Nuzulul Quran dan kebangkitan umat
A
A
A
TIBA-TIBA malaikat memeluk Muhammad yang tengah bertafakur di Gua Hira, Mekkah. Lelaki 40 tahun itupun merasa sesak. ‘’Iqra!’’ kata Malaikat Jibril sambil melepas dekapannya pada tubuh Muhammad.
“Ma anaa biqari (aku tak bisa membaca),” sahut Muhammad.
Jibril mendekapnya lagi, lalu melepaskan sambil mengulangi perintahnya. “Ma anaa biqari (aku tak bisa membaca),” jawab Muhammad lagi.
Setelah jawaban kali ketiga tetap sama, Jibril menuntun Muhammad membaca: “Iqra’ bismirobbikal ladzii kholaq (bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang menciptakan).” Demikian seterusnya sampai pungkasan ayat kelima Surat Al ‘Alaq: ‘allamal insaana maa lam ya’lam (Dia mengajarkan manusia apa yang tak diketahuinya).
Demikian kisah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW, seperti dikabarkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari ‘Aisyah ra. Muhammad Ali Ash Shabuni dalam kitabnya At Tibyan fi Ulumi Alquran (1985) mengatakan, Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih 23 tahun.
Sebanyak 19/30 bagian turun di Mekkah (sebelum hijrah) selama 13 tahun. Sisanya diturunkan di Madinah (setelah hijrah) selama 10 tahun. Alquran pertama kali turun pada malam Qadar (Lailatul Qadar) yaitu 17 Ramadan, saat Nabi berusia 40 tahun. Hal ini direkam Alquran dalam ayat:
“Bulan Ramadan, adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dengan yang batil” (QS Al Baqarah: 185).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam Lailatul Qadar” (QS Al Qadr: 1).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada suatu malam yang diberkahi” (QS Ad Dukhan: 3).
Seorang anggota jamaah Daarul Qur’an bertanya lewat SMS, apakah benar seluruh Alquran diturunkan dalam Bulan Ramadhan. Bukankah dalam kehidupan Rasulullah, Alquran diturunkan selama 23 tahun dan tidak hanya pada Ramadan?
Mengutip Manna’ Khalil Al Qaththan dalam Mabahits fi Ulum Al Qur`an (1996), Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, Alquran diturunkan dalam dua tahap: Pertama, dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar. Kedua, dari langit dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua puluh tiga tahun.
Pendapat tersebut berdasarkan hadits-hadits dari Ibnu Abbas ra: ”Alquran dipisahkan dari Adz Dzikr lalu diturunkan ke Baitul ‘Izzah di langit pertama kemudian disampaikan oleh Jibril kepada Nabi SAW” (HR Hakim).
Juga hadits: ”Alquran diturunkan sekaligus ke langit pertama (tempat turun secara berangsur-angsur). Dari sinilah Allah menurunkan kepada Rasul-Nya sedikit demi sedikit” (HR Ath Thabrani).
Demikian juga hadits: “Alquran itu diturunkan pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan ke langit pertama secara sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur” (HR Al Hakim dan Baihaqi).
Ketiga hadits tersebut dikutip Imam Suyuthi dalam kitabnya Al Itqan fi ‘Ulumi Alquran dan beliau menilai ketiganya sahih. Namun ada pendapat lain, dari Asy Sya’bi (wafat 109 H), seorang tabiin besar. Beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dengan turunnya Alquran dalam ketiga ayat tadi (QS Al Baqarah: 185, Al Qadr: 1, Ad Dukhan: 3), adalah permulaan turunnya Al Qur`an kepada Rasulullah, bukan turunnya Al Qur`an sekaligus seperti pendapat pertama.
Sebagaimana dinyatakan Alauran: “Dan Alquran telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian” (QS Al Isra` : 36).
Menurut Al Qaththan, dicicilnya penurunan Qur’an mengandung beberapa hikmah. Pertama, meneguhkan hati Nabi SAW dalam menghadapi celaan dari orang-orang musyrik. Kedua, menunjukkan mu’jizat sekaligus jadi tantangan kepada orang-orang musyrik. Ketiga, mempermudah hafalan dan pemahamannya bagi Nabi dan para sahabat. Keempat, kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum. Kelima, menjadi bukti yang pasti bahwa Alquran diturunkan Allah dan bukan rekaan makhluk.
Alquran berfungsi menjadi petunjuk bagi manusia (Al Baqarah: 185). Malam turunnya adalah malam kemuliaan (Al Qadr:1) yang penuh keberkahan (ad-Dukhan: 3). Ia adalah bacaan yang agung (Qaf: 1), lagi mulia (Shad: 1), berbahasa Arab yang jelas dan terang (Fusshilat: 3), mudah diingat dan dipelajari oleh siapa pun yang hatinya bersih (Al Qamar: 17), serta banyak berisi petunjuk bagi manusia namun direspon negatif (kekufuran) oleh banyak orang (Al Isra’: 89).
