Pena Allah Telah Menulis Semua Takdir dan Ketentuan Ini
A
A
A
WABAH virus corona atau Covid-19 adalah musibah. Wabah ini menyerang siapa saja. Orang yang beriman maupun yang tidak beriman. Sebagian orang, boleh jadi, menyangka bahwa mereka terjangkit Covid-19 karena Allah SWT sedang memurkai dirinya.
Padahal justru terkadang Allah menguji kita dengan musibah ini karena Allah sedang menyiapkan kita ke tempat yang mulia di sisi-Nya. Atau justru Allah bermaksud menerima kembali kita sebagai hamba-Nya, jika dengan musibah itu kita beristighfar, bertaubat, dan mengakui segala kesalahan kita, dan mengakui segala kemahabesaran Allah.
Allah berfirman dalam Qur'an Surat At-Taghabun Ayat 11-13
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ ۚ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا ٱلْبَلَٰغُ ٱلْمُبِينُ
12. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ
13. (Dialah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja.
Tentang firman Allah SWT: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah”, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi dalam An-Nafahat Al-Makkiyah menjelaskan ini berlaku secara umum untuk berbagai musibah yang menimpa diri, harta, anak, orang-orang tercinta, dan lainnya.
Semua yang menimpa manusia berdasarkan qadha dan qadar Allah. Allah telah mengetahui hal itu sebelumnya. Pena-Nya telah menulis semua takdir dan ketentuan. Dengan pena itu, kehendak dan hikmah-Nya berlaku. Namun yang amat penting adalah apakah manusia menunaikan tugasnya dalam hal qadha dan qadar ataukah tidak?
Jika ia menunaikannya, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar dan indah, baik di dunia maupun di akhirat. Jika percaya bahwa semua yang menimpanya berasal dari sisi Allah, merelakannya, dan menyerahkan masalahnya, maka Allah akan menunjukkan hatinya sehingga ia akan merasa tenang dan tidak gentar ketika tertimpa berbagai musibah, tidak seperti yang terjadi pada orang yang hatinya tidak diberi petunjuk oleh Allah.
Allah memberikan keteguhan pada orang yang hatinya diberi petunjuk ketika musibah datang serta bersikap sabar. Dengan demikian, ia mendapatkan pahala besar di samping pahala besar yang disimpan Allah pada hari pembalasan kelak.
Ini sejalan dengan Firman Allah, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” -Az-Zumar: 10
Dari sini dapat diketahui, bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah SWT pada saat tertimpa musibah karena tidak memahami takdir dan ketentuan Allah SWT namun hanya terbatas pada sebab-sebabnya saja, maka ia telah dihinakan, dan Allah-pun menyerahkan urusannya itu pada dirinya sendiri.
Apabila seseorang hamba telah diserahkan pada dirinya sendiri padahal jiwa manusia itu hanya bisa berkeluh kesah dan bersedih, maka hal itu merupakan siksaan yang disegerakan bagi seorang hamba sebelum siksaan akhirat nanti karena tidak menunaikan kewajiban bersabar.
Inilah yang berkaitan dengan Firman Allah, “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya,” yakni ketika tertimpa musibah.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;” (QS Ibrahim : 27)
Orang yang beriman adalah orang yang hatinya mendapatkan hidayah dan paling kuat ketika tertimpa berbagai musibah yang merisaukan. Hal itu dikarenakan keimanan yang tertanam pada diri mereka.
Lapang Dada
Menurut al-Qurthubi di dalam kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, rangkaian ayat pada Surat at-Taghabun ayat 11-13 ini turun sebagai sebuah jawaban atas perkataan orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengatakan kepada para sahabat “Seandainya apa yang diimani umat Islam adalah kebenaran, niscaya mereka tidak akan mendapatkan musibah apapun“. Maka rangkaian ayat ini diturunkan sebagai penjelas bahwa semua musibah yang menimpa umat Islam adalah sesuai dengan kepastian yang Allah tetapkan.
