Syarat Ketat Bagi Panitia Iduladha yang Wajib Diketahui
Kamis, 15 Juni 2023 - 11:19 WIB
Perayaan Iduladha akan disertai dengan penyembelihan hewan kurban . Karenanya, dalam perayaan tersebut umumnya dibentuk panitia Iduladha atau panitia kurban. Untuk menjadi panitia kurban, ternyata ada syarat-syarat tertentu yang wajib dipatuhi.
Misanya, panitia boleh meminta upah dari pemilik hewan atas jasanya menangani hewan kurban . Karena panitia adalah berstatus wakil atau yang mewakili pemilik kurban. Dalam Islam, wakil boleh mendapatkan upah untuk tugas yang diwakilkan kepadanya (wakalah bil ujrah). Hanya saja, ada persyaratan yang harus dipenuhi, yakni :
Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhumengatakan :
"Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkanku untuk menangani unta kurbannya, mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan aksesori unta. Dan saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil kurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi. (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena itu, upah diberikan dari uang pribadi sohibul kurban, di luar harga hewan kurban.
Dijelaskan ulama, bahwa ibadah kurban memang harus hati hati dalam pelaksanaannya. Sebab, dalam kitab Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah, diswbutkan Ibadah kurban ini juga ada dalam syariat umat-umat terdahulu.
Allah Ta'ala berfirman:
Artinya : "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahiimatul an’am yang telah direzekikan Allah kepada mereka” (QS. Al Hajj : 34).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam kitab Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah mengatakan bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa ibadah qurban adalah bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang disyariatkan di semua millah pada setiap ummat.
Para ulama berpendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib bagi setiap orang yang mampu, dan sebagian ulama mengatakan hukumnya sunah muakkadah.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memiliki kelapangan, namun ia tidak berkurban, maka janganlah datangi musala kami” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Wallahu A'lam
Misanya, panitia boleh meminta upah dari pemilik hewan atas jasanya menangani hewan kurban . Karena panitia adalah berstatus wakil atau yang mewakili pemilik kurban. Dalam Islam, wakil boleh mendapatkan upah untuk tugas yang diwakilkan kepadanya (wakalah bil ujrah). Hanya saja, ada persyaratan yang harus dipenuhi, yakni :
1. Upah untuk panitia, tidak boleh diambilkan dari hasil kurban.
Jika upahnya diambilkan dari hasil kurban, berarti sohibul qurban (yang berkurban) mendapatkan sebagian manfaat berupa keuntungan secara finansial. Dan ini tidak diperbolehkan.Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhumengatakan :
"Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkanku untuk menangani unta kurbannya, mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan aksesori unta. Dan saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil kurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi. (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena itu, upah diberikan dari uang pribadi sohibul kurban, di luar harga hewan kurban.
2. Upah nilainya harus tertentu, jelas di depan
Misal, untuk pengelolaan seekor kambing upahnya 100 ribu. Maka insyaAllah praktik di masyarakat kita benar. Hanya bagian ini yang menjadi hak panitia. Karena itu, mereka tidak boleh meminta jatah daging khusus sebagai tambahan upah. Tidak ada istilah jatah amil, karena panitia bukan amil.Dijelaskan ulama, bahwa ibadah kurban memang harus hati hati dalam pelaksanaannya. Sebab, dalam kitab Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah, diswbutkan Ibadah kurban ini juga ada dalam syariat umat-umat terdahulu.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلۡنَا مَنۡسَكًا لِّيَذۡكُرُوا اسۡمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمۡ مِّنۡۢ بَهِيۡمَةِ الۡاَنۡعَامِ ؕ فَاِلٰهُكُمۡ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗۤ اَسۡلِمُوۡا ؕ وَبَشِّرِ الۡمُخۡبِتِيۡنَ
Artinya : "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahiimatul an’am yang telah direzekikan Allah kepada mereka” (QS. Al Hajj : 34).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam kitab Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah mengatakan bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa ibadah qurban adalah bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang disyariatkan di semua millah pada setiap ummat.
Para ulama berpendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib bagi setiap orang yang mampu, dan sebagian ulama mengatakan hukumnya sunah muakkadah.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memiliki kelapangan, namun ia tidak berkurban, maka janganlah datangi musala kami” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Wallahu A'lam
(wid)