Hukum Puasa Ramadan bagi Musafir

Jum'at, 14 April 2023 - 20:28 WIB
Musafir memperoleh beberapa keringanan dalam melaksanakan ibadah, termasuk puasa, salat dan lainnya. Foto: Daarul Quran
Puasa Ramadan merupakan rukun Islam ke-3 yang wajib dilaksanakan oleh semua umat Islam. Karena bersifat wajib, jika seseorang tidak melaksanakan puasa karena alasan syar'i maka wajib menggantinya.

Sementara itu, ada beberapa golongan yang Allah ringankan dalam berpuasa Ramadan. Salah satunya adalah orang yang sedang dalam perjalanan atau disebut musafir.

Apa hukum puasa Ramadan bagi musafir ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari simak ulasan berikut ini.



Apa itu Musafir?



Musafir adalah sebutan dalam bahasa Arab yang merujuk pada seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh, yang biasanya memakan waktu lebih dari satu hari, seperti perjalanan untuk bekerja, studi, atau liburan.

Dalam konteks hukum Islam , seseorang dianggap sebagai musafir jika ia bepergian jauh dari tempat tinggalnya dengan maksud tertentu dan memenuhi kriteria tertentu, seperti jarak yang telah ditetapkan oleh ulama atau pemerintah setempat.

Sebagai musafir, seseorang dapat memperoleh beberapa keringanan dalam melaksanakan ibadah, termasuk puasa, shalat dan lainnya.

Hukum Puasa Ramadan bagi Musafir

Seorang musafir diberikan keringanan oleh Allah dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan. Keringanan tersebut diberikan karena perjalanan yang dilakukan dapat memakan waktu cukup lama. Sehingga dikhawatirkan akan mengganggu jalannya ibadah puasa Ramadan bahkan membahayakan seseorang tersebut.

Terlebih jika seseorang tersebut tengah mengemban tugas sebagai sopir, maka dikhawatirkan konsentrasinya hilang dan membahayakan diri serta penumpang.



Allah berfirman: “….Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak puasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin…….” ( QS Al-Baqarah ayat 184).

Selain itu, terdapat suatu riwayat yang menyebut bahwa para sahabat tidak melaksanakan puasa saat melakukan perjalanan. Sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri tetap berpuasa.

“Dan dibolehkan meninggalkan berpuasa bagi seorang musafir dengan perjalan yang jauh dan diperbolehkan (mubah). Bila dengan berpuasa seorang musafir mengalami mudharat maka berbuka lebih utama, bila tidak maka berpuasa lebih utama sebagaimana telah lewat penjelasannya pada bab shalatnya musafir.

Bila pada pagi hari seorang yang bermukim berpuasa kemudian ia sakit maka ia diperbolehkan berbuka karena adanya alasan yang membolehkannya berbuka. Namun bila orang yang mukim itu melakukan perjalanan maka ia tidak dibolehkan berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang tidak bepergian.



Dikatakan juga ia boleh berbuka dengan memenangkan hukum bagi orang yang bepergian. Bila seorang musafir (orang sudah dalam keadaan pergi) dan orang yang sakit pada pagi hari berpuasa kemudian menghendaki untuk berbuka maka dibolehkan bagi keduanya untuk berbuka karena berlanjutnya alasan keduanya untuk tidak berpuasa.

Bila seorang musafir telah bermukim dan seorang yang sakit telah sembuh maka haram bagi keduanya berbuka menurut pendapat yang shahih karena telah hilangnya alasan untuk tidak berpuasa. Pendapat kedua membolehkan keduanya berbuka dengan mempertimbangkan keadaan di awal hari.” (Jalaludin Al-Mahali, Kanzur Raghibin Syarh Minhajut Thalibin [Kairo: Darul Hadits, 2014], juz 2, hal. 161)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, yaitu seorang yang sudah tua berzina, orang miskin namun sombong, dan pemimpin yang pendusta.

(HR. Nasa'i No. 2528)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More