Dr. Muhammad Sayyid Thantawi menjelaskan, seorang yang memiliki iman yang kokoh akan mengantarkannya kepada sikap kesabaran dan menerima lapang dada dengan musibah yang terjadi. Poin penting inilah yang dimaksudkan dengan penggalan ayat “..dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya..”
Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I dalam Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an menjelaskan Allah tidak hanya menciptakan makhluk, tetapi juga mengatur seluruh makhluk. Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa seseorang dalam kehidupan ini, kecuali dengan izin Allah, karena Allah mengetahui dan mengatur kehidupan ini; dan barang siapa beriman kepada Allah dengan istikamah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya dengan memantapkan imannya.
Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu yang terjadi di jagat raya maupun yang terjadi di jagat kecil, sanubari manusia.
Rangkaian ayat ini memerintahkan kita untuk sabar, senantiasa taat kepada Allah serta bertawakal kepada-Nya ketika tertimpa musibah.
Tentang kesabaran itu, di dalam Al-Quran Allah menyebutkan :
…..وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
“…..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 155-157).
Esensi Tawakal
Esensi tawakal adalah memasrahkan hasil sebuah perkara kepada Allah setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW selalu memerintahkan kita untuk berusaha sekeras tenaga dan memasrahkan hasilnya kepada Allah. Sebagaimana dalam sebuah Hadits
قال رسول الله لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
Rasulullah bersabda “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sempurna, niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung-burung. Burung-burung berangkat di waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang di waktu sore dalam keadaan kenyang” (HR. Ahmad)
Hadis ini memberikan kita gambaran secara utuh hakikat tawakal kepada Allah. Allah akan memberikan kita hasil terbaik di saat kita berusaha dengan sebaik mungkin. Sebagaimana burung yang selalu berusaha mencari makan di waktu pagi dan pulang dalam keadaan kenyang.
Allah SWT berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Hadid [57] : 22-23).
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia menghadapinya, bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka apalagi berputus asa.
Ia akan menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak.
Kini, sangat penting bagi kita untuk senantiasa sabar serta bertawakal kepada Allah menghadapi musibah Covid-19 . Akan tetapi, tawakal kita harus dibarengi dengan usaha sungguh-sungguh untuk mencegah penularan virus corona agar tak menjadi musibah bagi orang-orang yang kita cintai.
Padahal justru terkadang Allah menguji kita dengan musibah ini karena Allah sedang menyiapkan kita ke tempat yang mulia di sisi-Nya. Atau justru Allah bermaksud menerima kembali kita sebagai hamba-Nya, jika dengan musibah itu kita beristighfar, bertaubat, dan mengakui segala kesalahan kita, dan mengakui segala kemahabesaran Allah.
Allah berfirman dalam Qur'an Surat At-Taghabun Ayat 11-13
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ ۚ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا ٱلْبَلَٰغُ ٱلْمُبِينُ
12. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ
13. (Dialah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja.
Tentang firman Allah SWT: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah”, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi dalam An-Nafahat Al-Makkiyah menjelaskan ini berlaku secara umum untuk berbagai musibah yang menimpa diri, harta, anak, orang-orang tercinta, dan lainnya.
Semua yang menimpa manusia berdasarkan qadha dan qadar Allah. Allah telah mengetahui hal itu sebelumnya. Pena-Nya telah menulis semua takdir dan ketentuan. Dengan pena itu, kehendak dan hikmah-Nya berlaku. Namun yang amat penting adalah apakah manusia menunaikan tugasnya dalam hal qadha dan qadar ataukah tidak?
Jika ia menunaikannya, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar dan indah, baik di dunia maupun di akhirat. Jika percaya bahwa semua yang menimpanya berasal dari sisi Allah, merelakannya, dan menyerahkan masalahnya, maka Allah akan menunjukkan hatinya sehingga ia akan merasa tenang dan tidak gentar ketika tertimpa berbagai musibah, tidak seperti yang terjadi pada orang yang hatinya tidak diberi petunjuk oleh Allah.
Allah memberikan keteguhan pada orang yang hatinya diberi petunjuk ketika musibah datang serta bersikap sabar. Dengan demikian, ia mendapatkan pahala besar di samping pahala besar yang disimpan Allah pada hari pembalasan kelak.
