Tanggapan Montgomery Watt tentang Kolusi Kaum Orentalis dengan Kolonialis untuk Hancurkan Islam

Sabtu, 21 Januari 2023 - 11:48 WIB
Posisi terakhir yang rupanya terjadi bahwa studi-studi ketimuran ini secara umum tidak dapat dikesampingkan oleh negarawan yang menyusun kebijakan luar negeri, agar pemerintah seharusnya dapat mempunyai ahli-ahli sendiri di bidang masing-masing, namun masih ada saja beberapa orientalis akademik yang mengejar garis-garis riset profesional yang hanya sedikit relevansinya dengan politik kontemporer.



Orientalisme Modern

Perjuangan melawan para orientalis itu timbul pada suatu perspektif baru oleh Edward Said dalam bukunya tentang Orientalism. Dia terutama tertarik kepada "orientalisme modern" yang mulai ke arah akhir abad ke delapan belas.

Apakah ada persoalan orientalisme lebih tua yang dapat diperdebatkan, sejak Oxford English Dictionary menunjukkan bahwa kata "orientalist" pertama digunakan bagi seorang mahasiswa Ketimuran sekitar tahun 1780, walaupun "orientalism" tidak terjadi hingga tahun 1812; equivalen kata dalam bahasa Perancis telah sedikit diperlihatkan terdahulu.

Poin utama yang dibuat oleh Said adalah orientalisme modern telah memainkan peranan utama dalam menciptakan stereotype "Oriental" yang menjadi basis kebijakan kolonialis.

Oriental adalah orang yang tidak mengetahui apa yang paling baik bagi diri, yang tidak mampu menguasai diri, yang mudah tertipu, tidak suka akurasi dan tidak jujur, tidak dapat berpikir secara lokal atau memberikan fakta-fakta yang jelas, mudah tergelincir ke dalam intrik.

Hal ini barangkali dapat disimpulkan dalam kalimat: "Barat itu ... adalah rasional, maju, manusiawi, unggul, sementara Timur ... adalah menyimpang, terbelakang, rendah".

Harus diakui bahwa stereotype "Oriental" ini mempengaruhi aktivitas administrator kolonial; namun yang memperluas kaum orientalis itu bertanggung jawab bagi persoalan yang lain. Yang lebih memungkinkan bahwa persepsi "Oriental" ini merupakan sesuatu yang membentuk dirinya secara pelan-pelan pada kontak langsung dengan bangsa-bangsa di Asia, yakni, pertama dari para pelaut dan para pedagang, lalu para kolonialis.

Satu saat persepsi atau stereotype itu mendapat tempat secara umum pada pikiran bangsa Eropa yang terdidik, mahasiswa-mahasiswa Timur tidak dapat luput dari pengaruhnya, dan fakta-fakta baru apapun yang diketemukan akan disesuaikan dan cenderung dikonfirmasikan dengannya.



Sikap Superioritas Kolonialis

Memang Edward Said yang bukan karena maksud yang pertama itu sadar akan sikap superioritas di antara para kolonialis. Beberapa tahun terdahulu (saya pikir pertama pada tahun 1960) Wilfred Cantwell Smith telah menulis:

Pengamatan saya pada studi Ketimuran dan sedikit tentang Afrika lebih dari dua puluh tahun, bahwa kekurangan dan cacat mendasar peradaban Barat dalam peranannya di dunia sejarah adalah arogansi (kesombongan), dan sikap ini juga telah mempengaruhi sikap Gereja Kristen.

Edward Said berikhtiar menghubungkan stereotype Timur abad sembilan belas dengan persepsi-persepsi sebelumnya tentang dunia Islam. Ada beberapa perbedaan penting, namun masih ada satu persoalan sentral yang diabaikan.

Bagaimana persepsi bangsa Eropa terdahulu terhadap orang Islam sebagai seorang pejuang yang menyebar luaskan keimanannya dengan kekerasan dan pedang itu ditransformasikan ke dalam persepsi Ketimuran sebagai suatu perasaan kecut hati, kelemahan dan pribadi yang tidak berguna.

Akan benar-benar lebih baik untuk memperhatikan persepsi Ketimuran abad sembilan belas sebagai sesuatu yang baru yang memungkinkan setelah kekuatan-kekuatan bangsa Eropa berhenti memandang Kerajaan Ottoman sebagai ancaman militer yang berbahaya.

Edward Said menyusun tesisnya secara rinci, namun beberapa poin interpretasinya tentang motif orang-orang yang terlibat rupanya diragukan. Satu poin yang dia diskusikan dengan Edward William Lane dalam Manner and Customs of the Modern Egyptions, dimana Lane menjelaskan bagaimana dia menolak untuk mengawini wanita Mesir yang dibahas dalam pernyataan marriage de convenance (Perkawinan yang tepat).

Secara bahasa dia menafikkan dirinya sebagai orang yang tidak mau kawin pada masyarakat manusia. Jadi dia menjaga identitas otoritatif sebagai partisipan semu dan mendorong obyektivitas naratifnya. Bila kami tahu bahwa Lane adalah seorang non-muslim, maka kami tahu juga bahwa menurutnya untuk menjadi seorang Orientalis -- bukan seorang Oriental -- harus mengabaikan kelezatan sensual kehidupan domestik dirinya sendiri ... Hanya pada cara yang negatif saja dia dapat menyimpan otoritasnya sebagai pengamat dan peneliti yang tak kenal lelah.

Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَهُوَ الَّذِىۡ مَرَجَ الۡبَحۡرَيۡنِ هٰذَا عَذۡبٌ فُرَاتٌ وَّهٰذَا مِلۡحٌ‌ اُجَاجٌ ۚ وَجَعَلَ بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخًا وَّحِجۡرًا مَّحۡجُوۡرًا
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir berdampingan, yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus.

(QS. Al-Furqan Ayat 53)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More