Salat Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar, Begini Penjelasannya

Rabu, 14 Juni 2023 - 12:49 WIB
Ketiga, jiwa malaikat.

Jiwa malaikat ada di penyaksian akan keindahan akan kemahakuasaannya Allah. Jiwa malaikat akan terus mencari kepuasan untuk bermunajat kepada Allah. Tidak ada tempat dalam jiwa malaikat untuk menuruti syahwat dan ghadab.

Setan melalui kepuasannya menggiring manusia agar berbuat keji dan munkar.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ


“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. An-Nūr: 21).

Sebagai solusinya, Allah menjadikan salat sebagai pencegah dari perbuatan keji dan munkar. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ


“Bacalah Kitab (al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.’’(QS. Al-’Ankabūt: 45)

Namun, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa perbuatan keji dan munkar itu bukan perkara yang tiba-tiba menjelma menjadi akhlak, dan tiba-tiba hilang karena melaksanakan shalat. Sebagaimana terbentuknya tidak instan, maka hilangnya juga tidak instan.

Perbuatan keji (faḥsyā) adalah perbuatan buruk dan dianggap lebih tercela dari maksiat atau yang dikehendaki oleh nafsu, sedangkan munkar adalah perbuatan yang menurut akal dan fitrah bertentangan dengan syariat. (Tafsir al-Baghawy, Abu Muhammad al-Baghawi, 6/244; Taisir al-Karim ar-Rahman,Abdurrahman as-Sa’di, 632).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Jika seseorang terbiasa shalat tapi shalatnya tidak membuatnya berhenti dari mengerjakan perbuatan faḥsyā dan munkar, maka tidak bertambah dari Allah kecuali jarak yang semakin jauh.” (Tafsir al-Quran al-Adzim, Ibnu Katsir, 6/281).

Dalam riwayat lain, “Tidak ada salat bagi orang yang tidak mematuhi salat.”

Mematuhi salat adalah dengan meninggalkan perbuatan keji dan munkar. Meski salatnya panjang, jika masih berbuat keji dan munkar, maka tidak bermanfaat.

Istiqamah Mengerjakan Salat

Akan tetapi, perbuatan keji dan munkar tidak akan seketika hilang. Perlu pembiasaan salat dan rutin serta istikamah dalam mengerjakannya. Karena jika salat dilakukan dengan istiqamah, juga memperhatikan syarat dan rukunnya, maka dengan izin Allah akan membuat pelakunya berhenti dari mengerjakan perbuatan keji dan munkar.

Anas meriwayatkan bahwa ada seorang pemuda dari golongan Ansar, ia selalu salat lima waktu bersama Rasulullah. Akan tetapi, ia juga rutin bermaksiat, melakukan perbuatan keji.

Hal itu diadukan kepada Rasulullah sehingga Rasulullah bersabda, “Suatu saat, salatnya akan mencegahnya dari perbuatan keji.”

Tidak lama kemudian, pemuda tersebut bertobat dan menjadi baik keadaannya.

Ibnu Awn menjelaskan bahwa makna ayat “Mencegah dari perbuatan keji dan munkar” adalah shalat akan mencegah seseorang berbuat keji dan munkar selama shalatnya rutin dan istikamah. (Tafsir al-Baghawi, Abu Muhammad al-Baghawi, 6/245).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Aisyah Ummul Mukminin, bahwa ia berkata:  Sudah biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa beberapa hari, hingga kami mengira bahwa beliau akan berpuasa terus. Namun beliau juga biasa berbuka (tidak puasa) beberapa hari hingga kami mengira bahwa beliau akan tidak puasa terus. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasanya sebulan penuh, kecuali Ramadhan.  Dan aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih banyak daripada puasanya ketika bulan Sya'ban.

(HR. Muslim No. 1956)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More