Syaikh Al-Qardhawi: Hukum Islam yang Dicita-citakan Bukan dari Mazhab Tertentu
loading...
A
A
A
Hukum Islam yang dicita-citakan umat Islam bukanlah fikih salah satu mazhab pada masa tertentu. Hukum Islam yang diinginkan adalah kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang pokok yang telah ditetapkan oleh Al Qur'an dan Sunnah . Hukum ini telah hidup di bawah naungan fikih sejak masa sahabat, kemudian generasi setelahnya yang dicatat oleh kitab-kitab madzahib yang beraneka ragam dan kitab-kitab hadis serta fikih perbandingan mazhab.
Demikian dinyatakan Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, kekayaan khasanah yang besar ini dari berbagai ijtihad merupakan asas yang kuat yang tidak boleh direndahkan dan tidak boleh dilupakan bagi ijtihad modern mana pun. Tidak bisa diterima bahwa harus berijtthad lagi mulai dari nol, tanpa menyandarkan yang baru kepada yang lama. "Akan tetapi rincian-rincian fikih ini tidak menjadi keharusan bagi kita kecuali berdasarkan dalil-dalil syar'i yang kuat, baik secara nash atau kaidah," ujar Al-Qardhawi.
Di antara kaidah yang ditetapkan yang tidak ada khilaf --minimal dari segi teori--adalah, sesungguhnya fatwa itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, keadaan dan kebiasaan. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh sejumlah dari muhaqqiqin dari ulama madzahib yang diikuti, seperti Al Qarafi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu 'Abidin.
Kaidah tersebut pada dasarnya adalah Al Qur'an, Sunnah, petunjuk sahabat dan amalan ulama salaf dan banyak diterapkan pada masa kita sekarang ini. Seperti masalah batas maksimal masa hamil yang diperselisihkan ulama dalam hal ini. Ada sebagian mereka yang mengatakan sampai empat tahun, bahkan lima tahun, bahkan ada yang tujuh tahun, demikian itu karena mereka tidak mengerti "hamil bohong" yang seakan-akan benar-benar hamil.
Menurut al-Qardhawi, karena itulah maka tidak boleh kita membatasi diri kita untuk beriltizam kepada satu mazhab dalam setiap permasalahan. Karena boleh jadi mazhab tersebut lemah alasannya dalam sebagian permasalahan atau tidak bisa mewujudkan tujuan syariat dan kemaslahatan manusia. Tidak dosa bagi kita untuk meninggalkan mazhab seperti itu untuk beralih pada mazhab-mazhab yang lain.
"Syari'at Islam itu sangat luas, seperti masalah wajibnya janji, jual beli murabahah (membagi laba) zakatnya sesuatu yang keluar dari bumi, zakatnya harta yang dimanfaatkan, sumpah dalam talak, talaknya orang mabuk dan marah, talak tiga kali dengan satu kata, batas maksimal orang hamil dan sebagainya," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
Demikian dinyatakan Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Baca Juga
Menurutnya, kekayaan khasanah yang besar ini dari berbagai ijtihad merupakan asas yang kuat yang tidak boleh direndahkan dan tidak boleh dilupakan bagi ijtihad modern mana pun. Tidak bisa diterima bahwa harus berijtthad lagi mulai dari nol, tanpa menyandarkan yang baru kepada yang lama. "Akan tetapi rincian-rincian fikih ini tidak menjadi keharusan bagi kita kecuali berdasarkan dalil-dalil syar'i yang kuat, baik secara nash atau kaidah," ujar Al-Qardhawi.
Di antara kaidah yang ditetapkan yang tidak ada khilaf --minimal dari segi teori--adalah, sesungguhnya fatwa itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, keadaan dan kebiasaan. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh sejumlah dari muhaqqiqin dari ulama madzahib yang diikuti, seperti Al Qarafi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu 'Abidin.
Kaidah tersebut pada dasarnya adalah Al Qur'an, Sunnah, petunjuk sahabat dan amalan ulama salaf dan banyak diterapkan pada masa kita sekarang ini. Seperti masalah batas maksimal masa hamil yang diperselisihkan ulama dalam hal ini. Ada sebagian mereka yang mengatakan sampai empat tahun, bahkan lima tahun, bahkan ada yang tujuh tahun, demikian itu karena mereka tidak mengerti "hamil bohong" yang seakan-akan benar-benar hamil.
Menurut al-Qardhawi, karena itulah maka tidak boleh kita membatasi diri kita untuk beriltizam kepada satu mazhab dalam setiap permasalahan. Karena boleh jadi mazhab tersebut lemah alasannya dalam sebagian permasalahan atau tidak bisa mewujudkan tujuan syariat dan kemaslahatan manusia. Tidak dosa bagi kita untuk meninggalkan mazhab seperti itu untuk beralih pada mazhab-mazhab yang lain.
"Syari'at Islam itu sangat luas, seperti masalah wajibnya janji, jual beli murabahah (membagi laba) zakatnya sesuatu yang keluar dari bumi, zakatnya harta yang dimanfaatkan, sumpah dalam talak, talaknya orang mabuk dan marah, talak tiga kali dengan satu kata, batas maksimal orang hamil dan sebagainya," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
(mhy)