Banjir Jakarta dan Sekitarnya Sebagai Bahan Muhasabah
A
A
A
Al-Habib Quraisy Baharun
Pimpinan Pondok Pesantren As-Shidqu Kuningan
Hari-hari pertama di tahun 2020, jalanan di Kota Jakarta, Bekasi dan sekitarnya biasanya penuh sesak dengan kendaraan bermotor. Kini berubah menjadi kolam renang gratis bagi bocah-bocah. Sebagian rumah-rumah warga terendam air yang belum tahu kapan surutnya. Entah berapa jumlah pastinya dari mereka yang harus mengungsi meninggalkan rumah.
Banjir yang melanda dan merendam semuanya, hingga kita benar-benar kehilangan makanan dan tempat tinggal. Rumah-rumah terendam, air bersih terputus. Terpaksa mengungsi dan harus tidur di tenda-tenda, atau ke tempat saudara. Apakah ini kejadian alam semata?
Tidak, sekali-kali tidak. Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan semua musibah adalah tentara Allah subhanahu wa Ta'ala. Mereka tidak butuh undangan, mereka hanya menunggu perintah Tuhan. Lalu, buat apakah mereka datang? Untuk mengingatkan kita semua, dari dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat.
Allah Ta'ala berfirman:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)
Jangan saling menyalahkan dan melempar tuduhan kepada orang lain. Tidak perlu kita berteriak-teriak bahwa banjir ini karena si fulan dan si fulan yang tidak benar mengatur ini dan itu, atau malah menyalahkan hujan.
Cukuplah jadikan pelajaran dan bahan muhasabah diri kita sendiri. Jangan merasa suci dan bersih seolah musibah ini hanya karena si fulan dan si hujan, sedangkan kita tidak turut serta dalam hal ini. Apakah kita tidak punya dosa?
Mari kita renungkan ayat yang mulia, firman Allah Ta'ala:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. (QS. Al-A'raf: 56)
Sekarang coba tanyakan kepada diri kita masing-masing, kemanakah kita buang kresek makanan, botol air kemasan, barang bekas setelah kita nikmati? Ke tempat sampahkah ataukah tidak? Jika selama ini kita yang kerap kali membuang sampah sembarangan, tidak peduli, kemudian hari ini terjadi banjir yang merendam kita sendiri, apakah pantas dan adil kita menyalahkan orang lain?
Jika kita mudah menuduh sebab kesialan itu datang dari pihak-pihak tertentu tanpa mau introspeksi diri sendiri, maka kelakuan kita sama halnya dengan kelakuan Fir’aun dan kaumnya yang mudah menisbatkan kesialan kepada nabi Musa dan orang-orang beriman.
Allah berfirman:
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf: 131)
Oleh sebab itu, banjir yang melanda adalah bahan muhasabah diri kita masing-masing. Bukan untuk menyalahkan orang lain, lihat dimana kita berada. Apakah kita ini orang baik yang selalu berusaha memperbaiki, baik memperbaiki hubungan dengan Allah atau hubungan dengan lingkungan. Atau malah kitalah yang selama ini merusak tapi kita tidak kunjung sadar. Allah timpakan banjir hendaknya kita intropeksi bukan malah menghina dan menjelekkan pihak-pihak tertentu.
Yuk kita muhasabah. Mudah mudahan Allah memberikan ketabahan, kesabaran dan pertolongan Nya bagi saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah.
Pimpinan Pondok Pesantren As-Shidqu Kuningan
Hari-hari pertama di tahun 2020, jalanan di Kota Jakarta, Bekasi dan sekitarnya biasanya penuh sesak dengan kendaraan bermotor. Kini berubah menjadi kolam renang gratis bagi bocah-bocah. Sebagian rumah-rumah warga terendam air yang belum tahu kapan surutnya. Entah berapa jumlah pastinya dari mereka yang harus mengungsi meninggalkan rumah.
Banjir yang melanda dan merendam semuanya, hingga kita benar-benar kehilangan makanan dan tempat tinggal. Rumah-rumah terendam, air bersih terputus. Terpaksa mengungsi dan harus tidur di tenda-tenda, atau ke tempat saudara. Apakah ini kejadian alam semata?
Tidak, sekali-kali tidak. Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan semua musibah adalah tentara Allah subhanahu wa Ta'ala. Mereka tidak butuh undangan, mereka hanya menunggu perintah Tuhan. Lalu, buat apakah mereka datang? Untuk mengingatkan kita semua, dari dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat.
Allah Ta'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41)
Jangan saling menyalahkan dan melempar tuduhan kepada orang lain. Tidak perlu kita berteriak-teriak bahwa banjir ini karena si fulan dan si fulan yang tidak benar mengatur ini dan itu, atau malah menyalahkan hujan.
Cukuplah jadikan pelajaran dan bahan muhasabah diri kita sendiri. Jangan merasa suci dan bersih seolah musibah ini hanya karena si fulan dan si hujan, sedangkan kita tidak turut serta dalam hal ini. Apakah kita tidak punya dosa?
Mari kita renungkan ayat yang mulia, firman Allah Ta'ala:
ولاَ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. (QS. Al-A'raf: 56)
Sekarang coba tanyakan kepada diri kita masing-masing, kemanakah kita buang kresek makanan, botol air kemasan, barang bekas setelah kita nikmati? Ke tempat sampahkah ataukah tidak? Jika selama ini kita yang kerap kali membuang sampah sembarangan, tidak peduli, kemudian hari ini terjadi banjir yang merendam kita sendiri, apakah pantas dan adil kita menyalahkan orang lain?
Jika kita mudah menuduh sebab kesialan itu datang dari pihak-pihak tertentu tanpa mau introspeksi diri sendiri, maka kelakuan kita sama halnya dengan kelakuan Fir’aun dan kaumnya yang mudah menisbatkan kesialan kepada nabi Musa dan orang-orang beriman.
Allah berfirman:
فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَٰذِهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُ ۗ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf: 131)
Oleh sebab itu, banjir yang melanda adalah bahan muhasabah diri kita masing-masing. Bukan untuk menyalahkan orang lain, lihat dimana kita berada. Apakah kita ini orang baik yang selalu berusaha memperbaiki, baik memperbaiki hubungan dengan Allah atau hubungan dengan lingkungan. Atau malah kitalah yang selama ini merusak tapi kita tidak kunjung sadar. Allah timpakan banjir hendaknya kita intropeksi bukan malah menghina dan menjelekkan pihak-pihak tertentu.
Yuk kita muhasabah. Mudah mudahan Allah memberikan ketabahan, kesabaran dan pertolongan Nya bagi saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah.
(rhs)