Al-Fitnat Al-Kubra: Lahirnya Golongan Khawarij, Syiah dan Sunnah

Sabtu, 04 Februari 2023 - 14:57 WIB
Dengan menggunakan sentimen umum terhadap kematian tragis Husain, kaum Syi'ah perlahan-lahan mengkonsolidasikan diri dan mengembangkan pandangan-pandangan sosial-politik keagamaan yang kelak menjadi dasar sistem doktrinal Syi'isme.



Abdullah Ibnu al-Zubair

Yazid tidak hanya menghadapi tantangan dari kaum Syi'ah. Di Mekkah bangkit Abdullah ibn al-Zubair (ibn al-Awwam) yang ayahnya dahulu pernah menentang Ali bersama A'isyah dan kalah kini bangkit menentang Yazid dengan cukup efektif.

Yazid tidak bisa mengatasinya, dan setelah penguasa Damaskus ini meninggal sesudah menjabat sebagai khalifah selama sekitar tiga tahun saja, Abdullah oleh sebagian besar umat diakui sebagai khalifah yang sah, dengan Mekkah sebagai ibukota.

Tetapi Abdullah tidak menikmati kekuasaan yang mantap. Di luar kota Mekkah sendiri, meliputi sebagian besar pedalaman Jazirah Arabia, khususnya di daerah pedesaan atau badawah, kekuasaan berada di tangan kaum Khawarij yang seperti selama ini melancarkan perang "hit and run" terhadap Abdullah ibn al-Zubair.

Sebenarnya kaum Khawarij ini hampir berhasil menghidupkan beberapa nilai yang diajarkan oleh Nabi, khususnya paham persamaan umat manusia. Egalitarianisme mereka telah membuat mereka termasuk yang pertama dalam sejarah Islam yang tidak membeda bedakan antara Muslim Arab dan Muslim bukan-Arab. Dan politik mereka yang menerapkan prinsip nonintervensi terhadap kelompok-kelompok bukan-Muslim, dengan membiarkan mereka dalam otonomi penuh mengurus kepentingan mereka sendiri, telah membuat kaum Khawarij cukup favorable di mata kaum non-muslim.

Hanya saja, kaum Khawarij gagal memperoleh dukungan dari kalangan Muslim yang lebih terorganisir di kota-kota. Kebiasaan mereka untuk melakukan gerilya dalam kelompok-kelompok penyerang yang disusun seperti sistem kabilah sebelum Islam (masa Jahiliyah) telah mengundang antipati orang-orang kota.

Ini membuat kekuasaan kaum Khawarij, meskipun selama fitnah kedua ini menguasai teritorial yang paling luas, tidak pernah efektif.

Apalagi, setelah secara singkat menjadi pendukung Abdullah ibn al-Zubair pada saat permulaan penampilan khalifah Mekkah itu, kaum Khawarij terpecah menjadi dua, yang berbasiskan Iran, yang dikenal sehagai kaum Azariqah, menganggap siapa saja yang tidak bergabung dengan mereka sebagai murtad, dengan akibat hukum bunuh yang mereka laksanakan secara konsekuen.

Mereka ini akhirnya dikalahkan oleh tentara Ibn al-Zubair yang berpangkalan di Basrah, Irak.



Selain menghadapi kaum Khawarij, Ibn al-Zubair masih harus menyelesaikan masalah Syi'ah. Setelah mengalami kekalahan yang tragis oleh Yazid di padang Karbala, kaum Syi'ah sekali lagi mencoba memobilisasi diri dan menemukan figur sentral mereka pada putera Ali yang lain, yaitu Ibn al-Hanafiyyah.

Pemberontakan kaum Syi'ah ini dipimpin oleh Mukhtar ibn Abi Ubaid. Kaum Syi'ah, sama halnya dengan kaum Khawarij, juga ingin menegakkan prinsip persamaan manusia, namun dengan cara-cara yang lebih moderat.

Mereka dengan tegas mengambil sikap yang menyamakan status antara orang-orang Muslim bukan-Arab dengan Muslim Arab. Tetapi egalitarianisme mereka ini justru membuat marah orang-orang Muslim Arab Kufah, yang kemudian berpaling melawan mereka.

Tantangan orang Kufah ini mempermudah pemberontakan kaum Syi'ah untuk dipatahkan oleh Ibn al-Zubair dengan menggunakan kekuatan tentara dari Basrah yang saat itu telah bebas dari tugas menghadapi kaum Khawarij.

Keberhasilan Ibn al-Zubayr mematahkan kaum Khawarij dan Syi'ah tidak berarti bahwa mereka benar-benar bebas dari oposisi. Kaum Khawarij dan Syi'ah itu tetap merupakan ancaman yang laten.

Sementara itu, di utara, di Syria, kekuatan-kekuatan oposisi kelanjutan kaum Umawi berhasil mengkonsolidasi diri. Kaum Umawi yang berkoalisi dengan kaum Banu Kalb (sandaran utama kekuatan Arab Syria bagi kaum Umawi sejak masa Mu'awiyah) mengangkat Marwan ibn al-Hakam, sepupu Mu'awiyah, sebagai Khalifah.

Adalah Marwan ini yang dahulu bertindak sebagai penasihat utama Khalifah Utsman ibn Affan dan didakwa sebagai dalang pembunuhan pemimpin delegasi Mesir yang datang ke Madinah untuk mengadukan perkara mereka, dan yang kemudian membangkitkan amarah mereka dengan akibat pembunuhan khalifah.

Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Al Aswad bin Yazid, dia berkata; Abdullah berkata, Saya pernah mendengar Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menjadikan segala macam keinginannya hanya satu, yaitu keinginan tempat kembali (negeri Akhirat), niscaya Allah subhanahu wa ta'ala akan mencukupkan baginya keinginan dunianya. Dan barangsiapa yang keinginannya beraneka ragam pada urusan dunia, maka Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan memperdulikan dimanapun ia binasa.

(HR. Ibnu Majah No. 4096)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More