Kenapa Ada Mazhab dalam Islam? Begini Kisahnya

Kamis, 30 Januari 2020 - 17:07 WIB
Kenapa Ada Mazhab dalam...
Kenapa Ada Mazhab dalam Islam? Begini Kisahnya
A A A
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat mengulas tentang fiqih perbandingan madzab saat mengisi kajian di Masjid An-Nabawi, Cipondoh, Tangerang. Beliau menceritakan sejarah lahirnya mazhab dan perbedaan.

Dalam Islam, sebenarnya terdapat 13 mazhab besar. Namun, yang populer ada 4 mazhab yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Adapun Mazhab Hanafi digunakan umat Islam di Pakistan, India, China, Turki dan sekitarnya. Mazab Maliki digunakan umat muslim di Afrika Utara khususnya seperti Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyol.

Sedangkan Mazhab Syafi'i mayoritas dipakai umat Islam di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan sekitarnya. Madzab Hambali paling banyak digunakan umat Islam di Saudi Arabia dan menjadi mazhab resminya.

Dulu ada madzab yang didirikan oleh Imam Hasan Al-Bashri yang tinggal di Bashrah. Kemudian di Mesir ada madzab yang didirikan Imam Al-Lais As-Sa'ad, beliau ini orang Mesir. Kemudian ada mazhab yang didirikan di Mekkah oleh Sufyan bin Inah. Masing-masing mendirikan mazhab besar dan memiliki murid dan pengikut yang banyak.

Di Baghdad ada beberapa madzab sekaligus. Ada Imam Asy-Syafi'i, kemudian Imam Ahmad bin Hanbal, ada Imam Abu Saur, Imam Daud Az-Zahiri, Ibnu Jarir At-Thabari. Sedikitnya Baghdad memiliki 5 madzab di zamannya masing-masing.

Muncul pertanyaan, mengapa ada banyak madzab? Berikut penjelasan singkat Ustaz Ahmad Sarwat. Dulu di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) sudah terjadi perbedaan pendapat baik antara Rasulullah dengan para sahabat, sahabat dengan sesama sahabat.

Di zaman Rasulullah, para sahabat sudah berbeda pendapat. Misalnya ketika Umar bin Khatthab berbeda pendapat dengan Nabi Muhammad SAW bukan dalam masalah umum, tapi masalah agama. Kejadiannya saat Perang Badar kalah, ketika itu Allah Ta'ala turunkan 5.000 Malaikat, umat Islam berada di atas angin.

"Rasulullah bilang kita kan sudah diambang kemenangan. Bagaimana kalau mereka tidak kita bunuh, tapi kita tawan dan kalau mau bebas bayar tebusan," jelas Ustaz Ahmad Sarwat.

Lalu Umar bin Khatthab berkata, "Ya Rasulullah, perintah dari Allah Ta'ala kan perang bukan berdamai. Kenapa di saat kita sudah diambang kemenangan harus berhenti dan tidak kita teruskan?

Itu debat antara Umar bin Khatthab dan Rasulullah karena Malaikat Jibril tidak memberi keputusan dari langit apakah perangnya diteruskan atau dihentikan. Akhirnya Rasulullah menggelar rapat, para jenderal muslim dikumpulkan. Ini bagaimana perang diteruskan atau dihentikan?

Setelah itu didapat kesimpulan bahwa perang itu dihentikan, sementara Umar bin Khatthab Sendirian dengan pendapatanya menyatakan perang diteruskan sampai orang-orang kafir Quraisy habis semua. Karena rapat menghasilkan keputusan, akhirnya perang dihentikan karena suara mayoritas, suara Umar tidak dipakai.

Setelah diputuskan berhenti, tiba-tiba Malaikat Jibril datang membawa wahyu dan ayatnya bertentangan dengan pendapat Nabi Muhammad SAW dan para Sahabat, yaitu tidak pantas seorang Nabi menghentikan perang dan memiliki tawanan, harusnya dia perang terus sampai benar-benar menang mutlak.

