Marwan Bin Hakam, Pecahan Laknat Allah yang Jadi Khalifah Dinasti Umayyah
loading...
A
A
A
Marwan bin Al-Hakam dibaiat sebagai Khalifah Dinasti Umayyah dalam Konferensi Al-Jabiyah pada Dzulqa’dah 64 H/Juni 684 M. Nama lengkapnya adalah Marwan bin Al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf Al-Quraisyi Al-Umawi. Dia sering dipanggil Abu Abdul Malik, Abul Hakam, dan Abul Qasim.
Ia lahir 4 bulan setelah kelahiran Abdullah bin Zubair yang lahir tahun 1 H. Marwan berusia 10 tahun saat SAW wafat.
Marwan sempat membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Namun setelah dirinya menduduki jabatan yang sama di Damaskus, ia mencabut kembali baiatnya dan berbalik melawan Abdullah bin Zubair.
Marwan bin Hakam hanya berkuasa kurang dari satu tahun. Semasa berkuasa, dia berhasil merebut wilayah Syam dan Mesir dari tangan pendukung Abdullah bin Zubair.
Tampilnya Marwan bin Hakam ke puncak kekuasaan Bani Umayyah menjadi titik balik yang penting dalam sejarah perkembangan dinasti ini selanjutnya. Naiknya Marwan menandai berakhirnya era kepemimpinan trah Abu Sufyan, dan beralih pada trah Hakam bin Abu Al-Ash. Dari Marwanlah nanti Khalifah Dinasti Umayyah terus mewaris hingga mencapai puncak kejayaannya, dan mengalami masa dekadensi yang parah, hingga akhirnya tumbang.
Pohon Terkutuk
Marwan bin Hakam adalah sosok kontroversial. Ayahnya, Hakam bin Abi Ash, terhitung sebagai sahabat Nabi yang masuk Islam setelah Fathu Makkah . Ada riwayat dari Siti Aisyah bahwa Nabi Muhammad telah melaknat Hakam bin Abi Ash dan keturunannya.
Nabi juga mengusir Hakam keluar Madinah karena tingkah lakunya yang menyakitkan Nabi, meski telah masuk Islam. Namun, pada masa Khalifah Utsman , Hakam yang merupakan paman sang khalifah, namanya direhabilitasi dan kembali ke Madinah. Bahkan Khalifah Utsman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupunya, sebagai sekretaris.
Nadirsyah Hosen dalam tulisannya berjudul "Khalifah Marwan bin Hakam dan Pohon Terkutuk dalam Qur’an" mencatat tentang perdebatan Marwan dengan Ummul Mu’minim Aisyah binti Abu Bakar . Perdebatan ini menceritakan banyak hal tentang kedudukan Marwan bin Hakam, termasuk juga dinamika politik pada era sahabat. Dari Abdullah, ia berkata:
Aku sedang berada di masjid ketika Marwan berkhutbah. Ia berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memberi kepada Amirul Mukminin, Muawiyah, pandangan yang baik tentang Yazid. Ia ingin mengangkatnya sebagai khalifah sebagaimana Abu Bakar dan Umar pernah melakukannya."
Berkata Abdurrahman bin Abu Bakar: "Sungguh, Abu Bakar, demi Allah, tidak menyerahkannya kepada anaknya atau salah seorang di antara keluarganya. Sedangkan Muawiyah melakukannya karena sayang dan ingin memberikan anugrah kepada anaknya.”
Marwan yang tidak suka dengan reaksi tersebut berkata kepada Abdurrahman: "Bukankah kamu yang dimaksud al-Quran sebagai “orang yang berkata kepada orangtuanya ‘cis bagi kalian’ (QS Al-Ahqaf: 17)”.
Abdurrahman membalas berkata: “Bukankah kamu anak orang terkutuk. Rasulullah SAW melaknat bapakmu.”
Siti Aisyah yang mendengar perdebatan Marwan dan Abdurrahman bin Abu Bakar (saudara lelakinya Aisyah) berkata: “Hai Marwan. Demi Allah, ayat itu tidak turun kepada Abdurrahman. Tapi ayat yang ini justru turun untuk ayahmu: 'Janganlah kamu menaati setiap tukang sumpah (palsu) yang hina, yang banyak mencela, yang ke sana kemari menyebar fitnah, yang melarang perbuatan baik, melampaui batas dan banyak berbuat dosa'.” (Al-Qalam 10-12).
Siti Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW pernah melaknat ayah Marwan ketika Marwan berada dalam sulbinya. Engkau adalah pecahan laknat Allah”.
Sebagaimana dikatakan oleh Nadirsyah Hosen, kisah di atas cukup terkenal. Sejumlah kitab tafsir dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah menceritakan kisah tersebut dengan berbagai redaksi, seperti Tafsir al-Qurthubi, Tafsir al-Razi, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Durr al-Mantsur.
Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat menggolongkan Marwan sebagai tabi’in angkatan pertama.
