Tingkatan Mahabah Menurut Al-Qardhawi
Rabu, 26 April 2023 - 05:15 WIB
"Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." ( QS Al Anfal : 1)
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dan orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma 'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." ( QS An-Nisa' : 114)
Bahkan syari'at telah memberikan bagian tersendiri dari hasil zakat untuk orang-orang yang memiliki utang dalam memperbaiki hubungan di antara mereka. Untuk membantu mereka agar dapat melakukan kemuliaan ini yang semula dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa besar dan memiliki cita-cita yang luhur (tinggi). Maka mereka itulah yang menanggung denda dan utang para kabilah yang sedang bertengkar, meskipun mereka sendiri tidak memiliki harta secara leluasa.
Al-Qardhawi mengingatkan karena pentingnya memperbaiki hubungan antara dua pihak, maka Rasulullah SAW memberikan rukhsah (keringanan) terhadap orang yang melakukan perbaikan hubungan untuk tidak selalu dalam kejujuran yang sempurna dalam menentukan sikap pada masing-masing dari dua kelompok (pihak). Sehingga ia bisa (dibolehkan) memindahkan sebagian kata-kata sebagaimana dikatakan, yang telah menyalakan api permusuhan dan tidak memadamkannya, maka tidaklah mengapa dengan sedikit memperindah atau sedikit berdiplomasi (tauriyah).
Rasulullah SAW bersabda: "Bukanlah pembohong orang yang memperbaiki (mendamaikan) antara dua orang, lalu ia berkata dengan baik atau menambahi lebih baik. (HR Ahmad)
Cinta Saudara
Di sisi lain, al-Qardhawi mengatakan, yang lebih tinggi dari tingkatan salaamatush shadr (bersihnya hati) dari rasa dengki dan permusuhan adalah tingkatan yang diungkapkan dalam hadis sahih sebagai berikut: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR Muttafaqun 'Alaih)
Berarti dengan demikian maka ia juga membenci segala sesuatu yang menimpa atas saudaranya sebagaimana ia membenci sesuatu itu menimpa dirinya. Maka jika ia senang jika dirinya memperoleh kemakmuran hidup maka ia juga menginginkan demikian itu terhadap orang lain. Dan jika ia menginginkan mendapat kemudahan dalam kehidupan berkeluarga(nya), maka ia juga menginginkan hal itu diperoleh orang lain.
Jika ia ingin anak-anaknya menjadi cerdas, maka ia juga menginginkan hal yang sama untuk orang lain. Dan jika ia menginginkan untuk tidak disakiti baik ketika berada di rumah atau ketika sedang bepergian, maka begitu pula ia menginginkan kepada seluruh manusia. "Dengan demikian ia menempatkan saudaranya seperti dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai dan ia benci," ujar al-Qardhawi.
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dan orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma 'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." ( QS An-Nisa' : 114)
Bahkan syari'at telah memberikan bagian tersendiri dari hasil zakat untuk orang-orang yang memiliki utang dalam memperbaiki hubungan di antara mereka. Untuk membantu mereka agar dapat melakukan kemuliaan ini yang semula dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa besar dan memiliki cita-cita yang luhur (tinggi). Maka mereka itulah yang menanggung denda dan utang para kabilah yang sedang bertengkar, meskipun mereka sendiri tidak memiliki harta secara leluasa.
Baca Juga
Al-Qardhawi mengingatkan karena pentingnya memperbaiki hubungan antara dua pihak, maka Rasulullah SAW memberikan rukhsah (keringanan) terhadap orang yang melakukan perbaikan hubungan untuk tidak selalu dalam kejujuran yang sempurna dalam menentukan sikap pada masing-masing dari dua kelompok (pihak). Sehingga ia bisa (dibolehkan) memindahkan sebagian kata-kata sebagaimana dikatakan, yang telah menyalakan api permusuhan dan tidak memadamkannya, maka tidaklah mengapa dengan sedikit memperindah atau sedikit berdiplomasi (tauriyah).
Rasulullah SAW bersabda: "Bukanlah pembohong orang yang memperbaiki (mendamaikan) antara dua orang, lalu ia berkata dengan baik atau menambahi lebih baik. (HR Ahmad)
Cinta Saudara
Di sisi lain, al-Qardhawi mengatakan, yang lebih tinggi dari tingkatan salaamatush shadr (bersihnya hati) dari rasa dengki dan permusuhan adalah tingkatan yang diungkapkan dalam hadis sahih sebagai berikut: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR Muttafaqun 'Alaih)
Berarti dengan demikian maka ia juga membenci segala sesuatu yang menimpa atas saudaranya sebagaimana ia membenci sesuatu itu menimpa dirinya. Maka jika ia senang jika dirinya memperoleh kemakmuran hidup maka ia juga menginginkan demikian itu terhadap orang lain. Dan jika ia menginginkan mendapat kemudahan dalam kehidupan berkeluarga(nya), maka ia juga menginginkan hal itu diperoleh orang lain.
Jika ia ingin anak-anaknya menjadi cerdas, maka ia juga menginginkan hal yang sama untuk orang lain. Dan jika ia menginginkan untuk tidak disakiti baik ketika berada di rumah atau ketika sedang bepergian, maka begitu pula ia menginginkan kepada seluruh manusia. "Dengan demikian ia menempatkan saudaranya seperti dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai dan ia benci," ujar al-Qardhawi.
(mhy)