Ketika itu, ayat tersebut membenarkan pendapat Umar bin Khatthab. Nabi Muhammad SAW langsung menangis karena ijtihadnya keliru. Nabi Muhammad SAW bilang seandainya kesalahan ini terjadi pada zaman nabi-nabi terdahulu di mana kalau salah dihukum pasti kita sudah dihukum oleh Allah Ta'ala dan tinggal Umar bin Khaththab saja yang hidup. Begitu lembutnya hati Rasulullah.

Dalam Sirah Nabawiyah menunjukkan bisa saja seorang sahabat berbeda pendapat dengan sahabat lainnya, bahkan dengan Rasulullah ketika tidak ada wahyu, kalau ada wahyu semuanya pasti taat (sami'na wa atho'na).

Walaupun hanya daun apabila menimbulkan efek memabukkan itu masuk kategori khamr. Makanya ada kaidah semua yang memabukkan itu khamr dan senua khamr itu haram. Inilah namanya Qiyas. Dalam Al-Qur'an tidak disebut, di Hadis juga tidak disebut.

"Kalau menyangkut narkoba. Di Al-Qur'an tak ada, di Hadits tak ada, tapi karena sama-sama memabukkan, maka ikut kaidah tadi," jelas Ustaz Ahmad Sarwat.

Guru besarnya Ijtihad adalah Rasulullah SAW. Seluruh sahabat dibekali dengan ilmu Ijtihad terhadap suatu permasalahan walaupun itu tidak ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Contoh lain, ibu-ibu kalau lagi haid kan tidak boleh salat, hadisnya sahih. Kalau lagi nifas dilarang salat, itu tidak ada dalam Al-Qur'an dan Hadits. Tapi inilah Qiyas karena diqiyas dengan haid. Nabi Muhammad SAW gak melarang, Al-Qur'an gak melarang, tapi kenapa gak boleh salat? Jawabannya, karena nifas memiliki kesamaan Ilat dengan haid.

"Jangan dikira Qiyas itu karangan kita. Qiyas itu pendirinya Rasulullah. Rasulullah tidak cuma menyampaikan ayatnya begini, hadisnya begitu. Tidak, tapi Nabi Muhammad mengajarkan Qiyas karena Al-Qur'an terbatas jumlah ayatnya dan hadis juga terbatas," terang Ustaz Ahmad Sarwat.

Guru besar Qiyas itu adalah Rasulullah dan murid-murid terbaiknya adalah para sahabat. Setelah Nabi Muhammad wafat, para Sahabat Menyebar. Ada yang ke Suriah, ada yang ke Mesir, dan ke seluruh penjuru dunia.

Mereka tidak cuma ngajarin tahfiz Al-Qur'an atau Hadis aja, tapi juga metodologi Qiyas. Begitulah para Sahabat punya murid namanya generasi Tabi'in. Kalau sahabat itu adalah orang yang bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, ngajinya sama beliau.

Sedangkan Tabi'in adalah orang yang tidak ketemu Rasulullah, tapi ketemu dengan para sahabat. Kemudian Para Tabi'in ini kemudian punya murid lagi namanya Tabi'ut Tabi'in. Jadi Generasinya udah yang kedua.

Nah, para Tabi'ut Tabi'in ini punya Murid yang namanya Abu Hanifah. Beliau punya murid namanya Malik, kemudian punya Murid namanya Syafi'i, kemudian punya murid namanya Ahmad bin Hanbal.

Jadi Imam Mazhab itu adanya setelah generasi Sahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in. Mereka itu muridnya dekat sekali dengan Rasulullah dan mereka adalah orang yang diwariskan ilmu Ijtihad. Lalu dari masing-masing ulama itu lahirlah beribu-ribu ulama yang mewarisi ilmu Nabi Muhammad SAW.

Dari Abu Darda radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda:
وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
"Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar."
(HR. At-Tirmidzi)

Karena itu, fiqih perbandingan Mazhab itu memberikan penjelasan kepada kita adanya perbedaan yang banyak. Pilih salah satunya dan berpegang teguh. Tapi tidak boleh mengatakan saya yang benar, yang lain salah, yang lain bid'ah, masuk neraka. Khilafiyah itu sudah ada sejak zaman Rasulullah. Namun, Rasulullah tidak menyalahkan salah satunya, tapi membenarkan dua-duanya.

وَاللّهُ أعلَم بِالصَّوَاب
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8215 seconds (0.1#10.140)