Bolehkah Berkurban dengan Hewan Pincang Atau Cacat? Ini Penjelasannya
Jum'at, 09 Juni 2023 - 15:56 WIB
Ada yang bertanya tentang hukum berkurban dengan hewan pincang atau cacat dan batasannya. Apakah hal ini sah dan dibolehkan? Mari kita simak penjelasan Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq berikut.
Menurut Dai yang juga Pengasuh Ponpes Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur, di antara syarat sah hewan yang boleh digunakan untuk berkurban adalah tidak mengalami cacat. Yang dimaksud dengan cacat di sini adalah aib yang dinyatakan oleh nash Hadits, yaitu:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي
Artinya: "Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang." (HR Muslim)
Dalam Hadis jelas disebutkan bahwa hewan yang pincang tidak sah untuk dijadikan sembelihan Qurban. Disebutkan dalam Al-Mausu'ah:
ونقل النووي وابن رشد الإجماع على أن هذه الأربع لا تجزي في الأضحية
"An-Nawawi dan Ibn Rusyd telah menyebutkan adanya ijma' bahwa bentuk cacat yang empat ini tidak boleh dijadikan sebagai hewan qurban." [Al Mausu'ah Al Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (31/112)]
Namun ulama menjelaskan bahwa kepincangan ini adalah penyakit atau cacat yang memang menjadi kondisi awal dari hewan tersebut. Jika cacatnya karena sebab yang datang kemudian, seperti kasus yang disebutkan, maka bisa masuk ke dalam pengecualian.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Jika hewan tiba-tiba tertimpa cacat yang sebelumnya sehat, maka ia tetap disembelih dan itu sudah mencukupi untuk qurban. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Zubeir bahwa beliau datang dengan membawa unta yang juling matanya."
Beliau menjelaskan: "Jika cacat itu terjadi setelah kalian membelinya maka lanjutkan untuk menyembelihnya. Tapi jika cacat tersebut terjadi sebelum anda membelinya maka gantilah dengan hewan lain." [Majmu' Syarah al Muhadzdzab (3/363)]
Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah berkata: "Jika seseorang telah mendapatkan hewan yang sehat dan selamat dari cacat, kemudian tertimpa cacat yang cacat itu termasuk yang menyebabkan hewan tak terpenuhi syaratnya lagi, maka ia tetap sah untuk disembelih kecuali menurut kalangan Hanafiyah.
Kebolehan ini berdasarkan sebuah riwayat dalam Sunan Ibnu Majah dari Sa’id al Khudri bahwa ia berkata: "Kami membeli kambing untuk dijadikan qurban, lantas ada seekor serigala yang memakan ekor kambing tersebut, maka kami bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang hal itu, beliau pun memerintahkan supaya kami tetap berkurban dengannya."
Maka cacat yang mencegah sahnya hewan qurban adalah cacat yang terjadi sejak lama, bukan karena yang terjadi kemudian. (Ini menurut mayoritas ulama). Sedangkan menurut Hanafiyah, jika pemilik hewan adalah orang kaya, maka ia harus mengganti hewannya. [Fiqh al Islami wa Adilatuhu (4/2731)]
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah juga disebutkan: "Siapa yang membeli hewan qurban yang tadinya tidak mengalami cacat, lalu tertimpa penyakit yang menyebabkan ia tidak sah untuk dijadikan qurban seperti lumpuh atau tiba-tiba pincang atau yang semisal dengan itu, maka ia tetap disembelih dan tetap sah untuk dijadikan qurban. Ini adalah pendapat madzhab mayoritas ulama. Cacat yang mencegah sahnya qurban adalah cacat yang telah terjadi sejak lama. Bukan yang terjadi mendadak setelah diniatkan untuk dijadikan qurban." [Fatwa Syabakah Islamiyah No 7297]
Catatan
Jika hewan yang awalnya sehat, ketika dibeli tiba-tiba pincang atau cedera setelah sampai di tempat/rumah maka hewan tersebut boleh dan sah dijadikan kurban.
Wallahu A'lam
Menurut Dai yang juga Pengasuh Ponpes Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur, di antara syarat sah hewan yang boleh digunakan untuk berkurban adalah tidak mengalami cacat. Yang dimaksud dengan cacat di sini adalah aib yang dinyatakan oleh nash Hadits, yaitu:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي
Artinya: "Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang." (HR Muslim)
Dalam Hadis jelas disebutkan bahwa hewan yang pincang tidak sah untuk dijadikan sembelihan Qurban. Disebutkan dalam Al-Mausu'ah:
ونقل النووي وابن رشد الإجماع على أن هذه الأربع لا تجزي في الأضحية
"An-Nawawi dan Ibn Rusyd telah menyebutkan adanya ijma' bahwa bentuk cacat yang empat ini tidak boleh dijadikan sebagai hewan qurban." [Al Mausu'ah Al Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (31/112)]
Namun ulama menjelaskan bahwa kepincangan ini adalah penyakit atau cacat yang memang menjadi kondisi awal dari hewan tersebut. Jika cacatnya karena sebab yang datang kemudian, seperti kasus yang disebutkan, maka bisa masuk ke dalam pengecualian.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Jika hewan tiba-tiba tertimpa cacat yang sebelumnya sehat, maka ia tetap disembelih dan itu sudah mencukupi untuk qurban. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Zubeir bahwa beliau datang dengan membawa unta yang juling matanya."
Beliau menjelaskan: "Jika cacat itu terjadi setelah kalian membelinya maka lanjutkan untuk menyembelihnya. Tapi jika cacat tersebut terjadi sebelum anda membelinya maka gantilah dengan hewan lain." [Majmu' Syarah al Muhadzdzab (3/363)]
Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah berkata: "Jika seseorang telah mendapatkan hewan yang sehat dan selamat dari cacat, kemudian tertimpa cacat yang cacat itu termasuk yang menyebabkan hewan tak terpenuhi syaratnya lagi, maka ia tetap sah untuk disembelih kecuali menurut kalangan Hanafiyah.
Kebolehan ini berdasarkan sebuah riwayat dalam Sunan Ibnu Majah dari Sa’id al Khudri bahwa ia berkata: "Kami membeli kambing untuk dijadikan qurban, lantas ada seekor serigala yang memakan ekor kambing tersebut, maka kami bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang hal itu, beliau pun memerintahkan supaya kami tetap berkurban dengannya."
Maka cacat yang mencegah sahnya hewan qurban adalah cacat yang terjadi sejak lama, bukan karena yang terjadi kemudian. (Ini menurut mayoritas ulama). Sedangkan menurut Hanafiyah, jika pemilik hewan adalah orang kaya, maka ia harus mengganti hewannya. [Fiqh al Islami wa Adilatuhu (4/2731)]
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah juga disebutkan: "Siapa yang membeli hewan qurban yang tadinya tidak mengalami cacat, lalu tertimpa penyakit yang menyebabkan ia tidak sah untuk dijadikan qurban seperti lumpuh atau tiba-tiba pincang atau yang semisal dengan itu, maka ia tetap disembelih dan tetap sah untuk dijadikan qurban. Ini adalah pendapat madzhab mayoritas ulama. Cacat yang mencegah sahnya qurban adalah cacat yang telah terjadi sejak lama. Bukan yang terjadi mendadak setelah diniatkan untuk dijadikan qurban." [Fatwa Syabakah Islamiyah No 7297]
Catatan
Jika hewan yang awalnya sehat, ketika dibeli tiba-tiba pincang atau cedera setelah sampai di tempat/rumah maka hewan tersebut boleh dan sah dijadikan kurban.
Wallahu A'lam
(rhs)