Al Qur’an lah penentu kualitas kehidupan suatu kaum, sebagaimana wasiat Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab (Al-Qur’an) dan merendahkan (kaum) yang lain” (HR Muslim).
Pertanyaannya, mengapa saat ini umat Islam yang mewarisi Al Qur’an belum bisa bangkit mengukir kejayaan seperti generasi pendahulunya? Padahal, otentitas atau keaslian Alquran dijaga langsung oleh Allah SWT dengan merekamnya pada sel-sel otak para Penghafal Alquran. Sehingga bila ada penyimpangan dalam teks Alquran cetakan, pastri segera ketahuan.
Menurut Syeikh Sa’ad Al-Ghomidi ketika datang memenuhi undangan kami dalam acara Wisuda Akbar Indonesia Menghafal Qur’an tahun ini, umat islam jangan berhenti pada menghafal Alquran tapi menindaklanjuti dengan mentadabburinya. Taddabur artinya memahami dan melaksanakan.
Hal ini sesuai pesan para sahabat Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibn Mas’ud ra berkata: “Sungguh, dahulu kami kesulitan menghafal ayat-ayat Alquran namun amat mudah bagi kami mengamalkannya. Dan sekarang, generasi setelah kami begitu mudahnya menghafal Alquran namun amat sulit bagi mereka mengamalkannya.”
Abdullah ibn ‘Umar ibn Al-Khattab ra berkata: “Kami telah mengalami masa yang panjang dalam perjuangan Islam, dan seorang dari kami telah ditanamkan keimanan sebelum diajarkan Alquran, sehingga tatkala satu surah turun kepada Nabi Muhammad SAW maka ia langsung mempelajari dan mengamalkan halal-haram, perintah-larangan dan apa saja batasan agama yang harus dijaga. Lalu aku melihat banyak orang saat ini yang diajarkan Alquran sebelum ditanamkan keimanan dalam dirinya, sehingga ia mampu membaca Alquran dari awal hingga akhir dan tak mengerti apa-apa soal perintah dan larangan dan batasan apa saja yang mesti dipelihara.”
Al-Hasan Al-Bashri ra berkata: “Sunguh, Alquran ini telah dibaca oleh budak-budak sahaya dan anak kecil yang tak mengerti apapun penafsirannya. Ketahuilah bahwa mentadabburi ayatnya tak lain adalah dengan mengikuti segala petunjuknya.
Tadabbur tak hanya sekedar menghafal huruf-hurufnya atau memelihara dari tindakan menyia-nyiakan batasannya. Sehingga ada seorang berkata sungguh aku telah membaca seluruh Quran dan tak ada satu huruf pun yang luput. Sungguh demi Allah orang itu telah menggugurkan seluruh Quran karena Quran tidak berbekas dan tidak terlihat pengaruhnya pada akhlak dan amalnya!”
Untuk menuju kebangkitan, umat Islam setidaknya harus melaksanakan 4 komitmen terhadap Kitab Suci Alquran. Pertama, beriman kepada apa saja yang terkandung dalam Alquran, baik yang menyangkut perkara-perkara aqaid seperti iman kepada surga, neraka, Hari Kiamat, maupun ahkam (hukum-hukum syariat), seperti kewajiban salat, keharaman riba, kewajiban hukum potong tangan. Seluruhnya wajib diimani. tanpa kecuali. Karena seluruhnya telah tercantum dalam Alquran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Apabila seseorang tidak beriman pada satu atau dua ayat Alquran misalnya, kafirlah dia. Rasul berkata, "Barangsiapa ingkar (kufur) terhadap satu ayat saja dari Alquran, maka sungguh sungguh dia telah kafir.” (HR. Ath Thabrani)
Kedua, menerima secara mutlak segala syariat, hukum dan ketentuan-ketentuan Allah yang tersebut dalam Alquran dengan cara mengamalkan dalam kehidupan individu, keluarga serta dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Inilah sikap seorang muslim sejati, sebagaimana firman Allah SWT:
"Maka demi Rabbmu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya" (QS. An Nisaa`: 65).
Ketiga, rajin mengkaji dan membaca Alquran. Di atas sudah disebutkan Alquran adalah kitab yang membacanya adalah ibadah. Dengan rajin membaca dan mengkaji seorang muslim yang meyakini bahwa Alquran merupakan kalamullah akan makin memahami Alquran dan darinya akan mendapatkan pahala.
Keempat, jikalau syariah, hukum dan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran belum terujud secara nyata, maka seorang muslim yang mengimani Alquran sebagai petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang batil akan berjuang keras untuk menegakkan Alquran.
