Buah dari Puasa adalah Ketakwaan kepada Allah

Senin, 11 Juni 2018 - 17:26 WIB
Buah dari Puasa adalah...
Buah dari Puasa adalah Ketakwaan kepada Allah
A A A
Habib Ahmad bin Novel Jindan
Pengasuh Ponpes Al-Fachriyah, Tangerang

Sungguh, perjalanan waktu yang sangatlah cepat. Ramadhan yang baru saja datang kepada kita, kini berada di ambang kepergiannya. Waktu yang beberapa saat ini telah kita lalui dengan segala keindahannya, kemuliaannya, keagungannya, kini akan meninggalkan kita semua. Begitulah aturan Allah Subhanahu wa Taala, bahwa segala sesuatu ada permulaan dan akhirnya. Manusia yang paling beruntung adalah yang paling bisa memanfaatkan waktunya setiap saat, baik saat Ramadhan, maupun di luar Ramadhan.

Ramadhan yang akan meninggalkan kita akanlah menjadi satu antara dua kemungkinan. Bisa jadi, Ramadhan menjadi Hujjah yang membantu kita untuk lebih dekat dengan Allah Swt dan membantu kita mempermudah di akhirat nanti, atau wal iyadzu billah, menjadi Hujjah yang menjerumuskan kita kepada kemurkaan Allah Swt. Insya Allah kita semua mendapat bagian yang pertama, Aamin.

Tentang kapan waktu yang tepat untuk berlebaran, maka hal tersebut telah diajarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam (SAW) di dalam hadis yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Berpuasalah kalian setelah terlihatnya hilal, dan berbukalah (berlebaran) setelah terlihatnya hilal”. Inilah pedoman kita semua kaum Muslimin di manapun kita berada. Adapun ketentuan tentang masuknya 1 Syawal, sebagaimana tertuang pula pada edisi pertama di bulan yang mulia ini.

Kemenangan yang Tergadai?
Kesempurnaan puasa Ramadhan yang kita laksanakan, seperti diriwayatkan dari beberapa sahabat. Di antaranya Sayyiduna Jarir bin Abdullah, begitu juga dari Sayyiduna Anas meriwayatkan bahwa pahala berpuasa seseorang di bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, sampai ditunaikannya zakat fitrah dari pribadi tersebut.

Dari riwayat di atas, jelaslah bahwa puasa kita sangat tergantung dengan proses pengeluaran zakat fitrah yang tidak tercemarkan dengan hal-hal yang membatalkan zakat fitrah tersebut. Zakat yang diakui keabsahannya, sebagaimana telah dibahas sebelumnya adalah berupa bahan makanan pokok, dalam hal ini beras sebanyak 3,5 liter. (Baca Juga: Zakat Fitrah Pakai Apa? Ini Penjelasan Lengkap Habib Ahmad)

Lebaran
Dengan terbenamnya matahari di hari terakhir di bulan Ramadhan, seiring dengan gema takbir, mengagungkan Allah Swt, inilah saat bergembira bagi semua ummat Muslimin, yang berhasil dalam ibadah Ramadhannya.

Berbicara tentang keberhasilan di bulan Ramadhan, buah dari puasa kita, Allah telah menyatakan dan menginformasikan kepada kita semua tentang hal tersebut, sehingga Allah berfiman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian untuk berpuasa, sebagai mana telah diwajibkan atas orang-orang yang terdahulu, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.

Allah Swt, menjelaskan dalam firmannya itu bahwa buah dari puasa adalah ketakwaan kepada Allah. Maka, apabila seseorang ingin mengetahui status keberhasilannya dalam menjalani ibadah puasa, cukuplah ia menilainya dari ketakwaannya kepada Allah. Bagaimana peningkatan ketakwaan kita, kita bandingkan antara sebelum kita masuk dalam bulan Ramadhan dan ketika kita berpisah dari bulan tersebut.

Di antara buah puasa adalah pendidikan bagi tiap mukmin untuk menaiki tangga kemuliaan derajat ihsan kepada Allah Subhanahu wa Taala. Sebagaimana telah kita maklumi, bahwa Ihsan merupakan salah satu dari rukun agama ini, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Sayyiduna Abdullah bin Umar bin Khattab Radiyallahu Anhu, tatkala Sayyiduna Jibril datang dengan rupa seorang laki-laki dan langsung duduk di hadapan Nabi, seraya menanyakan tentang Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga hal ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Rukun Agama.

Nabi Muhammad SAW menjawab iman dan Islam dengan Rukun Iman dan Rukun Islam, adapun Ihsan, maka beliau menjawab, “Agar engkau mengibadati Allah seolah-olah engkau melihatnya, namun jika tidak bisa untuk mengerjakan hal tersebut, yakinilah bahwa Allah melihatmu”.Setiap mukmin, di saat berpuasa, siapa di antara mereka yang berani untuk memakan makanan, atau minum-minuman, yang mungkin ada di hadapan mereka. Ini bersumber dari keyakinan kita bahwa Allah selalu hadir bersama kita. Inilah bukti peningkatan dari keihsanan kita kepada Allah Taala.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1007 seconds (0.1#10.140)