Ini sejalan dengan Firman Allah, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” -Az-Zumar: 10
Dari sini dapat diketahui, bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah SWT pada saat tertimpa musibah karena tidak memahami takdir dan ketentuan Allah SWT namun hanya terbatas pada sebab-sebabnya saja, maka ia telah dihinakan, dan Allah-pun menyerahkan urusannya itu pada dirinya sendiri.
Apabila seseorang hamba telah diserahkan pada dirinya sendiri padahal jiwa manusia itu hanya bisa berkeluh kesah dan bersedih, maka hal itu merupakan siksaan yang disegerakan bagi seorang hamba sebelum siksaan akhirat nanti karena tidak menunaikan kewajiban bersabar.
Inilah yang berkaitan dengan Firman Allah, “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya,” yakni ketika tertimpa musibah.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;” (QS Ibrahim : 27)
Orang yang beriman adalah orang yang hatinya mendapatkan hidayah dan paling kuat ketika tertimpa berbagai musibah yang merisaukan. Hal itu dikarenakan keimanan yang tertanam pada diri mereka.
Lapang Dada
Menurut al-Qurthubi di dalam kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, rangkaian ayat pada Surat at-Taghabun ayat 11-13 ini turun sebagai sebuah jawaban atas perkataan orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengatakan kepada para sahabat “Seandainya apa yang diimani umat Islam adalah kebenaran, niscaya mereka tidak akan mendapatkan musibah apapun“. Maka rangkaian ayat ini diturunkan sebagai penjelas bahwa semua musibah yang menimpa umat Islam adalah sesuai dengan kepastian yang Allah tetapkan.
Dr. Muhammad Sayyid Thantawi menjelaskan, seorang yang memiliki iman yang kokoh akan mengantarkannya kepada sikap kesabaran dan menerima lapang dada dengan musibah yang terjadi. Poin penting inilah yang dimaksudkan dengan penggalan ayat “..dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya..”
Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I dalam Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an menjelaskan Allah tidak hanya menciptakan makhluk, tetapi juga mengatur seluruh makhluk. Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa seseorang dalam kehidupan ini, kecuali dengan izin Allah, karena Allah mengetahui dan mengatur kehidupan ini; dan barang siapa beriman kepada Allah dengan istikamah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya dengan memantapkan imannya.
Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu yang terjadi di jagat raya maupun yang terjadi di jagat kecil, sanubari manusia.
Rangkaian ayat ini memerintahkan kita untuk sabar, senantiasa taat kepada Allah serta bertawakal kepada-Nya ketika tertimpa musibah.
Tentang kesabaran itu, di dalam Al-Quran Allah menyebutkan :
…..وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
“…..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 155-157).
Esensi Tawakal
Esensi tawakal adalah memasrahkan hasil sebuah perkara kepada Allah setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW selalu memerintahkan kita untuk berusaha sekeras tenaga dan memasrahkan hasilnya kepada Allah. Sebagaimana dalam sebuah Hadits
قال رسول الله لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
Rasulullah bersabda “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sempurna, niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung-burung. Burung-burung berangkat di waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang di waktu sore dalam keadaan kenyang” (HR. Ahmad)
Hadis ini memberikan kita gambaran secara utuh hakikat tawakal kepada Allah. Allah akan memberikan kita hasil terbaik di saat kita berusaha dengan sebaik mungkin. Sebagaimana burung yang selalu berusaha mencari makan di waktu pagi dan pulang dalam keadaan kenyang.
Allah SWT berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Hadid [57] : 22-23).
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia menghadapinya, bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka apalagi berputus asa.
Ia akan menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak.
Kini, sangat penting bagi kita untuk senantiasa sabar serta bertawakal kepada Allah menghadapi musibah Covid-19 . Akan tetapi, tawakal kita harus dibarengi dengan usaha sungguh-sungguh untuk mencegah penularan virus corona agar tak menjadi musibah bagi orang-orang yang kita cintai.
(mhy)