Apakah Hukum Air Mani Suci atau Najis?
Sabtu, 10 Juni 2023 - 07:19 WIB
Apakah hukum air mani suci atau najis? Para ulama berbeda pendapat tentang status air mani, ada yang berpendapat itu tergolong benda yang najis dan ada yang berpendapat itu suci .
Ustadz Isnan Ansory Lc dalam buku berjudul "Tiga Sumber Najis" menjelaskan, mazhab Syafi'i berpendapat bahwa air mani tidaklah najis. Dalilnya adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang menyamakan air mani dengan dahak yang disepakati kesuciannya.
Dari Ibnu Abbas ra , Rasulullah SAW ditanya tentang hukum air mani yang terkena pakaian. Nabi Muhammad SAW menjawab, "Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain." (HR Baihaqi)
Ada juga hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra , bahwa ia mengerik bekas air mani yang telah kering. Rasulullah SAW lalu menggunakannya untuk sholat, sedangkan sisa-sisa maninya masih ada.
"Dari Aisyah ra bahwa beliau mengerik bekas air mani Rasulullah SAW yang telah kering dan beliau salat dengan mengenakan baju itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sementara itu, Mazhab Hanafi , Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa status mani adalah najis.
Dalil mereka adalah hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang telah mengering di pakaian beliau.
"Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau keluar untuk salat meski pun masih ada bekas pada bajunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah tentang mani yang melekat pada pakaian. "Kalau kamu melihat air mani maka cucilah bagian yang terkena saja, tetapi kalau tidak terlihat, cucilah baju itu seluruhnya." (HR Thahawi dalam Syarah Ma'ani al-'Atsar)
Pendapat al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra yang memandang bahwa air mani itu najis sebagaimana air kencing yang telah disepakati kenajisannya.
Sedangkan mazhab Maliki berargumentasi bahwa air mani itu najis karena asal muasal air mani adalah darah yang juga najis. Lalu darah itu mengalami istihalah (perubahan wujud) sehingga menjadi mani, namun hukumnya tetap ikut asalnya, yaitu darah yang najis.
Ustadz Isnan Ansory Lc dalam buku berjudul "Tiga Sumber Najis" menjelaskan, mazhab Syafi'i berpendapat bahwa air mani tidaklah najis. Dalilnya adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang menyamakan air mani dengan dahak yang disepakati kesuciannya.
عن ابن عباس قال : سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن المني يصيب الثوب ، فقال : إنما هو بمنزلة المخاط والبصاق وإنما يكفيك أن تمسحه بخرقة أو بإذخرة
Dari Ibnu Abbas ra , Rasulullah SAW ditanya tentang hukum air mani yang terkena pakaian. Nabi Muhammad SAW menjawab, "Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain." (HR Baihaqi)
Ada juga hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra , bahwa ia mengerik bekas air mani yang telah kering. Rasulullah SAW lalu menggunakannya untuk sholat, sedangkan sisa-sisa maninya masih ada.
كنت أفرك المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فيصلي فيه
"Dari Aisyah ra bahwa beliau mengerik bekas air mani Rasulullah SAW yang telah kering dan beliau salat dengan mengenakan baju itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sementara itu, Mazhab Hanafi , Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa status mani adalah najis.
Dalil mereka adalah hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, beliau mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang telah mengering di pakaian beliau.
كنت أغسل المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم فيخرج إلى الصلاة، وأثر الغسل في ثوبه بقع الماء
"Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau keluar untuk salat meski pun masih ada bekas pada bajunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah tentang mani yang melekat pada pakaian. "Kalau kamu melihat air mani maka cucilah bagian yang terkena saja, tetapi kalau tidak terlihat, cucilah baju itu seluruhnya." (HR Thahawi dalam Syarah Ma'ani al-'Atsar)
Pendapat al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra yang memandang bahwa air mani itu najis sebagaimana air kencing yang telah disepakati kenajisannya.
Sedangkan mazhab Maliki berargumentasi bahwa air mani itu najis karena asal muasal air mani adalah darah yang juga najis. Lalu darah itu mengalami istihalah (perubahan wujud) sehingga menjadi mani, namun hukumnya tetap ikut asalnya, yaitu darah yang najis.
(mhy)