Sejarah Salat Gerhana Matahari dan Tata Caranya

Jum'at, 20 Desember 2019 - 17:06 WIB
Sejarah Salat Gerhana...
Sejarah Salat Gerhana Matahari dan Tata Caranya
A A A
Kamis depan, 26 Desember 2019 bertepatan 29 Rabiul Akhir 1441 Hijriyah, fenomena alam gerhana matahari cincin dan gerhana matahari sebagian akan terjadi di wilayah Indonesia. Kementerian Agama (Kemenang) mengimbau umat Islam untuk melaksanakan salat sunnah gerhana matahari atau Salat Kusuf.

Plh Dirjen Bimas Islam Kemenag Tarmizi dalam siaran persnya mengatakan, awal gerhana diperkirakan pada pukul 10.34 WIB. Puncak gerhana akan terjadi pada pukul 12.17 WIB dan akhir gerhana pada pukul 14.00 WIB.

Bagaimana sebenarnya sejarah salat gerhana matahari ini? Untuk diketahui, istilah kusuf dan khusuf digunakan untuk menyebut gerhana matahari maupun bulan. Hanya saja, kata kusuf lebih dikenal untuk menyebut gerhana matahari, sedangkan khusuf untuk menyebut gerhana bulan.

Diceritakan dalam berbagai riwayat bahwa putra Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) yaitu Ibrahim wafat saat masih kecil bertepatan hari terjadinya gerhana matahari. Semua riwayat menyepakati bahwa Ibrahim lahir di bulan Dzulhijjah tahun 8 Hijriyah (Maret 630 M) tanpa menyebutkan tanggal pastinya. Ada yang menyatakan usianya ketika wafat adalah 70 atau 71 malam. Sumber lain menyebut Ibrahim wafat dalam usia 18 bulan dan ada juga mengatakan 22 bulan (1 tahun 10 bulan). Namun mayoritas ahli riwayat mengatakan usianya saat wafat adalah 16 bulan.

Ketika Ibrahim wafat, orang-orang menghubungkannya dengan peristiwa gerhana matahari. Kemudian Rasulullah SAW mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, bukan karena kematian seseorang.

Dari Al Mughirah bin Syu'bah berkata, "Pada masa Rasulullah SAW pernah terjadi gerhana matahari, yaitu di hari meninggalnya putera beliau, Ibrahim. Orang-orang lalu berkata, "Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim!" Maka Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka salat dan berdoalah kalian kepada Allah." (Shahih Al-Bukhari No. 985)

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah termasuk dari tanda-tanda kebesaran Allah, gerhana terjadi pada keduanya bukan karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Maka jika kalian melihatnya, hendaklah hendaklah bertakbir, berdoa kepada Allah, melakukan salat, dan bersedekah. Wahai umat Muhammad, tidak ada seorangpun yang lebih cemburu daripada Allah apabila hamba-Nya yang laki-laki atau hamba-Nya yang perempuan melakukan perzinahan. Wahai umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Ketahuilah apakah aku sudah menyampaikannya?” Di dalam riwayat Malik, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah". (HR. Muslim)

'Aisyah radliallahu 'anhuma (RA) mengabarkan bahwa Rasulullah SAW ketika hari terjadinya gerhana matahari, Beliau berdiri melaksanakan salat. Beliau membaca takbir, kemudian membaca dengan bacaan surat yang panjang, lalu ruku' dengan ruku' yang panjang (lama) lalu mengangkat kepalanya seraya membaca sami'allahu liman hamidah. Lalu Beliau kembali berdiri sebagaimana sebelumnya dan membaca bacaan yang panjang namun kurang dari bacaannya yang pertama tadi, lalu ruku' dengan ruku' yang panjang namun kurang dari ruku'nya yang pertama tadi, lalu sujud dengan sujud yang panjang. Kemudian Beliau melakukannya seperti itu pada raka'at yang akhir lalu memberi salam sementara matahari sudah tampak kembali. Lalu Beliau menyampaikan khutbah di hadapan manusia dan berkata tentang gerhana matahari dan bulan bahwa: "Keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidak mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihat gerhana keduanya, bersegeralah mendirikan salat". (Shahih Al-Bukhari No. 2964)

Tata Cara Salat Gerhana

[1] Berniat di dalam hati.
Niat salat gerhana matahari (kusuf):
أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

Usholli sunnatan likusuufis syamsi rok'ataini lillahi ta'ala. (Aku niat salat sunnah gerhana matahari dua rakaat karena Allah Ta'ala).

[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir seperti salat biasa.

[3] Membaca do'a iftiftah dan berta'awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang sambil dijaharkan (dikeraskan).

[4] Kemudian rukuk sambil memanjangkannya.

[5] Kemudian bangkit dari rukuk (iktidal) sambil mengucapkan "Sami'allahu liman hamidah, Rabbana wa lakal hamd".

[6] Setelah iktidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

[7] Kemudian rukuk kembali (rukuk kedua) yang lebih pendek dari rukuk sebelumnya.

[8] Kemudian bangkit dari rukuk (iktidal).

[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana rukuk, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.

[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka'at kedua sebagaimana raka'at pertama. Hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

[11] Tasyahud.

[12] Salam.

[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama'ah yang berisi anjuran untuk berzikir, berdoa, beristighfar, sedekah, dan amalan baik lainnya.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7245 seconds (0.1#10.140)