Jurang Pemisah antara Islam dan Kristen Menurut Montgomery Watt
Sabtu, 28 Januari 2023 - 09:37 WIB
Yang terakhir ini hanya satu untaian dalam Pharisisme, sejak kebangkitan agama Yahudi setelah jatuhnya Yerusalem pada tahun 70 Masehi yang secara luas benar-benar ke kelompok Pharisi; namun banyak orang Pharisi yang mengubah agamanya dengan menempatkan penekanan-penekanan yang tidak semestinya atas kemurnian ritual dalam bentuk-bentuk yang mustahil dipatuhi bagi para pemeluk Yahudi biasa.
Selanjutnya dapat disangkal bahwa adanya hasil pada agama-agama itu menunjukkan bahwa Tuhan berbuat pada semua agama itu. Pernyataan ini dibuat pada bentuk teistik sesuai dengan tiga agama Abrahimi, namun pernyataan equivalen ini agaknya dapat dilakukan pada terma-terma non-teistik, kata orang Budha.
Didukung oleh para ahli teologi Kristen, Tuhan itu selalu sama, perbedaan pada agama-agama itu terjadi lewat respon manusia kepada Tuhan; namun ini rupanya terlalu memudahkan masalah.
Tuhan tidak pernah dipahami sebagai Diri-Nya sendiri, melainkan sebagai yang melihat aktivitas dan misterinya dalam kehidupan kultur kita. Itu berarti bahwa ketika mereka memahami Tuhan, maka mereka nyatakan pada terma-terma kulturnya; yakni, dalam bahasanya dan kategori-kategori nalarnya sendiri; dan ini benar manakala pesan-pesan dari balik mereka itu diterima oleh nabi-nabi.
Lebih dari itu, apakah tiap kultur itu memahami Tuhan, atau telah diturunkan oleh Tuhan kepada mereka, juga tergantung atas pengalamannya dalam problema-problema kehidupan dan dapat dibedakan dari kultur ke kultur (seperti yang telah dijelaskan pada bab pertama).
Ide bahwa Tuhan mewahyukan sendiri pada satu cara kepada semua manusia yang diketemukan pada berbagai poin di Bibel, pertama pada perjanjian-Nya dengan Nuh.
Di akhir Perjanjian Lama nabi Malachi menyebut nama Tuhan menjadi besar di tengah orang kafir sejak menyingsing fajar sampai terbenam matahari dan marah kepada-Nya.
Juga di Perjanjian Baru, Yesus berucap bahwa banyak yang akan datang dari timur dan barat (yakni, non-Yahudi) dan akan duduk bersama Ibrahim, Isa dan Yakub di perjamuan pada kerajaan langit.
Juga dalam Islam Al-Qur'an menyiratkan bahwa semua manusia telah menerima ilmu Allah. Sesuai dengan kemampuan nalar, kini kita dapat memberikan versi sejarah dunia agama.
Kira-kira 1.800 tahun Sebelum Masehi kepada seorang lelaki yang bernama Ibrahim, Tuhan menurunkan ilmu dari diri-Nya, dari Tujuan-Nya bagi manusia dan dari bentuk-bentuk tingkah laku yang diharapkan dari manusia.
Dalam artian Tuhan memilih Ibrahim, sungguhpun tidak menempatkannya di atas manusia yang lain, namun agar dia dapat menjadi saluran aspek ilmu Tuhan ini dapat sampai ke seluruh keluarga bumi.
Ilmu dan praktik Ibrahim terjaga di tengah keturunannya setelah mereka hidup di Mesir lebih dari empat ratus tahun lamanya; dan kira-kira 1.250 tahun sebelum Masehi Tuhan memberi wahyu kepada Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir dan memberi pemahaman lebih penuh akan pengawasan Tuhan kepada bangsa Israel tentang kejadian- kejadian dunia dan hukum-hukumnya bagi kemanusiaan.
Bangsa Israel ditempatkan di Palestina, dan kira-kira 1.000 tahun Sebelum Masehi manusia disatukan di bawah pimpinan Raja Dawud (David). Pada masa empat atau lima abad sesudahnya, sekitar 900 tahun sebelum Masehi para pemimpin agama besar mulai muncul di berbagai belahan dunia: Confusius di Cina, Buddha di India, Zoroaster di Persia dan masih banyak lagi yang lain.
Barangkali kita dapat menambahkan Socrates, Plato dan Pythagoras di Yunani. Semua itu membawa wawasan baru dan wawasan agama lebih mendalam kepada bangsa-bangsa manusia di mana mereka hidup.
Sesudah Raja Dawud (David), bangsa Israel mengalami kemajuan dan kemunduran, namun ketika mereka menyimpang dari iman yang benar, mereka diperingatkan untuk beriman secara benar oleh serentetan nabi-nabi.
Nabi-nabi ini juga membawa pemahaman segar dan lebih penuh akan Tuhan dan aktivitas-aktivitasnya di dunia ini. Berdasarkan keimanan yang benar ini bangsa Israel mampu menemukan kembali pengalaman katastropik Pengasingan ke Iraq (pada 586 SM) dan dapat membangun kembali masyarakat beriman sesudah perbaikan Jerusalem.