USTAZ YUSUF MANSUR
Pengasuh Ponpes Daarul Quran
“Ma anaa biqari (aku tak bisa membaca),” sahut Muhammad.
Jibril mendekapnya lagi, lalu melepaskan sambil mengulangi perintahnya. “Ma anaa biqari (aku tak bisa membaca),” jawab Muhammad lagi.
Setelah jawaban kali ketiga tetap sama, Jibril menuntun Muhammad membaca: “Iqra’ bismirobbikal ladzii kholaq (bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang menciptakan).” Demikian seterusnya sampai pungkasan ayat kelima Surat Al ‘Alaq: ‘allamal insaana maa lam ya’lam (Dia mengajarkan manusia apa yang tak diketahuinya).
Demikian kisah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW, seperti dikabarkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari ‘Aisyah ra. Muhammad Ali Ash Shabuni dalam kitabnya At Tibyan fi Ulumi Alquran (1985) mengatakan, Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih 23 tahun.
Sebanyak 19/30 bagian turun di Mekkah (sebelum hijrah) selama 13 tahun. Sisanya diturunkan di Madinah (setelah hijrah) selama 10 tahun. Alquran pertama kali turun pada malam Qadar (Lailatul Qadar) yaitu 17 Ramadan, saat Nabi berusia 40 tahun. Hal ini direkam Alquran dalam ayat:
“Bulan Ramadan, adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dengan yang batil” (QS Al Baqarah: 185).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam Lailatul Qadar” (QS Al Qadr: 1).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada suatu malam yang diberkahi” (QS Ad Dukhan: 3).
Seorang anggota jamaah Daarul Qur’an bertanya lewat SMS, apakah benar seluruh Alquran diturunkan dalam Bulan Ramadhan. Bukankah dalam kehidupan Rasulullah, Alquran diturunkan selama 23 tahun dan tidak hanya pada Ramadan?
Mengutip Manna’ Khalil Al Qaththan dalam Mabahits fi Ulum Al Qur`an (1996), Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, Alquran diturunkan dalam dua tahap: Pertama, dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar. Kedua, dari langit dunia ke bumi secara bertahap dalam masa dua puluh tiga tahun.
Pendapat tersebut berdasarkan hadits-hadits dari Ibnu Abbas ra: ”Alquran dipisahkan dari Adz Dzikr lalu diturunkan ke Baitul ‘Izzah di langit pertama kemudian disampaikan oleh Jibril kepada Nabi SAW” (HR Hakim).
Juga hadits: ”Alquran diturunkan sekaligus ke langit pertama (tempat turun secara berangsur-angsur). Dari sinilah Allah menurunkan kepada Rasul-Nya sedikit demi sedikit” (HR Ath Thabrani).
Demikian juga hadits: “Alquran itu diturunkan pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan ke langit pertama secara sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur” (HR Al Hakim dan Baihaqi).
Ketiga hadits tersebut dikutip Imam Suyuthi dalam kitabnya Al Itqan fi ‘Ulumi Alquran dan beliau menilai ketiganya sahih. Namun ada pendapat lain, dari Asy Sya’bi (wafat 109 H), seorang tabiin besar. Beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dengan turunnya Alquran dalam ketiga ayat tadi (QS Al Baqarah: 185, Al Qadr: 1, Ad Dukhan: 3), adalah permulaan turunnya Al Qur`an kepada Rasulullah, bukan turunnya Al Qur`an sekaligus seperti pendapat pertama.
Sebagaimana dinyatakan Alauran: “Dan Alquran telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian” (QS Al Isra` : 36).
Menurut Al Qaththan, dicicilnya penurunan Qur’an mengandung beberapa hikmah. Pertama, meneguhkan hati Nabi SAW dalam menghadapi celaan dari orang-orang musyrik. Kedua, menunjukkan mu’jizat sekaligus jadi tantangan kepada orang-orang musyrik. Ketiga, mempermudah hafalan dan pemahamannya bagi Nabi dan para sahabat. Keempat, kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum. Kelima, menjadi bukti yang pasti bahwa Alquran diturunkan Allah dan bukan rekaan makhluk.
Alquran berfungsi menjadi petunjuk bagi manusia (Al Baqarah: 185). Malam turunnya adalah malam kemuliaan (Al Qadr:1) yang penuh keberkahan (ad-Dukhan: 3). Ia adalah bacaan yang agung (Qaf: 1), lagi mulia (Shad: 1), berbahasa Arab yang jelas dan terang (Fusshilat: 3), mudah diingat dan dipelajari oleh siapa pun yang hatinya bersih (Al Qamar: 17), serta banyak berisi petunjuk bagi manusia namun direspon negatif (kekufuran) oleh banyak orang (Al Isra’: 89).
