Hukum Puasa di Akhir Bulan Syaban, Benarkah Dilarang?
Sabtu, 11 Maret 2023 - 07:15 WIB
Banyak yang bertanya tentang hukum puasa di akhir bulan Syaban, benarkah dilarang? Mari kita simak penjelasan berikut.
Dai lulusan Al-Azhar Mesir Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq mengatakan, memang benar dalam masalah ini ada Hadis yang menyebutkan larangannya, yakni sebagai berikut:
Artinya: "Jika sudah pada separuh bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa hingga masuk bulan Ramadhan."
Takhrij Hadits:
Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam kitab musnadnya No 9707; Imam Tirmidzi dalam Sunannya No 738; Imam Abu Dawud dalam Sunannya No 2337; Imam an-Nasa'i dalam Sunan Al-Kubra 2911; Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No 6151; Imam Ibnu Hibban dalam shahih Ibnu Hibban No 3589; Imam Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam al-Awsath No 1936 dan lainnya.
Derajat Hadits:
Ulama berselisih tentang derajat hadits ini. Di mana sebagian ahli hadits men-shahih-kannya dan sebagian lainnya menghukumi sebagai hadits dha'if.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Hibban termasuk yang menshahihkan hadits di atas. Sedangkan mayoritas ahli hadits di antaranya adalah Imam Ahmad, Yahya bin Ma'in, Abdurrahman bin Mahdi, Abu Zur'ah dan al Atsram menghukumi sebagai hadits lemah. [Lathaif Al Ma'arif, hal 151, Mir'ah al Mafatih (6/441)]
Sebab kelemahan hadits ini karena adanya seorang rawi yang bernama 'Al 'Ala bin Abdirrahman yang dinilai oleh sebagian ulama di antaranya Yahya bin Main riwayatnya tidak bisa dijadikan hujjah. Sedangkan Imam Ibnu Hajar dalam at-Tahdzibnya hanya mengomentari: "Al 'Ala' bin Abdurrahman orang jujur, hanya kadang-kadang keliru atau kurang teliti."
Pendapat Ulama
Ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa setelah memasuki paruh terakhir dari bulan Syaban. Sebagian melarang, sedangkan mayoritasnya membolehkan. [Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah (48/291), Bidayatul Mujtahid (1/249)]
1. Yang Membolehkan
Umumnya ulama mazhab berpendapat tidak ada larangan untuk berpuasa pada akhir dari bulan Sya'ban. Selain karena menilai hadits di atas dhaif, juga karena adanya hadits yang menganjurkan untuk berpuasa di akhir setiap bulan berikut ini:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ سَأَلَهُ أَوْ سَأَلَ رَجُلًا وَعِمْرَانُ يَسْمَعُ فَقَالَ يَا أَبَا فُلَانٍ أَمَا صُمْتَ سَرَرَ هَذَا الشَّهْرِ قَالَ الرَّجُلُ لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada seorang laki-laki sedangkan Imran mendengarnya, "Hai Abu Fulan, tidakkah kamu berpuasa di sarar bulan ini..? "Tidak wahai Rasulullah.." jawab orang itu. Beliau pun bersabda: "Apabila kamu tidak berpuasa maka berpuasalah dua hari (pada hari lain)..." (HR Al-Bukhari)
Mayoritas ulama menjelaskan yang dimaksud dengan sarar adalah akhir dari setiap bulan. Berkata Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah:
وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر
"Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Syaban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma'in mengatakan hadis tersebut munkar." [Fath al Bari (4/129)]
2. Yang Melarang
Dai lulusan Al-Azhar Mesir Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq mengatakan, memang benar dalam masalah ini ada Hadis yang menyebutkan larangannya, yakni sebagai berikut:
إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَأَمْسِكُوا عَنْ الصَّوْمِ حَتَّى يَكُونَ رَمَضَانُ
Artinya: "Jika sudah pada separuh bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa hingga masuk bulan Ramadhan."
Takhrij Hadits:
Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam kitab musnadnya No 9707; Imam Tirmidzi dalam Sunannya No 738; Imam Abu Dawud dalam Sunannya No 2337; Imam an-Nasa'i dalam Sunan Al-Kubra 2911; Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No 6151; Imam Ibnu Hibban dalam shahih Ibnu Hibban No 3589; Imam Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam al-Awsath No 1936 dan lainnya.
Derajat Hadits:
Ulama berselisih tentang derajat hadits ini. Di mana sebagian ahli hadits men-shahih-kannya dan sebagian lainnya menghukumi sebagai hadits dha'if.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Hibban termasuk yang menshahihkan hadits di atas. Sedangkan mayoritas ahli hadits di antaranya adalah Imam Ahmad, Yahya bin Ma'in, Abdurrahman bin Mahdi, Abu Zur'ah dan al Atsram menghukumi sebagai hadits lemah. [Lathaif Al Ma'arif, hal 151, Mir'ah al Mafatih (6/441)]
Sebab kelemahan hadits ini karena adanya seorang rawi yang bernama 'Al 'Ala bin Abdirrahman yang dinilai oleh sebagian ulama di antaranya Yahya bin Main riwayatnya tidak bisa dijadikan hujjah. Sedangkan Imam Ibnu Hajar dalam at-Tahdzibnya hanya mengomentari: "Al 'Ala' bin Abdurrahman orang jujur, hanya kadang-kadang keliru atau kurang teliti."
Pendapat Ulama
Ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa setelah memasuki paruh terakhir dari bulan Syaban. Sebagian melarang, sedangkan mayoritasnya membolehkan. [Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah (48/291), Bidayatul Mujtahid (1/249)]
1. Yang Membolehkan
Umumnya ulama mazhab berpendapat tidak ada larangan untuk berpuasa pada akhir dari bulan Sya'ban. Selain karena menilai hadits di atas dhaif, juga karena adanya hadits yang menganjurkan untuk berpuasa di akhir setiap bulan berikut ini:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ سَأَلَهُ أَوْ سَأَلَ رَجُلًا وَعِمْرَانُ يَسْمَعُ فَقَالَ يَا أَبَا فُلَانٍ أَمَا صُمْتَ سَرَرَ هَذَا الشَّهْرِ قَالَ الرَّجُلُ لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada seorang laki-laki sedangkan Imran mendengarnya, "Hai Abu Fulan, tidakkah kamu berpuasa di sarar bulan ini..? "Tidak wahai Rasulullah.." jawab orang itu. Beliau pun bersabda: "Apabila kamu tidak berpuasa maka berpuasalah dua hari (pada hari lain)..." (HR Al-Bukhari)
Mayoritas ulama menjelaskan yang dimaksud dengan sarar adalah akhir dari setiap bulan. Berkata Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah:
وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر
"Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Syaban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nishfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma'in mengatakan hadis tersebut munkar." [Fath al Bari (4/129)]
2. Yang Melarang