Marwan meriwayatkan hadits dari Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah. Ia juga meriwayatkan hadits dari sejumlah sahabat senior (Umar, Utsman, Ali, Zaid, dan Busairah). Sejumlah tabi’in meriwayatkan hadits darinya: Abdul Malik, Sahl bin Sa’ad, Sa’ad bin Musayyab, Urwah bin Az-Zubair, Ali bin Al-Husain, Mujahid, dan sebagainya.
Ia lahir 4 bulan setelah kelahiran Abdullah bin Zubair yang lahir tahun 1 H. Marwan berusia 10 tahun saat SAW wafat.
Marwan sempat membaiat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Namun setelah dirinya menduduki jabatan yang sama di Damaskus, ia mencabut kembali baiatnya dan berbalik melawan Abdullah bin Zubair.
Marwan bin Hakam hanya berkuasa kurang dari satu tahun. Semasa berkuasa, dia berhasil merebut wilayah Syam dan Mesir dari tangan pendukung Abdullah bin Zubair.
Tampilnya Marwan bin Hakam ke puncak kekuasaan Bani Umayyah menjadi titik balik yang penting dalam sejarah perkembangan dinasti ini selanjutnya. Naiknya Marwan menandai berakhirnya era kepemimpinan trah Abu Sufyan, dan beralih pada trah Hakam bin Abu Al-Ash. Dari Marwanlah nanti Khalifah Dinasti Umayyah terus mewaris hingga mencapai puncak kejayaannya, dan mengalami masa dekadensi yang parah, hingga akhirnya tumbang.
Pohon Terkutuk
Marwan bin Hakam adalah sosok kontroversial. Ayahnya, Hakam bin Abi Ash, terhitung sebagai sahabat Nabi yang masuk Islam setelah Fathu Makkah . Ada riwayat dari Siti Aisyah bahwa Nabi Muhammad telah melaknat Hakam bin Abi Ash dan keturunannya.
Nabi juga mengusir Hakam keluar Madinah karena tingkah lakunya yang menyakitkan Nabi, meski telah masuk Islam. Namun, pada masa Khalifah Utsman , Hakam yang merupakan paman sang khalifah, namanya direhabilitasi dan kembali ke Madinah. Bahkan Khalifah Utsman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupunya, sebagai sekretaris.
Nadirsyah Hosen dalam tulisannya berjudul "Khalifah Marwan bin Hakam dan Pohon Terkutuk dalam Qur’an" mencatat tentang perdebatan Marwan dengan Ummul Mu’minim Aisyah binti Abu Bakar . Perdebatan ini menceritakan banyak hal tentang kedudukan Marwan bin Hakam, termasuk juga dinamika politik pada era sahabat. Dari Abdullah, ia berkata:
Aku sedang berada di masjid ketika Marwan berkhutbah. Ia berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memberi kepada Amirul Mukminin, Muawiyah, pandangan yang baik tentang Yazid. Ia ingin mengangkatnya sebagai khalifah sebagaimana Abu Bakar dan Umar pernah melakukannya."
Berkata Abdurrahman bin Abu Bakar: "Sungguh, Abu Bakar, demi Allah, tidak menyerahkannya kepada anaknya atau salah seorang di antara keluarganya. Sedangkan Muawiyah melakukannya karena sayang dan ingin memberikan anugrah kepada anaknya.”
Marwan yang tidak suka dengan reaksi tersebut berkata kepada Abdurrahman: "Bukankah kamu yang dimaksud al-Quran sebagai “orang yang berkata kepada orangtuanya ‘cis bagi kalian’ (QS Al-Ahqaf: 17)”.
Abdurrahman membalas berkata: “Bukankah kamu anak orang terkutuk. Rasulullah SAW melaknat bapakmu.”
Siti Aisyah yang mendengar perdebatan Marwan dan Abdurrahman bin Abu Bakar (saudara lelakinya Aisyah) berkata: “Hai Marwan. Demi Allah, ayat itu tidak turun kepada Abdurrahman. Tapi ayat yang ini justru turun untuk ayahmu: 'Janganlah kamu menaati setiap tukang sumpah (palsu) yang hina, yang banyak mencela, yang ke sana kemari menyebar fitnah, yang melarang perbuatan baik, melampaui batas dan banyak berbuat dosa'.” (Al-Qalam 10-12).
Siti Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW pernah melaknat ayah Marwan ketika Marwan berada dalam sulbinya. Engkau adalah pecahan laknat Allah”.
Sebagaimana dikatakan oleh Nadirsyah Hosen, kisah di atas cukup terkenal. Sejumlah kitab tafsir dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah menceritakan kisah tersebut dengan berbagai redaksi, seperti Tafsir al-Qurthubi, Tafsir al-Razi, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Durr al-Mantsur.
Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat menggolongkan Marwan sebagai tabi’in angkatan pertama.
Marwan meriwayatkan hadits dari Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah. Ia juga meriwayatkan hadits dari sejumlah sahabat senior (Umar, Utsman, Ali, Zaid, dan Busairah). Sejumlah tabi’in meriwayatkan hadits darinya: Abdul Malik, Sahl bin Sa’ad, Sa’ad bin Musayyab, Urwah bin Az-Zubair, Ali bin Al-Husain, Mujahid, dan sebagainya.