Al Qur’an lah penentu kualitas kehidupan suatu kaum, sebagaimana wasiat Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab (Al-Qur’an) dan merendahkan (kaum) yang lain” (HR Muslim).
Pertanyaannya, mengapa saat ini umat Islam yang mewarisi Al Qur’an belum bisa bangkit mengukir kejayaan seperti generasi pendahulunya? Padahal, otentitas atau keaslian Alquran dijaga langsung oleh Allah SWT dengan merekamnya pada sel-sel otak para Penghafal Alquran. Sehingga bila ada penyimpangan dalam teks Alquran cetakan, pastri segera ketahuan.
Menurut Syeikh Sa’ad Al-Ghomidi ketika datang memenuhi undangan kami dalam acara Wisuda Akbar Indonesia Menghafal Qur’an tahun ini, umat islam jangan berhenti pada menghafal Alquran tapi menindaklanjuti dengan mentadabburinya. Taddabur artinya memahami dan melaksanakan.
Hal ini sesuai pesan para sahabat Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibn Mas’ud ra berkata: “Sungguh, dahulu kami kesulitan menghafal ayat-ayat Alquran namun amat mudah bagi kami mengamalkannya. Dan sekarang, generasi setelah kami begitu mudahnya menghafal Alquran namun amat sulit bagi mereka mengamalkannya.”
Abdullah ibn ‘Umar ibn Al-Khattab ra berkata: “Kami telah mengalami masa yang panjang dalam perjuangan Islam, dan seorang dari kami telah ditanamkan keimanan sebelum diajarkan Alquran, sehingga tatkala satu surah turun kepada Nabi Muhammad SAW maka ia langsung mempelajari dan mengamalkan halal-haram, perintah-larangan dan apa saja batasan agama yang harus dijaga. Lalu aku melihat banyak orang saat ini yang diajarkan Alquran sebelum ditanamkan keimanan dalam dirinya, sehingga ia mampu membaca Alquran dari awal hingga akhir dan tak mengerti apa-apa soal perintah dan larangan dan batasan apa saja yang mesti dipelihara.”
Al-Hasan Al-Bashri ra berkata: “Sunguh, Alquran ini telah dibaca oleh budak-budak sahaya dan anak kecil yang tak mengerti apapun penafsirannya. Ketahuilah bahwa mentadabburi ayatnya tak lain adalah dengan mengikuti segala petunjuknya.
Tadabbur tak hanya sekedar menghafal huruf-hurufnya atau memelihara dari tindakan menyia-nyiakan batasannya. Sehingga ada seorang berkata sungguh aku telah membaca seluruh Quran dan tak ada satu huruf pun yang luput. Sungguh demi Allah orang itu telah menggugurkan seluruh Quran karena Quran tidak berbekas dan tidak terlihat pengaruhnya pada akhlak dan amalnya!”
Untuk menuju kebangkitan, umat Islam setidaknya harus melaksanakan 4 komitmen terhadap Kitab Suci Alquran. Pertama, beriman kepada apa saja yang terkandung dalam Alquran, baik yang menyangkut perkara-perkara aqaid seperti iman kepada surga, neraka, Hari Kiamat, maupun ahkam (hukum-hukum syariat), seperti kewajiban salat, keharaman riba, kewajiban hukum potong tangan. Seluruhnya wajib diimani. tanpa kecuali. Karena seluruhnya telah tercantum dalam Alquran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Apabila seseorang tidak beriman pada satu atau dua ayat Alquran misalnya, kafirlah dia. Rasul berkata, "Barangsiapa ingkar (kufur) terhadap satu ayat saja dari Alquran, maka sungguh sungguh dia telah kafir.” (HR. Ath Thabrani)
Kedua, menerima secara mutlak segala syariat, hukum dan ketentuan-ketentuan Allah yang tersebut dalam Alquran dengan cara mengamalkan dalam kehidupan individu, keluarga serta dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Inilah sikap seorang muslim sejati, sebagaimana firman Allah SWT:
"Maka demi Rabbmu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya" (QS. An Nisaa`: 65).
Ketiga, rajin mengkaji dan membaca Alquran. Di atas sudah disebutkan Alquran adalah kitab yang membacanya adalah ibadah. Dengan rajin membaca dan mengkaji seorang muslim yang meyakini bahwa Alquran merupakan kalamullah akan makin memahami Alquran dan darinya akan mendapatkan pahala.
Keempat, jikalau syariah, hukum dan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran belum terujud secara nyata, maka seorang muslim yang mengimani Alquran sebagai petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang batil akan berjuang keras untuk menegakkan Alquran.
USTAZ YUSUF MANSUR
Pengasuh Ponpes Daarul Quran
(nfl)