tak lupa meminta petunjuk dari Sang Khatib.
Tak banyak yang disampaikan oleh sang Khatib. Beliau mengutip sebuah hadist Nabi SAW untuk pegangan hidup Abdul Khaer,
“Tinggalkan perkara yang membuatmu ragu kepada hal yang tidak membuatmu ragu!” (HR. Tirmidzi)
Abdul Khaer memahami pesan khatib itu, dan seminggu kemudian ia menyataka undur diri dari bank pemerintah tempat ia bekerja. Kejadian itu terjadi pada tahun 1975. Usai itu, dia bekerja di perusahaan mertuanya dalam bidang ekspedisi angkutan laut.
Hanya dalam tempo 1 tahun, ia sudah dipercaya untuk memimpin perusahaan. Di tahun 1983, Abdul Khaer sudah mampu mengoperasikan 7 kapal laut, dan 3 di antaranya adalah miliknya sendiri.
Subhanallah, Allah berkenan melimpahkan rezeki yang berkah kepadanya hanya dalam tempo singkat. Dan pada tahun yang sama, abdul Khaer dan istrinya memenuhi panggilan Allah untuk berhaji ke rumah-Nya. Subhanallah wallahu akbar walillahil hamdi
(lis)