Sejak zaman John si Baptis (Yahya) dan Jesus (Isa) yang menekankan masuk ke untaian agama Yahudi yang merusak kemurnian kesaksian bangsa Yahudi kepada Tuhan ke dunia kufur, bahkan mengancam kemampuan mereka untuk mengabadikan kesaksian itu. Untuk mengoreksi penyimpangan ini karena Tuhan pertama kali mengirimkan John Pembaptis (Yahya) dan kemudian Yesus ke bangsa Yahudi.
Selanjutnya dapat disangkal bahwa adanya hasil pada agama-agama itu menunjukkan bahwa Tuhan berbuat pada semua agama itu. Pernyataan ini dibuat pada bentuk teistik sesuai dengan tiga agama Abrahimi, namun pernyataan equivalen ini agaknya dapat dilakukan pada terma-terma non-teistik, kata orang Budha.
Didukung oleh para ahli teologi Kristen, Tuhan itu selalu sama, perbedaan pada agama-agama itu terjadi lewat respon manusia kepada Tuhan; namun ini rupanya terlalu memudahkan masalah.
Tuhan tidak pernah dipahami sebagai Diri-Nya sendiri, melainkan sebagai yang melihat aktivitas dan misterinya dalam kehidupan kultur kita. Itu berarti bahwa ketika mereka memahami Tuhan, maka mereka nyatakan pada terma-terma kulturnya; yakni, dalam bahasanya dan kategori-kategori nalarnya sendiri; dan ini benar manakala pesan-pesan dari balik mereka itu diterima oleh nabi-nabi.
Lebih dari itu, apakah tiap kultur itu memahami Tuhan, atau telah diturunkan oleh Tuhan kepada mereka, juga tergantung atas pengalamannya dalam problema-problema kehidupan dan dapat dibedakan dari kultur ke kultur (seperti yang telah dijelaskan pada bab pertama).
Ide bahwa Tuhan mewahyukan sendiri pada satu cara kepada semua manusia yang diketemukan pada berbagai poin di Bibel, pertama pada perjanjian-Nya dengan Nuh.
Di akhir Perjanjian Lama nabi Malachi menyebut nama Tuhan menjadi besar di tengah orang kafir sejak menyingsing fajar sampai terbenam matahari dan marah kepada-Nya.
Juga di Perjanjian Baru, Yesus berucap bahwa banyak yang akan datang dari timur dan barat (yakni, non-Yahudi) dan akan duduk bersama Ibrahim, Isa dan Yakub di perjamuan pada kerajaan langit.
Juga dalam Islam Al-Qur'an menyiratkan bahwa semua manusia telah menerima ilmu Allah. Sesuai dengan kemampuan nalar, kini kita dapat memberikan versi sejarah dunia agama.
Kira-kira 1.800 tahun Sebelum Masehi kepada seorang lelaki yang bernama Ibrahim, Tuhan menurunkan ilmu dari diri-Nya, dari Tujuan-Nya bagi manusia dan dari bentuk-bentuk tingkah laku yang diharapkan dari manusia.
Dalam artian Tuhan memilih Ibrahim, sungguhpun tidak menempatkannya di atas manusia yang lain, namun agar dia dapat menjadi saluran aspek ilmu Tuhan ini dapat sampai ke seluruh keluarga bumi.
Ilmu dan praktik Ibrahim terjaga di tengah keturunannya setelah mereka hidup di Mesir lebih dari empat ratus tahun lamanya; dan kira-kira 1.250 tahun sebelum Masehi Tuhan memberi wahyu kepada Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir dan memberi pemahaman lebih penuh akan pengawasan Tuhan kepada bangsa Israel tentang kejadian- kejadian dunia dan hukum-hukumnya bagi kemanusiaan.
Bangsa Israel ditempatkan di Palestina, dan kira-kira 1.000 tahun Sebelum Masehi manusia disatukan di bawah pimpinan Raja Dawud (David). Pada masa empat atau lima abad sesudahnya, sekitar 900 tahun sebelum Masehi para pemimpin agama besar mulai muncul di berbagai belahan dunia: Confusius di Cina, Buddha di India, Zoroaster di Persia dan masih banyak lagi yang lain.
Barangkali kita dapat menambahkan Socrates, Plato dan Pythagoras di Yunani. Semua itu membawa wawasan baru dan wawasan agama lebih mendalam kepada bangsa-bangsa manusia di mana mereka hidup.
Sesudah Raja Dawud (David), bangsa Israel mengalami kemajuan dan kemunduran, namun ketika mereka menyimpang dari iman yang benar, mereka diperingatkan untuk beriman secara benar oleh serentetan nabi-nabi.
Nabi-nabi ini juga membawa pemahaman segar dan lebih penuh akan Tuhan dan aktivitas-aktivitasnya di dunia ini. Berdasarkan keimanan yang benar ini bangsa Israel mampu menemukan kembali pengalaman katastropik Pengasingan ke Iraq (pada 586 SM) dan dapat membangun kembali masyarakat beriman sesudah perbaikan Jerusalem.
Sejak zaman John si Baptis (Yahya) dan Jesus (Isa) yang menekankan masuk ke untaian agama Yahudi yang merusak kemurnian kesaksian bangsa Yahudi kepada Tuhan ke dunia kufur, bahkan mengancam kemampuan mereka untuk mengabadikan kesaksian itu. Untuk mengoreksi penyimpangan ini karena Tuhan pertama kali mengirimkan John Pembaptis (Yahya) dan kemudian Yesus ke bangsa Yahudi.