Titik Temu Modern Islam dan Kristen Menurut William Montgomery Watt

Kamis, 19 Januari 2023 - 18:33 WIB
Para pembaharu yang membawa perubahan-perubahan ini harus menghadapi berbagai gerakan oposisi yang memusuhi, terutama dari golongan ulama yang di Kekaisaran Ottoman telah begitu rapi terorganisir ke dalam sebuah hirarki dengan kelas-kelas yang banyak.

Pimpinan hirarki ulama yang paling atas adalah Syaikh al-Islam, yang menjadi salah satu dari tiga orang paling kuat di Kekaisaran tersebut.

Sebelum pembaharuan-pembaharuan dimulai, golongan ulama mengontrol semua pendidikan yang lebih tinggi dalam tipe tradisionalnya, bahkan mengontrol semua administrasi hukum di pengadilan dan reformulasi hukum jika dimungkinkan.

Intisari tingkat-tingkat lebih tinggi pendidikan Islam tradisional adalah jurisprudensi (fiqh) dan bukannya teologi sebagaimana golongan orientalias Kristen pikirkan.

Jenjang yang paling bawah sistem pendidikan ini adalah sekolah-sekolah Al-Qur'an lokal, di mana anak-anak lelaki belajar membaca dan menulis dalam pelajaran hafalan Al-Qur'an.

Para pembaharu tidak berusaha mengubah sistem pendidikan tradisional ini, melainkan membuat sistem alternatif pada semua tingkat pendidikan.



Sejak paruhan abad dua puluh sebagian besar pemuda di seluruh negeri Islam telah terdidik dalam lembaga-lembaga yang terutama mempergunakan model barat dan sistem tradisional telah menjadi terbelakang.

Dalam Islam Sunni (bentuk Islam itu "dibangun" pada negara negara Islam lainnya selain Iran), sang pemimpin negara itu tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat undang-undang baru. Satu-satunya undang-undang adalah Syari'ah, hukum Allah.

Ulama diakui mempunyai otoritas untuk menciptakan penerapan-penerapan baru asas-asas Syari'ah bilamana situasi-situasi baru menghendaki. Kebanyakan pemimpin negara dapat membuat aturan-aturan yang memperlihatkan bagaimana undang-undang itu ditentukan pada kasus-kasus khusus; misalnya aturan perundangan yang terkadang disebut Qanun.

Sebagaimana Kekaisaran Ottoman menjadi lebih terlibat perdagangan dengan Eropa, sebagian ketentuan-ketentuan Syari'ah, sebagai yang dipahami secara tradisional, agaknya sudah tidak memenuhi syarat yang dibutuhkan dan kiranya pejabat pemerintah telah mendesak ulama untuk melakukan perubahan-perubahan.

Ketika ulama menolak untuk melaksanakan tuntutan perubahan ini, maka sang penguasa mengizinkan dan mengisukan pengakuan terhadap Qanun-qanun bahkan malah undang-undang yang sama sekali baru.

Pertama dari undang-undang hukum baru itu adalah undang-undang Perniagaan yang diumumkan pada tahun 1850, karena diperlukan untuk menciptakan pengadilan lain selain pengadilan Syari'ah.

Undang-undang baru ini diikuti oleh undang-undang hukum pidana dan undang-undang perdagangan yang lain. Tak lama kemudian bukan hanya serangkaian undang-undang hukum yang diubah, melainkan diganti juga sejumlah luas pengadilan yang merupakan lembaga untuk memberikan keputusan jurisdiksi bagi ulama.

Jadi dalam hal undang-undang banyak hal yang sama terjadi seperti dalam pendidikan; sistem yang lama ditinggalkan sementara sistem alternatif baru diciptakan.



Bagi umat Islam di India-Inggris begitu amat berbeda. Inggris membangun sekolah-sekolah model Eropa dalam rangka melatih dan mendidik murid-murid untuk menduduki jabatan-jabatan rendah dalam bidang administrasi. Kesempatan pendidikan ini disambut dengan semangat tinggi oleh umat Hindu, namun kurang mendapat perhatian bagi kebanyakan umat Islam.

Akibatnya adalah umat Hindu yang bekerja di bidang administrasi pemerintahan jumlahnya lebih besar daripada umat Hindu yang bekerja di negeri ini secara keseluruhan.

Kemarahan umat Islam atas kenyataan ini merupakan salah satu faktor yang membawa Pemberontakan besar-besaran bangsa India pada tahun 1857.

Sir Sayyid Ahmad Khan
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abdullah, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalain akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan seorang budak juga pemimpin atas atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.  Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.

(HR. Bukhari No. 4789)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More