MPR minta perbedaan awal Ramadan tak dipermasalahkan

Senin, 08 Juli 2013 - 21:46 WIB
MPR minta perbedaan...
MPR minta perbedaan awal Ramadan tak dipermasalahkan
A A A
Sindonews.com - Pemerintah secara resmi sudah mengumumkan tanggal 1 Ramadhan tahun 1434 hijriah bertepatan dengan tanggal 10 Juli 2013 mendatang. Namun, sebagian umat muslim sudah ada yang menjalani puasa Selasa 9 Juli 2013 besok.

Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Tohari menilai, perbedaan dalam menetapkan awal bulan Ramadan tidak perlu disikapi secara berlebihan, karena akan menciptakan perpecahan umat Islam.

"Perbedaan awal Ramadan di Indonesia bukanlah fenomena baru. Dia sudah berusia setua Islam masuk dan berkembang di negeri ini. Perbedaan tersebut murni hanya terkait dengan metode atau metodologi penentuan awal bulan, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern," kata Hajriyanto dalam pesan singkatnya di Jakarta, Senin (8/7/2013).

Dia menilai, lebih tidak proporsional lagi jika perbedaan penentuan awal Ramadan tersebut dikaitkan dengan relasi umat Islam dan pemerintah, atau apalagi dikaitkan dengan doktrin ketaatan umat Islam kepada ulil amri.

"Umat Islam Indonesia semakin cerdas dan pemerintah sebagai wakil negara juga semakin arif bijaksana. Pemerintah tahu mana urusan yang urgen untuk diurus, dan mana-mana yang tidak urgen serta mana yang tidak boleh dicampuri," jelasnya.

Oleh karenanya Hajriyanto mengingatkan semua pihak, Indonesia bukan negara agama akan tetapi negara Pancasila. "Ingat negara ini negara Pancasila, bukan negara teokrasi atau negara agama! Negara harus mengambil jarak yang tepat dalam relasinya terhadap agama-agama. Negara ini adalah negara yang sangat majemuk, negara yang Bhinneka Tunggal Ika," paparnya.

Menurut Hajriyanto, kebhinekaan atau kemajemukan ada dalam bentuk keanekaragaman agama-agama, juga keanekaragamaan madzhab internal agama. "Kebhinekaan dan kemajemukan itu harus dihormati oleh negara," harapnya.

Di sisi lain, lanjutnya, negara tidak boleh terlalu terlibat mengurusi madzhab atau paham keagamaan. Pasalnya, soal madzhab bukan urusan negara.

"Negara ini bukan milik agama tertentu, apalagi aliran madzhab tertentu. Indonesia milik seluruh bangsa Indonesia apapun sukunya, apapun agamanya dan apapun madzhab-nya," tegasnya.

Hajriyanto menegaskan, semua warga negara tak peduli apapun agama, dan alirannya wajib dilindungi oleh negara.
"Tidak ada warga negara kelas satu atau warga negara kelas dua. Seluruhnya memiliki persamaan di hadapan negara," imbuhnya.

Semuanya harus dilindungi oleh negara. lanjutnya, Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas tujuan didirikannya negara ini adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.

"Marilah kita menyambut Ramadan dengan semangat empat pilar negara yang penuh toleransi, saling menghormati, tenggang rasa dan dewasa," pungkasnya.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1074 seconds (0.1#10.140)